OLEH : BAIHAQI,S.Pd *
Kiblat adalah segala sesuatu
yang ditempatkan di
muka, atau sesuatu yang
kita menghadap kepadanya, jadi secara
harfiah kiblat mempunyai pengertian arah
ke mana orang
m e n g h a d a p .
Oleh karena itu
Ka'bah disebut
sebagai kiblat
karena menjadi
a r a h y a n g
kepadanya orang
harus menghadap dalam mengerjakan
shalat. Penentuan arah kiblat pada
hakikatnya adalah menentukan posisi
Ka'bah dari suatu tempat di permukaan
bumi, atau sebaliknya
Dalam Alquran, dijelaskan pada ayat 144
dari Surat al-Baqarah yang artinya :
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu
menengadah ke langit, maka sungguh
Kami akan memalingkan kamu ke kiblat
yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke
arah Masjidil Haram. Dan dimana saja
kamu berada, palingkanlah mukamu ke
arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang
(Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab
(Taurat dan Injil) memang mengetahui,
bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu
adalah benar dari Tuhannya; dan Allah
sekali-kali tidak lengah dari apa yang
mereka kerjakan”
Secara historis cara penentuan arah
k i b l a t d i I n d o n e s i a m e n g a l a m i
perkembangan sesuai dengan kualitas
dan kapasitas intelektual di kalangan
kaum muslim.
Perkembangan penentuan
arah kiblat ini dialami oleh kaum muslimin
secara antagonistis, artinya suatu
kelompok telah mengalami kemajuan
jauh ke depan sementara kelompok
lainnya masih mempergunakan sistim yang
dianggap sudah ketinggalan zaman.
Realitas empiris semacam ini
disebabkan beberapa faktor antara lain
adalah tingkat pengetahuan kaum
muslimin yang beragam.
Menghadap ke arah kiblat menjadi
syarat sah bagi umat Islam yang hendak
menunaikan shalat baik shalat fardhu lima
waktu sehari semalam atau shalat-shalat
sunat yang lain. Para ulama sepakat bahwa
menghadap kiblat (istiqbal al-qiblah) wajib
hukumnya bagi orang yang shalat. Bagi
orang yang dapat melihat Ka'bah, arah
kiblatnya adalah bangunan Ka'bah ('ainul
Ka'bah) itu sendiri.
Dalilnya firman Allah SWT
(artinya) : “Dan dari mana saja kamu
keluar, maka palingkanlah wajahmu ke
arah Masjidil Haram.” (QS al-Baqarah :
149). Imam Qurthubi berkata,”Ayat ini
berlaku untuk orang yang melihat Ka'bah.”
Imam Syafi'i berkata,”Orang Mekkah yang
dapat melihat Ka'bah, harus tepat
menghadap ke
b a n g u n a n
Ka'bah ('ainul
bait).”
Sedang
kan bagi orang
yang tidak dapat
m e l i h a t
b a n g u n a n
Ka'bah ('ainul
ka'bah), yang
wajib adalah
menghadap ke arah Ka'bah (jihatul Ka'bah)
Untuk melakukan perhitungan
arah kiblat diperlukan alat hitung yang
berupadaftar logaritma atau kalkulator.
Oleh karena rumus-rumus yang
diperlukan memakaikaidah-kaidah ilmu
u k u r b o l a . M a k a d e n g a n
m e m p e r h i t u n g k a n s c i e n - t i f i c
calculator,proses perhitungan dapat
dilakukan dengan mudah, tanpa harus
menggunakan daftarlogaritma.Untuk
perhitungan arah kiblat, ada tiga buah titik
yang diperlukan, yaitu:
Ilmu ini juga dipergunakan untuk
menentukan rute penerbangan jarak
pendek, pelayaran, misi peluru kendali, dan
lain-lain. Apalagi untuk menentukan posisi
satelit penghitungannya sangat kompleks.
Perkembangan keteraturan matahari, bumi
beredar mengelilingi matahari, arah timur
dan barat, juga yang lainnya.
Karena ilmu ini berkembang, maka
perkembangan berikutnya ilmu ini dipakai
juga untuk menetapkan arah kiblat agar
peribadatan kita lebih tertib dan teratur.
Namun bukan berarti ilmu ini posisinya di
atas fiqh, keberadaan ilmu ini untuk
melengkapi supaya terjadi sinergitas antara
fiqh dan sains. Tidak mungkin sains
mengadili Al-Qur`an dan Hadits.
Mekkah sendiri terletak pada
21°25'21.2“ Lintang Utara, 39°49'34.1“
Bujur Timur, dengan Elevasi 304 mdpl.
Mekkah berjarak sekitar 8000 km dari
Indonesia yang apabila kiblat tersebut asalasalan
dibuat dan jika terjadi kesalahan satu
d e r a j a t s a j a d i I n d o n e s i a m a k a
menyebabkan penyimpangan besar, sekitar
111 km pada jarak tersebut.
Abdul Kadir Karding juga
mengungkapkan bahwa penyebab masjid
salah kiblat murni karena faktor human
error. “tidak (akibat gempa), tetapi karena
keterbatasan alat, karena pada zaman
dahulu masih memakai alat tradisional,
sedangkan sekarang dapat menggunakan
satelit. Jadi akurasinya jauh berbeda”.
Penentuan arah kiblat dengan
menggunakan kaidah-kaidah ilmu sains
dan teknologi terdengar masih awam di
telinga kita, namun islam telah memberikan
kemudahan bagi kita untuk menentukan
atau mengakuratkan kembali arah kiblat
secara alami melalui proses gejala alam
yaitu dengan melihat posisi matahari yang
akan berada tepat diatas Kakbah ( Hari
Rashdul Kiblat ), yaitu pada tanggal 28 Mei
pukul 16:18 WIB (09:18 GMT) dan pada
tanggal 16 Juli pukul 16:27 WIB (09:27
GMT) setiap tahunnya.
Dengan kita menacapkan tiang
ataupun kayu yang lurus diatas wadah yang
betul-betul datar yang terkena sinar
matahari pada jam yang benar-benar
akurat, maka akan menghasilkan bayangan
yang akan menghadap kearah Kakbah (
kiblat ) melihat posisi matahari tersebut,
maka secara sederhana kita akan bisa
menentukan arah Kiblat dari tempat kita
berada secara tepat. Walaupun hari Rashdul
kiblat telah terlewatkan pada Bulan Mei,
namun masih ada kesempatan pada bulan
Juli natinya, semoga diberkahi oleh Allah
SWT.
Penulis adalah Alumnus Pendidikan
Geografi Perguruan Tinggi Al-Washliyah