Siapa sih yang tidak mengenal
bahasa Inggris? Bahasa ini merupakan bahasa
komunikasi internasional selain Arab dan
Mandarin. Kemanapun kita melangkah, kearah
manapun kita memandang, tingkatan apapun
kita sekolah, jurusan apapun kita kuliah,
barang apapun yang kita beli dan acara apapun
yang kita tonton pasti kita menemukan bahasa
Inggris di dalamnya. Sungguh bahasa Inggris
ada dimana-mana dan tanpa sadar atau
dibawah alam sadar, kita telah menggunakan
bahasa Inggris. Lihat saja penggunaan katakata
untuk menyebutkan barang-barang
elektronik yang umum seperti handphone,
computer, internet, flashdisk, CD, video dan
masih banyak lagi. Meski yang menyebutkan
tidak tahu penulisan yang benar tapi karena
sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari,
maka akan kelihatan familiar dengan
pendengaran.
Begitu pentingnya bahasa Inggris
sehingga bahasa ini menjadi tuntutan untuk
dikenal lebih lanjut dengan dipelajari. Lihat
saja dalam pendidikan sekarang ini, bahasa
Inggris di tingkat sekolah menengah pertama
dan keatas menjadi pelajaran pokok yang
nilainya tidak berakhir di rapor saja tapi juga
harus diperjuangkan di Ujian Nasional.
Meskipun di tingkat sekolah dasar hanya
sebagai muatan lokal namun bahasa Inggris
begitu dipacu dan dimotivasi dari berbagai
arah. Mungkin orang-orang mengerti akan
pepatah yang berbunyi, “Belajar di waktu kecil
bagai mengukir diatas batu”. Terbukti bila
bahasa Inggris lebih efesien dipelajari sejak
dini.
Beranjak seiring tumbuh dan
berkembang, Aceh sebagai salah satu provinsi
paling barat di pulau Sumatera ini telah
mengalami pengaruh yang cukup besar
terhadap perkembangan bahasa Inggris.
Pengalaman signifikan ini terjadi paska
musibah Tsunami di penghujung tahun 2004
saat ratusan negara dari berbagai belahan dunia
bersimpati dengan memberikan bantuannya
untuk Aceh. Bukan sekedar menitip, malahan
masyarakat dunia mengunjungi Aceh
berduyun-duyun. Mereka ingin melihat sendiri
bagaimana dahsyatnya efek dari musibah
Tsunami yang terjadi di Aceh. Nah, dari sinilah
mulailah komunikasi terjalin antara Aceh
dengan dunia. Bahasa yang digunakan tak lain
adalah bahasa Inggris karena bahasa Inggris
adalah bahasa Internasional. Lihatlah
bagaimana nasib pemuda pemudi Aceh yang
bisa berbahasa Inggris. Mereka mendapatkan
upah yang luar biasa banyaknya dari usaha
menjadi translator (penterjemah). Hanya
bermodalkan bisa dan berani, bayaran yang
tinggi jadi menu setiap hari. Lalu bagaimana
dengan pemuda-pemudi Aceh yang tidak bisa
berbahasa Inggris saat itu. Tentu saja berbeda,
meski iri tetap harus mengakui kelebihan
mereka yang telah bisa berbahasa Inggris.
Waktu yang berjalan dan efek
yang ditinggalkan, terasa bahasa Inggris
semakin penting dan penting. Pemerintah
bekerjasama dengan sekolah-sekolah baik
negeri maupun swasta mengemborgemborkan
pentingnya bahasa Inggris.
Masyarakat pun mulai membaca suasana.
Di sekolah, bahasa Inggris tak hanya
diajarkan pada pagi hari tapi juga pada sore
hari. Tak cukup dengan jadwal jam
pelajaran bahasa Inggris di sekolah, orang
tua menyodorkan anaknya ke kursuskursus
bahasa Inggris. Anak-anak di
motivasi dan dipacu agar bisa berbahasa
Inggris. Orang tua menaruh harapan besar
agar anak-anak mampu berbahasa Inggris.
Ada kemungkinan banyak orang tua
pernah mengalami hal-hal positif tentang
laju bahasa Inggris dulu dan sekarang.
Kalau dulu, bekerja di swasta
tidak sesusah sekarang. Wawancara kerja
tak hanya pakai bahasa Indonesia tapi juga
pakai bahasa Inggris. Ketik sesuatu
langsung aja pakai mesin tik, tidak ada
perintah dalam bahasa apapun, langsung
bisa dan jadi. Sekarang, pakai komputer,
ada cara ada perintah, pakai bahasa Inggris,
kalau tidak mengerti harus ikut diklat.
Kuliah dulu, kalau di kampus negeri,
selesai penelitian langsung bisa sidang tapi
sekarang, harus ikut TOEFL dulu, skornya
pun harus mencapai target kalau tidak
sidang skripsi ditunda efeknya pesta
walimahan juga harus ditunda dulu.
Apalagi kalau mau kuliah diluar negeri,
skor yang diminta sebagai syarat lebih
tinggi lagi. Kalau tidak mencapai target,
tidak usah kuliah diluar negeri, diluar
rumah aja. Malahan sekarang muncul tes
baru, namanya IELTS, bedanya hanya
penambahan keahlian seperti speaking
(membaca) dan writing (menulis)
waktunya lebih singkat, sedangkan
persamaannya adalah sama-sama susah.
Begitulah beberapa hikmah dan
ikhtibar yang dapat kita ambil dari
pentingnya belajar bahasa Inggris.
Keputusannya adalah milik kita jua. Tidak
ada salahnya belajar bahasa Inggris. Anakanak
terus dimotivasi dan orang tua pun
juga harus belajar. “Never say old to
learn”, itulah pepatah Inggris yang
maknanya kurang lebih “jangan pernah
katakan tua untuk belajar”. Jangan ada lagi
penulisan bahasa Inggris yang malumaluin
kita semua seperti kesalahan
penulisan; loundry seharusnya laundry,
restourant seharusnya restaurant, pulsa
electrik seharusnya pulsa electric,
photokopi atau fotocopy seharusnya
photocopy (English) dalam tulisan
Indonesia yang benar 'fotokopi', dan lainlain
sebagainya. Semua kesalahan itu
merupakan human errors (kesalahan
manusia) karena malu bertanya dan yang
pasti malas buka kamus. Semoga kedepan
lebih baik. Semoga ada manfaatnya. Insya
Allah kita jumpa pada edisi selanjutnya.