Oleh : Sayed Muhammad Husen
S e b a g a i s e o r a n g d a ' i y a n g
mendambakan perubahan total dalam
masyarakat, topik apapun yang saya sodorkan
kepada Abu Muhammad tetap diresponnya
dengan serius. Dalam Dialog Serambi Masjid
sore itu, saya menawarkan topik
K e p e m i m p i n a n
P e m e r i n t a h a n
G a m p o n g . D i a
s e t u j u s a j a .
“Pertanggungja
w a b a n d i
yaumil akhir
nanti kepada
Allah Swt sama
s a j a s e t i a p
t i n g k a t a n
kepemimpinan,” kata
Abu Muhammad mengawali
pendapatnya.
Menurutnya, inti kepemimpinan Islam
adalah sejauhmana komitmen seseorang
menjalankan amanah kepemimpinan,
sehingga apapun kebijakan, program kegiatan
dan dan interaksinya dengan “gembalaannya”
dapat dipertanggungjawabkan di dunia dan
akhirat. Sebab, kepemimpinan dalam
Islam tidak berakhir di dunia saja.
Abu, bukakah tidak semua
keuchik atau para pemimpin formal di
level paling bawah itu memahami
perspektif ini. Mereka lebih
m e n g u t a m a k a n
pertanggungjaw
aban kepada
a t a s a n ,
memenuhi
ketentua
n yang
ber
laku
d a n
t a r g e t -
terget material.
“Itu terjadi akibat
pengetahuan dan pemahaman
mereka yang dangkal terhadap
kepemimpinan Islam. Dia
b e l u m b e l a j a r d a r i
kepemimpinan Rasulullah
Saw,” respon Abu Muhammad.
Karena itu, dia menyarankan
pendidikan khusus bagi keuchik. Harus
ada Sekolah Keuchik. Tidak boleh siapa
saja jadi keuchik. Atau, setelah jadi
keuchik mereka wajib belajar lagi dengan
standar kurikulum dan waktu tertentu.
Masyarakat pemilih pun tahu, keuchik
bukan dipilih dari sembarangan orang.
Apa muatan utama Sekolah Keuchik
itu Abu? Yang harus kita capai dari
pembinaan calon atau keuchik ini: para
pemimpin mendapatkam ilmu dan
pengalaman yang integralistik antara
wawasan syariah (Islam) dan leadership
(kepemimpinan). Misalnya, selama
“sekolah” tiga atau empat bulan dia bisa
belajar dasar-dasar ajaran Islam, sejarah
kepemimpinan Islam, leadership,
manajemen, sosiologi, psikologi sosial,
problem solving, regulasi, teknik rapat, dan
materi lain yang dapat buat silabusnya.
Abu Muhammad tak mau berpikir
tentang adanya keuchik atau pemimpin
gampong di daerah tertentu di Aceh yang
tidak beragama Islam. “Itu bukan urusan
kita. Itu hal kecil. Yang wajib kita urus,
bagaimana para pemimpin masyarakat
tidak tersesat atau malah menyesatkan
masyarakat. Kasian kalau di akhirat nanti
masuk neraka,” katanya. “Mereka harus
menjadi pemimpin islami,” tambahnya.
Dalam kondisi sekarang Abu, ketika
Sekolah Keuchik masih mimpi alias cet
langet, apa yang dapat dilakukan, sehigga
konsep kepemimpinan Islam dapat
tersosialisasi? Untuk itu, Abu Muhammad
menyarankan: pengajian-pengajian,
dakwah dan khutbah Jumat tidak melulu
membahas ibadah dalam pengertian
sempit. Harus dibahas juga hal-hal yang
terkait dengan muamalah, sosial
kemasyarakatan dan kepemimpinan dalam
Islam.
“Saya tidak memberi beban baru
kepada pekerja Islam, tapi mereka harus
sadari, bahwa Islam yang kita sebarkan
haruslah kaffah,” kata Abu Muhammad
sebagai kata akhir “diskusi” kami ba'da
Ashar itu di Serambi Masjid. Sayangnya
anda tak bisa berpartisipasi, karena Seri
Dialog Serambi Masjid ini imajiner belaka.
Mohon maaf.