Lamuri Online.com--Tradisi baca kalangan muda Indonesia terbilang sangat rendah karena pelajar lebih banyak waktunya mengakses internet. Hal itu disampaikan redaktur Jurnal ISLAMIA Nuim Hidayat saat menjadi panelis dalam bedah buku"Sabar: Membawa Nikmat, Mengangkat Derajat" karya Imam Nawawi di Komplek Pesantren Hidayatullah Depok, Jawa Barat, Sabtu (24/11/02).
Selain itu, kata Nuim, rendahnya tradisi baca di kalangan pelajar dan remaja pada umumnya saat ini karena dipengaruhi pula oleh tayangan televisi yang menurut pandangan pelajar lebih "menarik" ketimbang membaca buku.
"Anak saya saja masih SMP sudah punya Facebook, bahkan saya sudah kalau jauh dari dia dalam masalah utak-atik di internet. Nyaris semua anak usia remaja dari SMP dan SMA punya akun Facebook dan memiliki akses untuk bisa internetan di mana-mana. Itulah salah satu yang mengganggu tradisi baca kita," ujar Nuim di hadapan puluhan pelajar se-Depok dalam acara tersebut.
Bahkan saking tingginya tingkat akses internet saat ini, tegas Nuim, dalam sebuah statistik yang dirilis dari tabulasi Google Analityc memasukkan dua kota di Indonesia yaitu kota Depok dan Yogykarta sebagai kota yang paling banyak mengakses kata kunci porno di internet.
"Orang yang sudah gandrung porno pasti akan malas baca buku karena pornografi itu addict. Makanya pelajar itu harus sabar, jika tidak sabar ya liat porno terus," ujarnya.
Nuim menuturkan, minat membaca penduduk di Indonesia memang masih rendah. Negara Indonesia dengan jumlah berpenduduk kurang lebih 165,7 juta jiwa, hanya memiliki jumlah terbitan buku sebanyak 50 juta per-tahun yang artinya sama saja satu buku di Indonesia dibaca oleh rata-rata lima orang, tutur Nuim.
"Kita kalah jauh sama Amerika, satu orang Amerika itu rata-rata membaca 4 sampai 5 judul buku. Lalu kita, bagaimana mau mengalahkan Amerika kalau baca buku saja malas, inginya nonton TV atau internetan saja," tambah Nuim.
Di Indonesia tayangan televisi tak berkualitas serta jauh dari nilai-nilai edukasi dan moral selalu saja tetap digandrungi. Kondisi ini justru berbeda dengan sikap yang mulai berkembang di Eropa. Masyarakat Eropa, tutur Nuim, yang telah muak dengan tayangan-tayangan televisi membuat gerakan masyarakat mematikan TV.
Nuim yang juga penulis produktif ini mengajak para pelajar untuk membangun tradisi baca dan menulis yang dulu menjadi tradisi para ulama serta tokoh-tokoh Islam masa lalu. Sehingga, lanjutnya, pelajar harus bisa memenjarakan diri untuk melawan pengaruh-pengaruh negatif dari luar karena itu bagian dari proses sabar.
"Anda pernah tidak mengerem untuk nggak buka Facebook dalam seminggu saja, atau tidak nonton TV sehari. Kalau ini coba Anda terapkan untuk memenjarakan sementara keinginan-keinginan itu, pasti Anda akan merasakan ada sesuatu yang berbeda. Anda akan akan lebih produktif," pesannya.
Ia mengimbuhkan sudah saatnya pelajar memanfaatkan internet sebagai media belajar yang baik seperti menggunakan tool Google Books untuk menelaah jurnal-jurnal ilmiah dan lain sebagainya. Daripada menghabiskan waktu berjam-jam di depan komputer line internet tanpa produktifitas yang jelas.*Hidayatullah.com