Lamurionline.com--Perhatian
para keluarga wisudawan
dan puluhan wartawan langsung tersita pada Raeni, Selasa (10/6). Pasalnya,
wisudawan dari Jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi (FE) Unnes ini
berangkat ke lokasi wisuda dengan kendaraan yang tidak biasa. Penerima beasiswa
Bidikmisi ini diantar oleh ayahnya, Mugiyono, menggunakan becak.
Mengapa becak?
Ayahanda Raeni memang bekerja sebagai tukang becak yang saban hari mangkal tak
jauh dari rumahnya di Kelurahan Langenharjo, Kendal. Pekerjaan itu dilakoni
Mugiyono setelah ia berhenti sebagai karyawan di pabrik kayu lapis. Sebagai
tukang becak, diakuinya, penghasilannya tak menentu. Sekira Rp10 ribu – Rp 50
ribu. Karena itu, ia juga bekerja sebagai penjaga malam sebuah sekolah dengan
gaji Rp450 ribu per bulan.
Meski dari keluarga
kurang mampu, Raeni berkali-kali membuktikan keunggulan dan prestasinya.
Penerima beasiswa Bidikmisi ini beberapa kali memperoleh indeks prestasi 4.
Sempurna. Prestasi itu dipertahankan hingga ia lulus sehingga ia ditetapkan
sebagai wisudawan terbaik dengan Indeks Prestasi Komulatif (IPK) 3,96. Dia juga
menunjukkan tekad baja agar bisa menikmati masa depan yang lebih baik dan
membahagiakan keluarganya.
“Selepas lulus
sarjana, saya ingin melanjutkan kuliah lagi. Penginnya melanjutkan (kuliah) ke
Inggris. Ya, kalau ada beasiswa lagi,” kata gadis yang bercita-cita menjadi
guru tersebut, seperti dikutipUnnes.ac.id.
Tentu saja
cita-cita itu didukung ayahandanya. Ia mendukung putri bungsunya itu untuk
berkuliah agar bisa menjadi guru sesuai dengan cita-citanya.
“Sebagai orang tua
hanya bisa mendukung. Saya rela mengajukan pensiun dini dari perusahaan kayu
lapis agar mendapatkan pesangon,” kata pria yang mulai menggenjot becak sejak
2010 itu.
Rektor Prof Dr
Fathur Rokhman MHum mengatakan,apa yang dilakukan Raeni membuktikan tidak ada
halangan bagi anak dari keluarga kurang mampu untuk bisa berkuliah dan
berprestasi.
“Meski berasal dari
keluarga dengan kondisi ekonomi yang kurang, Raeni tetap bersemangat dan mampu
menunjukkan prestasinya. Sampai saat ini Unnes menyediakan 26 persen dari
jumlah kursi yang dimilikinya untuk mahasiswa dari keluarga tidak mampu. Kami
sangat bangga dengan apa yang diraih Raeni,” katanya.
Ia bahkan yakin,
dalam waktu tak lama lagi akan terjadi kebangkitan kaum dhuafa. “Anak-anak dari
keluarga miskin akan segera tampil menjadi kaum terpelajar baru. Mereka akan
tampil sebagai eksekutif, intelektual, pengusaha, bahkan pemimpin republik
ini,” katanya.
Harapan itu terasa
realistis karena jumlah penerima Bidikmisi lebih dari 50.000 per tahun. Unnes
sendiri menyalurkan setidaknya 1.850 Bidikmisi setiap tahun.
[Unnes/Dakwatuna/BersamaDakwah]