Teuku Markam t u r u n a n Tu l e e b a l a n g , i a a d a l a h
penyumbang terbesar dari
emas Monas. Lahir tahun 1925. Ayahnya
Teuku Marhaban. Kampungnya Seuneudon
dan Alue Capli, Panton Labu Aceh Utara.
Sejak kecil Teuku Markam sudah menjadi
yatim piatu. Ketika usia 9 tahun, Teuku
Marhaban meninggal dunia. Sedangkan
ibunya telah lebih dulu meninggal. Teuku
Markam kemudian diasuh kakaknya Cut
Nyak Putroe. Sempat mengecap pendidikan
sampai kelas 4 SR (Sekolah Rakyat). Teuku
Markam tumbuh lalu menjadi pemuda dan
memasuki pendidikan wajib militer di Koeta
Radja (Banda Aceh sekarang) dan tamat
dengan pangkat letnan satu. Teuku Markam
bergabung dengan Tentara Rakyat
Indonesia (TRI) dan ikut pertempuran di
Tembung, Sumatera Utara bersama-sama
dengan Jendral Bejo, Kaharuddin Nasution,
B u s t a n i l A r i f i n d a n l a i n - l a i n .
Selama bertugas di Sumatera Utara,
Teuku Markam aktif di berbagai lapangan
pertempuran. Bahkan ia ikut mendamaikan
clash antara pasukan Simbolon dengan
pasukan Manaf Lubis.
Sebagai prajurit
penghubung, Teuku Markam lalu diutus
oleh Panglima Jenderal Bejo ke Jakarta
untuk bertemu pimpinan pemerintah. Oleh
pimpinan, Teuku Markam diutus lagi ke
Bandung untuk menjadi ajudan Jenderal
Gatot Soebroto. Tugas itu diemban Markam
sampai Gatot Soebroto meninggal dunia.
Adalah Gatot Soebroto pula yang
mempercayakan Teuku Markam untuk
bertemu dengan Presiden Soekarno. Waktu
itu, Bung Karno memang menginginkan
adanya pengusaha pribumi yang betulbetul
mampu menghendel masalah
perekonomian Indonesia. Tahun 1957,
ketika Teuku Markam berpangkat kapten
(NRP 12276), kembali ke Aceh dan
mendirikan PT Karkam. Ia sempat bentrok
dengan Teuku Hamzah (Panglima Kodam
Iskandar Muda) karena "disiriki" oleh orang
lain. Akibatnya Teuku Markam ditahan dan
baru keluar tahun 1958. Pertentangan
dengan Teuku Hamzah berhasil didamaikan
o l e h S j a m a u n G a h a r u .
Keluar dari tahanan, Teuku Markam
kembali ke Jakarta dengan membawa PT
Karkam. Perusahaan itu dipercaya oleh
Pemerintah RI mengelola pampasan perang
untuk dijadikan dana revolusi.
Selanjutnya
Teuku Markam benar-benar menggeluti
dunia usaha dengan sejumlah aset berupa
kapal dan beberapa dok kapal di
Palembang, Medan, Jakarta, Makassar,
Surabaya. Bisnis Teuku Markam semakin
luas karena ia juga terjun dalam ekspor -
impor dengan sejumlah negara. Antara lain
mengimpor mobil Toyota Hardtop dari
Jepang, besi beton, plat baja dan bahkan
s e m p a t m e n g i m p o r s e n j a t a a t a s
persetujuan Departemen Pertahanan dan
Keamanan (Dephankam) dan Presiden.
Komitmen Teuku Markam adalah
mendukung perjuangan RI sepenuhnya
termasuk pembebasan Irian Barat serta
pemberantasan buta huruf yang waktu itu
digenjot habis-habisan oleh Soekarno.
Hasil bisnis Teuku Markam konon juga ikut
m e n j a d i s u m b e r A P B N s e r t a
mengumpulkan sejumlah 28 kg emas untuk
ditempatkan di puncak Monumen Nasional
(Monas).
Sebagaimana kita tahu bahwa
proyek Monas merupakan salah satu
impian Soekarno dalam meningkatkan
harkat dan martabat bangsa. Peran Teuku
Markam menyukseskan Konferensi Tingkat
Tinggi (KTT) Asia Afrika tidak kecil berkat
bantuan sejumlah dana untuk keperluan
KTT itu.
Teuku Markam termasuk salah satu
konglomerat Indonesia yang dikenal dekat
dengan pemerintahan Soekarno dan
sejumlah pejabat lain seperti Menteri PU Ir
Sutami, politisi Adam Malik, Soepardjo
Rustam, Kaharuddin Nasution, Bustanil
A r i f i n , S u h a r d i m a n , p e n g u s a h a
Probosutedjo dan lain-lain. Pada zaman
Soekarno, nama Teuku Markam memang
luar biasa populer. Sampai-sampai Teuku
Markam pernah dikatakan sebagai kabinet
bayangan Soekarno.
Sejarah kemudian berbalik. Peran dan
sumbangan Teuku Markam dalam
membangun perekonomian Indonesia
seakan menjadi tiada artinya di mata
pemerintahan Orba. Ia difitnah sebagai PKI
dan dituding sebagai koruptor dan
Soekarnoisme. Tuduhan itulah yang
kemudian mengantarkan Teuku Markam ke
penjara pada tahun 1966. Ia dijebloskan ke
dalam sel tanpa ada proses pengadilan.
Pertama-tama ia dimasukkan tahanan Budi
Utomo, lalu dipindahkan ke Guntur,
selanjutnya berpindah ke penjara Salemba
Jln Percetakan Negara. Lalu dipindah lagi ke
t a h a n a n C i p i n a n g , d a n t e r a k h i r
dipindahkan ke tahanan Nirbaya, tahanan
untuk politisi di kawasan Pondok Gede
Jakarta Timur. Tahun 1972 ia jatuh sakit
dan terpaksa dirawat di RSPAD Gatot
Subroto selama kurang lebih dua tahun.
Peralihan kekuasaan dari Soekarno ke
Soeharto membuat hidup Teuku Markam
menjadi sulit dan prihatin. Ia baru bebas
tahun 1974. Ini pun, kabarnya, berkat jasajasa
baik dari sejumlah teman setianya.
Teuku Markam dilepaskan begitu saja tanpa
ada konpensasi apapun dari pemerintahan
Orba. "Memang betul, saat itu Teuku
Markam tidak akan menuntut hak- haknya.
Tapi waktu itu ia kan tertindas dan
teraniaya," kata Teuku Syauki Markam,
salah seorang putra Teuku Markam.
Soeharto selaku Ketua Presidium
Kabinet Ampera, pada 14 Agustus 1966
mengambil alih aset Teuku Markam berupa
perkantoran, tanah dan lain-lain yang
kemudian dikelola PT PP Berdikari yang
didirikan Suhardiman untuk dan atas nama
pemerintahan RI. Suhardiman, Bustanil
Arifin, Amran Zamzami (dua orang terakhir
ini adalah tokoh Aceh di Jakarta) termasuk
teman-teman Markam. Namun tidak
banyak menolong mengembalikan asset PT
Karkam. Justru mereka ikut mengelola
aset-aset tersebut di bawah bendera PT PP
Berdikari. Suhardiman adalah orang
pertama yang memimpin perusahaan
tersebut.
Di jajaran direktur tertera
Sukotriwarno, Edhy Tjahaja, dan Amran
Zamzami. Selanjutnya PP Berdikari
dipimpin Letjen Achmad Tirtosudiro, Drs
Ahman Nurhani, dan Bustanil Arifin SH.
P a d a t a h u n 1 9 7 4 , S o e h a r t o
mengeluarkan Keppres N0 31 Tahun 1974
yang isinya antara lain penegasan status
harta kekayaan eks PT Karkam/PT
Aslam/PT Sinar Pagi yang diambil alih
pemerintahan RI tahun 1966 berstatus
" p i n j a m a n " y a n g n i l a i n y a R p
411.314.924,29 sebagai penyertaan modal
negara di PT PP Berdikari. Kepres itu terbit
persis pada tahun dibebaskannya Teuku
Markam dari tahanan.
Proyek Bank Dunia
Sekeluar dari penjara, tahun 1974,
Teuku Markam mendirikan PT Marjaya dan
menggarap proyek-prorek Bank Dunia
untuk pembangunan infrastruktur di Aceh
dan Jawa Barat. Tapi tidak satupun dari
proyek-proyek raksasa yang dikerjakan PT
Marjaya baik di Aceh maupun di Jawa Barat,
mau diresmikan oleh pemerintahan
Soeharto. Proyek PT Marjaya di Aceh antara
lain pembangunan Jalan Bireuen -
Takengon, Aceh Barat, Aceh Selatan,
Medan-Banda Aceh, PT PIM dan lain-lain.
Teuku Syauki menduga, Rezim Orba sangat
takut apabila Teuku Markam kembali
bangkit. Untuk itulah, kata Teuku Syauki,
proyek-proyek Markam "dianggap" angin
lalu. Teuku Markam meninggal tahun 1985
akibat komplikasi berbagai penyakit di
J a k a r t a . S a m p a i a k h i r h a ya t n ya ,
pemerintah tidak pernah merehabilitasi
namanya. Bahkan sampai sekarang.
Sumber: http://kolom-biografi.blogspot.com