Oleh: Juariah Anzib, S.Ag

Penulis Buku Menapaki Jejak Rasulullah Dan Sahabat


Harta wakaf sering dibicarakan sebagai bentuk amal saleh dalam syariat, namun kita juga pernah mendengar dalam masyarakat Aceh tentang tanah baitul mal. Masyarakat awam di Aceh Besar kadang menyebutnya dengan istilah “tanoh baitaman”, frasa yang lazim yang digunakan di gampong-gampong. 

Jika kita hayati, ada keterkaitan antara harta wakaf dengan harta baitul mal. Harta wakaf sudah ditetapkan sebagai harta agama milik umat, maka tanah baitul mal juga demikian. Keduanya harta milik umat di bawah pengaturan hukum dan undang-undang yang berlaku. Kedua harta agama ini berwenang dikelola oleh Baitul Mal Gampong (BMG) untuk kemaslahatan umat.  

Namun demikian,  harta wakaf dengan harta baitul memiliki perbedaan. Menurut Tenaga Profesional Baitul Mal Aceh (TP BMA) Shafwan Bendadeh, bahwa harta wakaf adalah harta yang diserahkan secara sukarela oleh wakif kepada pihak tertentu, dengan tujuan beribadah kepada Allah Swt dan menambah ketaatan. Wakaf berbeda dengan tanah baitul mal. 

Menurut Shafwan, harta wakaf akan ada ketika ada orang yang mewakafkannya yang pengelolaanya sesuai keinginan wakif, baik harta bergerak maupun  tidak bergerak. Sementara pendapatan BMG akan ada jika harta tersebut dikumpulkan atau diserahkan dari masyarakat, baik berupa zakat, infak, sedekah, serta harta keagamaan lainnya yang dikelola sesuai ketentuan syariat. 

Pendapatan adan aset baitul mal di gampong-gampong dikelola oleh BMG, sehingga harta tersebut dapat difungsikan dengan baik dan manfaatnya optimal. Dengan begitu,  wakif, muzakki, atau mushaddik (pemberi sedekah) mendapatkan kebaikan dan keberkahan dari harta tersebut. 

Menurut mantan Imum Mukim Masjid Ulee Susu,  Kecamatan Daru Imarah,  Aceh Besar  Drs Jailani, di gampong-gampong banyak terdapat tanah baitul mal yang manfaatnya sama dengan harta wakaf. Tanah baitul mal di sini adalah tanah yang tidak diketahui pemilik dan ali warisnya yang dikuasi oleh BMG,  yang dicatat sebagai harta agama. Diantara tanah baitul mal dibangun rumah sewa seperti di Gampong Lamsidaya, sehingga harta tersebut menjadi produktif dan  manfaatnya lebih optimal. 

Demikian juga di Gampong Payaroh, Kecamatan Darul Imarah,  Aceh Besar,  ada beberapa persil tanah baitul mal, diantaranya sudah dimanfaatkan sebagai kuburan umum. Meskipun tidak produktif, namun pemilik harta tetap mendapatkan pahala amal jariah. Tanah tersebut telah dialihfungsikan sebagai tempat pertapakan rumah Bides. 

Menurut kisah orang tua di sana, dahulu banyak orang yang meninggalkan hartanya. Mereka pergi dalam jangka waktu lama sekali,  sehingga sudah tidak diketahui lagi keberadaannya. Mungkin sudah meninggal dunia atau hilang entah kemana. Misalnya pada masa DI/TII dan masa penjajahan. Mereka meninggalkan kampung halaman dan tidak kembali lagi. Hartanya ditinggal begitu saja demi menyelamatkan jiwa dan keluarga. 

Karena itu, pemerintah melalui BMG mempunyai wewenang mengelola dan mengembangkan harta agama tersebut, sehingga dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat. Mungkin itulah salah satu contoh tanah baital mal yang masih ada di gampong-gampong. 

Demikian sekelumit keterkaitan antara tanah wakaf, tanah baitul mal, dan pendapatan baitul mal dari beberapa sumber.  Semuan ini menjadi motivasi dan inspirasi bagi umat untuk terus beramal saleh.  

Editor: Sayed M. Husen

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top