Sore itu, memang
s u d a h m e n j a d i j a d w a l
rutinitas saya untuk mengisi
sebuah radio swasta di
yogyakarta. Tema hari itu
sengaja saya mengangkat
t e n t a n g “ K e b a h a g i a n
A d a l a h P i l i h a n ” ,
karena satu hari sebelumnya salah
satu teman saya baru saja usai
m e l a k u k a n a k a d p e r n i k a h a n .
Menurut saya itu merupakan sebuah
awal kebahagian bagi mereka
berdua.
Saat sedang asiknya saya
menyampaikan materi tersebut, tibatiba
handphone saya berdering
memenuhi setiap sudut studio yang
sedang on air itu. Pertanda ada pesan
baru yang masuk. Saya langsung
merenguk handphone dari tas
disamping saya dengan niat untuk
menonaktifkannya. Ternyata, saya melihat
sebuah nomor asing yang sama sekali tidak
pernah mengenal siapa pemiliknya. Niat saya
berubah. Akhirnya saya membuka pesan
yang baru saja masuk itu.
Assalamualaikum Yevi, masih ingatkan
sama ibu tuti (bukan nama asli), dulu kita
pernah jumpa di mesjid Baiturrahman Banda
Aceh dan sempat ngobrol sebentar dan ibu
masih menyimpan nomor yevi. Senang
rasanya ibu bisa ngobrol dengan anak muda
seperti yevi. Nak, ibu mau nanyak, apakah
musibah yang pernah ibu ceritakan ke yevi
dulu itu karena dosa ibu, atau itu hanya
cobaan Allah saja buat ibu?. Mohon
penjelasannya nak, akhir-akhir ini ibu cemas
sekali, ibu nggak bisa tenang.”
Spontan perasaan saya berubah setelah
membaca isi dari pesan singkat tersebut.
Tidak seperti biasanya, pembicaraan saya
mendadak ikut berhenti sejenak. Padahal saat
itu siaran sedang mengudara. Saat itu pula
s a y a l a n g s u n g m e n g u b a h h a l u a n
pembicaraan dan beralih ke tema yang
bersangkutan dengan pertanyaan ibu tadi.
Saya memulai dengan mengutip sebuah kata
bijak, “Setiap kesulitan yang menimpa
kehidupan setiap makhluk, akan di sertai
dengan suatu kemudahan, dan setiap
kebahagian akan di sertai pula dengan suatu
tangisan”.
Dalam surat An-Nisaa ayat 79, Allah
SWT menjelaskan :
مَا أصَاَبكَ مِنْ حَسََنةٍ فمِنَ الِّلهَ وَمَا أصَاَبكَ مِنْ سََِّيئةٍ فمِنْ
نَفْسِكَ
“Nikmat apapun yang kamu terima, maka itu
dari Allah, dan bencana apa saja yang
menimpamu, maka itu karena (kesalahan)
dirimu sendiri.” Kemudian dalam surat Asy
Syuro ayat 30 Allah juga memperjelaskan :
وَمَا أصَاَبكُمْ مِنْ مُصِيَبةٍ فِبمَا كَسََبتْ أْيدِيكُمْ وََيعُْفو عَنْ كَِثيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu
maka adalah disebabkan oleh perbuatan
tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan
s e b a g i a n b e s a r ( d a r i k e s a l a h a n -
kesalahanmu)”
Saat pertama kali kita mendengar
kata musibah maka yang terbayang dalam
benak kita adalah bencana, kehilangan,
kecelakaan dan sebagainya. Berbicara
tentang bencana, dalam kamus bahasa
Indonesia disebutkan bahwa bencana itu
a d a l a h s e s u a t u y a n g m e n y e b a b k a n
(menimbulkan) kesusahan, kerugian, atau
penderitaan. Namun apakah musibah dan
bencana ada hubungannya dengan maksiat
dan dosa yang kita lakukan?
Oke. Baiklah coba kita perhatikan
salah satu firman Allah SWT setelah ini,
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu
maka adalah disebabkan oleh perbuatan
tanganmu sendiri”.
Pada saat turun ayat tersebut,
Rasulullah SAW juga pernah bersabda
“"Demi Allah yang jiwa Muhammad di
tangan-Nya, tidak ada satu luka, keringat, dan
terkilirnya kaki kecuali disebabkan dosa
(yang diperbuat), dan apa yang Allah
maafkan dari dirinya jauh lebih besar." (HR
al-Bayhaqi). Yap, ternyata segala musibah
dan bencana yang menimpa kita ada kaitan
erat dengan segala kesalahan dan dosa
maksiat yang kita lakukan. Sekecil apapun
kesalahan yang kita kerjakan ternyata Allah
SWT telah menyiapkan porsi balasannaya
yang setimpal, besar atau kecilkah.
Namun dibalik kepedihan dari
musibah itu sendiri Allah SWT telah
menyiapkan kabar gembira bagi mereka yang
bersabar. Luar biasa. Segala puji bagi Allah
yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.
Ternyata Allah SWT menjadikan musibah
sebagai penghapus atas segala dosa bagi
hambanya yang bersabar dan menerima
dengan lapang dada. Rasulullah SAW
bersabda terkait dengan hal ini, “"Demi Allah
yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidaklah
menimpa seorang mukmin suatu kesulitan,
cobaan, gelisah dan kesedihan kecuali Allah
hapuskan darinya dengan aneka musibah itu
semua kesalahan-kesalahannya, sampai duri
yang menusuknya pun diganjar seperti itu."
(HR Bukhari).
Jika saja kita memiliki cermin yang
dapat memperlihatkan betapa banyak dosa
yang kita lakukan, maka sewajarnya Allah
SWT telah membinasakan kita dari muka
bumi-Nya. Saudaraku, Renungilah! betapa
banyak kedhaliman dan kemaksiatan yang
kita lakukan, namun atas kasih sayang Allah
SWT sampai detik ini kedua mata kita masih
bisa membaca dengan baik dan jelas. “Jikalau
Allah SWT menghukum manusia karena
k e z a l i m a n n y a , n i s c a y a t i d a k a k a n
ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatu pun
dari makhluk yang melata, tetapi Allah
menangguhkan mereka sampai kepada waktu
yang ditentukan.
Maka apabila telah waktunya (yang
ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka
dapat mengundurkannya barang sesaatpun
dan tidak (pula) mendahulukannya." (Q.s.
An-Nahl: 61).
Disaat seseorang jauh dari cahaya
Islam, dapat dipastikan dia akan terjerumus
dalam kemaksiatan dan kedhaliman yang
tiada bertepi. Hidupnya penuh dengan
penderitaan. Jiwanya penuh dengan
kecemasan. Ketidaknyamanan menjadi
makanan yang selalu tersedia untuk
dihidangkan. Tidak ada terapi pengobatan
yang dapat menjanjikan penyembuhan
kecuali kembali kepada Allah SWT semata
dan bersegera mejemput hidayah-Nya.
Saudaraku, marilah kita renungin
sejenak, betapa jauh sudah perjalanan hidup
kita. Betapa banyak sudah kebaikan kita.
Betapa banyak sudah kejahatan dan
kemaksiatan yang telah kita lakukan bahkan
menjadi kebiasaan yang tidak pernah
bisa kita tinggalkan. Pintu taubat
masih terbuka lebar. Kapan lagi kalau
bukan sekarang. Waktu yang paling
berharga itu hanyalah sekarang.
Bukan kemarin apalagi esok hari
yang tiada pasti. Inilah saatnya.
Marilah sama-sama berlomba-lomba
dalam kebaikan, fastabiqul khairat.
Bukan berarti penulis lebih baik
daripada yang membaca. “Yang
paling mulia adalah mereka yang
bertakwa” Tidak ada jaminan seorang
guru lebih cepat masuk surga
ketimbang muridnya.
Namun yang terpenting kita selalu
berusaha melakukan yang terbaik seperti yang
Allah SWT harapkan dari kita. Dan selalu
berusaha mejemput hidayah-Nya Allah SWT
dari siapa saja dan dimana saja. Inilah saatnya
untuk kita kembali memperbaikan hubungan
kita dengan Allah SWT, semoga dengan
romantisnya hubungan kita dengan Allah
SWT dapat memberikan timbal balik yang
baik bagi kita semua. Amin ya rabbal'alamin.
*Penulis adalah Duta Pelajar Aceh Yogyakrta
2013.