Winda tenggelam setelah boat sederhana yang ditumpanginya terbalik karena tak sanggup melawan arus sungai yang deras di kawasan Batu Katak, Desa Melidi, Kecamatan Simpang Jernih yang berada di pedalaman Kabupaten Aceh Timur.
Selain Winda, penumpang boat saat itu ada Geugeut Zaludiosanusa Annafi, Irma Yuna dan Hanafi. Keempat orang ini adalah guru SM3T yang bertugas di SMPN 2 Simpang Jernih yang terletak di Desa Melidi. Sedangkan dua korban tenggelam lainnya adalah Ahmad, juru kemudi atau tekong boat dan Martani yang bertugas sebagai kernet.
Di sore naas itu Hanafi dan Irma Yuna yang berasal dari Universitas Negeri Medan (Unimed) selamat karena sempat berpegangan pada jerigen. Tak lama kemudian mereka ditemukan oleh boat lain yang sedang melintas di kawasan itu. Sedangkan Winda dan Geugeut yang berasal dari UPI Bandung terseret arus, begitu juga dengan Ahmad dan Martani.
Dari empat korban tenggelam tersebut, yang pertama ditemukan adalah Ahmad. Jasad Ahmad ditemukan pada Rabu, 28 November 2012 kemarin sekitar pukul 07.00 wib. Ia ditemukan sekitar dua kilometer dari lokasi kejadian. Sedangkan Martani ditemukan menjelang tengah malam di hari yang sama, sekitar pukul 23.30 wib. Jasad Martani terseret arus sekitar 20 kilometer dari tempat kejadian. Sementara Winda, jasadnya ditemukan sekitar 80 kilometer dari lokasi tenggelam.
Lokasi Batu Katak memang terkenal sebagai daerah rawan di sepanjang sungai Simpang Jernih. Di daerah itu kondisi sungai agak gelap karena di sisi kiri dan kanannya diapit oleh dua gunung batu yang membentuk nyaris seperti terowongan. Karena itu para penduduk setempat selalu mengusahakan agar tidak berada di kawasan itu pada malam hari.
Sore Senin lalu, arus sungai Simpang Jernih sedang deras. Meski di daerah itu sedang tidak hujan, namun di hulu sedang terjadi banjir. Sungai tersebut melewati sungai Lokop dan berhulu ke Pinding, Kabupaten Gayo Lues. Kondisi air sungai saat itu juga keruh.
Pada petang Senin itu mereka baru saja pulang dari Kota Langsa, untuk mengikuti pertemuan pertama antar SM3T yang rencananya akan berlangsung setiap bulan. Mereka berangkat ke Kota Langsa pada Sabtu, 24 November 2012.
Meskipun Kecamatan Simpang Jernih berada di wilayah Kabupaten Aceh Timur, namun untuk sampai ke sana harus melalui Kuala Simpang, Kabupaten Aceh Tamiang. Dari sungai Kuala Simpang, harus menempuh perjalanan sekitar dua jam lewat jalur darat untuk sampai ke pusat kecamatan di Simpang Jernih. Namun, karena kondisi jalan yang sangat rusak masyarakat akhirnya lebih memilih transportasi sungai meskipun memakan waktu hingga tujuh jam. Sedangkan dari ibu kota kecamatan ke Desa Melidi satu-satunya jalur yang bisa ditempuh adalah sungai.
Dengan ditemukannya Winda, berarti korban tenggelam yang telah ditemukan berjumlah tiga orang. Sementara Geugeut hingga kini masih dalam proses pencarian. Sejak kabar tenggelam empat guru SM3T dan dua warga setempat tersebut tersiar, berbagai dukungan dan doa untuk mereka terus mengalir.
Di jejaring sosial doa-doa untuk Winda dan Geugeut khususnya, terus berdatangan, terutama dari teman-teman mereka di lingkungan kampus, sekolah dan masyarakat Bandung secara umum. Bukan hanya dari Jawa Barat, doa untuk mereka juga berdatangan dari berbagai pengguna jejaring sosial lainnya di berbagai daerah.
Musibah yang Menimpa empat guru SM3T tersebut memang sangat membekas bagi kita semua, terutama bagi para guru. Kejadian yang menimpa mereka bertepatan dengan HUT PGRI. Di Aceh Timur, upacara HUT PGRI yang berlangsung pada Selasa, 27 November kemarin dilakukan dengan suasana berkabung. Saat ini kita hanya bisa berdoa agar Geugeut bisa segera ditemukan. Mereka adalah pahlawan yang berperang melawan kebodohan.
Sumber : [The Atjeh Post ] (ihn)
Selain Winda, penumpang boat saat itu ada Geugeut Zaludiosanusa Annafi, Irma Yuna dan Hanafi. Keempat orang ini adalah guru SM3T yang bertugas di SMPN 2 Simpang Jernih yang terletak di Desa Melidi. Sedangkan dua korban tenggelam lainnya adalah Ahmad, juru kemudi atau tekong boat dan Martani yang bertugas sebagai kernet.
Di sore naas itu Hanafi dan Irma Yuna yang berasal dari Universitas Negeri Medan (Unimed) selamat karena sempat berpegangan pada jerigen. Tak lama kemudian mereka ditemukan oleh boat lain yang sedang melintas di kawasan itu. Sedangkan Winda dan Geugeut yang berasal dari UPI Bandung terseret arus, begitu juga dengan Ahmad dan Martani.
Dari empat korban tenggelam tersebut, yang pertama ditemukan adalah Ahmad. Jasad Ahmad ditemukan pada Rabu, 28 November 2012 kemarin sekitar pukul 07.00 wib. Ia ditemukan sekitar dua kilometer dari lokasi kejadian. Sedangkan Martani ditemukan menjelang tengah malam di hari yang sama, sekitar pukul 23.30 wib. Jasad Martani terseret arus sekitar 20 kilometer dari tempat kejadian. Sementara Winda, jasadnya ditemukan sekitar 80 kilometer dari lokasi tenggelam.
Lokasi Batu Katak memang terkenal sebagai daerah rawan di sepanjang sungai Simpang Jernih. Di daerah itu kondisi sungai agak gelap karena di sisi kiri dan kanannya diapit oleh dua gunung batu yang membentuk nyaris seperti terowongan. Karena itu para penduduk setempat selalu mengusahakan agar tidak berada di kawasan itu pada malam hari.
Sore Senin lalu, arus sungai Simpang Jernih sedang deras. Meski di daerah itu sedang tidak hujan, namun di hulu sedang terjadi banjir. Sungai tersebut melewati sungai Lokop dan berhulu ke Pinding, Kabupaten Gayo Lues. Kondisi air sungai saat itu juga keruh.
Pada petang Senin itu mereka baru saja pulang dari Kota Langsa, untuk mengikuti pertemuan pertama antar SM3T yang rencananya akan berlangsung setiap bulan. Mereka berangkat ke Kota Langsa pada Sabtu, 24 November 2012.
Meskipun Kecamatan Simpang Jernih berada di wilayah Kabupaten Aceh Timur, namun untuk sampai ke sana harus melalui Kuala Simpang, Kabupaten Aceh Tamiang. Dari sungai Kuala Simpang, harus menempuh perjalanan sekitar dua jam lewat jalur darat untuk sampai ke pusat kecamatan di Simpang Jernih. Namun, karena kondisi jalan yang sangat rusak masyarakat akhirnya lebih memilih transportasi sungai meskipun memakan waktu hingga tujuh jam. Sedangkan dari ibu kota kecamatan ke Desa Melidi satu-satunya jalur yang bisa ditempuh adalah sungai.
Dengan ditemukannya Winda, berarti korban tenggelam yang telah ditemukan berjumlah tiga orang. Sementara Geugeut hingga kini masih dalam proses pencarian. Sejak kabar tenggelam empat guru SM3T dan dua warga setempat tersebut tersiar, berbagai dukungan dan doa untuk mereka terus mengalir.
Di jejaring sosial doa-doa untuk Winda dan Geugeut khususnya, terus berdatangan, terutama dari teman-teman mereka di lingkungan kampus, sekolah dan masyarakat Bandung secara umum. Bukan hanya dari Jawa Barat, doa untuk mereka juga berdatangan dari berbagai pengguna jejaring sosial lainnya di berbagai daerah.
Musibah yang Menimpa empat guru SM3T tersebut memang sangat membekas bagi kita semua, terutama bagi para guru. Kejadian yang menimpa mereka bertepatan dengan HUT PGRI. Di Aceh Timur, upacara HUT PGRI yang berlangsung pada Selasa, 27 November kemarin dilakukan dengan suasana berkabung. Saat ini kita hanya bisa berdoa agar Geugeut bisa segera ditemukan. Mereka adalah pahlawan yang berperang melawan kebodohan.
Sumber : [The Atjeh Post ] (ihn)