Seni Tutur diperlombakan di ajang Koeta Radja Fiesta III yang
diadakan Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM) Seni Putroe Phang Unsyiah di Open
Stage Taman Budaya Banda Aceh, Sabtu
(29/12/2012). Seni tutur Aceh seperti
Hikayat, Nazam, Ca'e Aceh juga termasuk
dalam kategori seni tutur ini. Kita tentu masih
ingat almarhum Tgk. Adnan PMTOH yang mahsyur
dengan seni tuturnya dan Medya Hus yang
terkenal lewat karangan dike-dike nya. Para
sang trobador ini telah lama melanglang
b u a n a d i s e l u r u h A c e h u n t u k
memperkenalkan seni ini. Selain seni tutur
ini, ajang Koeta Radja Fiesta III ini juga
memperlombakan seni tari tradisi dan
pemilihan putroe ranup.
Tradisi tutur yang merupakan tradisi
tertua yang ada di muka bumi sekaligus
tradisi yang menjaga keberadaan sebuah
budaya dengan mencirikan bahasanya.
Begitu juga dengan tradisi tutur di
Minangkabau yang menjadikan masyarakat
ini tetap memegang teguh tradisi dengan
tradisi tutur dan juga tambo sebagai acuan.
Namun keberadaan tradisi ini mulai
terkikis dengan berkembangnya teknologi
yang menjadikan masyarakat lebih tertarik
mendengarkan radio dan televisi sebagai
bagian dari budaya atau tradisi
t u t u r i t u s e n d i r i
yang di dalamnya banyak pengaruh budaya
luar yang menjadikan cara pandang
masyarakat tradisi terbatas dalam bersikap
dan meyakini sesuatu yang berdasarkan
tradisi dan norma yang terkandung dalam
kehidupan masyarakat tersebut.
Seperti halnya cara berbicara yang
notabene ke-inggri-ingris-an, atau bagi
mereka yang tinggal di daerah yang belum
berkembang mencoba menyadur pola
hidup dan cara bersosial yang kekotaan
yang sudah barang tentu tidak cocok
dengan pola hidup masyarakat pedesaan
atau perkampungan.
Hal ini tentu
mengakibatkan berkurangnya minat
masyarakat untuk lebih mendalami nilai,
norma dan tradisi yang seharusnya dijaga
dan dilestarikan, baik itu secara individu
bagi yang ingin mendalaminya sebagai
suatu karya cipta seni maupun bagi
golongan yang sepantasnya mewarisi
b u d a ya d a n t ra d i s i t e r s e b u t d a n
berpandangan bahwa tradisi ini sangat
berkaitan dengan kebudayaan yang kita
punya serta kebanggaan yang kita miliki
sebagai bangsa yang berbeda-beda tetapi
tetap dalam satu negara kesatuan,
Indonesia.
Seperti daerah-daerah lainnya,
provinsi Aceh juga memiliki karya Sastra
yang beragam. Bahkan,hampir di setiap
kabupaten di Aceh mempunyai karyanya
m a s i n g - m a s i n g .
Sastra Aceh berkembang seiring
perkembangan peradaban dari abad ke
abad, dan baru dikenal pada abad ke 14,
namun sastra lisan telah berkembang
sejak Aceh dikenal pada abad ke 9. Aceh
sebagai bumi Seuramoe Mekkah,
mewariskan beragam corak Sastra
Islami. Dari Aceh pula pembaharuan
Sastra Melayu Indonesia yang memiliki
asset kekayaan generasi Sastra klasik.
Sampai saat ini Seni Sastra Aceh
seperti Narit Maja (peribahasa) Meurajah
(mantra), Hiem (teka-teki), panton
(pantun) serta Caé atau Syair masih
lestari dan cukup di gemari masyarakat.
Di gampông-gampông yang ada di Aceh,
Seni Sastra ini tidak pernah ditinggalkan
dan menjadi bagian dalam Implementasi
kehidupan local mereka, Melalui Seni
Sastra yang bercorak ragam lisan ini
pulalah, pesan-pesan disampaikan
kepada generasi ke generasi secara
turun-temurun. (Abrar)