Foto : Zuhri |
Report By AL-ZUHRI
Alumnus
Education Coordinating Board Mandarin of Aceh, penerima China Scholarship Council pada Studi
Master Communication Studies di Huazhong
University of Science and Technology melaporkan dari Harbin, China
“BRRR”, menjadi kata pertama yang impulsif keluar dari mulut saat menginjakkan kaki di Kota Es untuk pertama kalinya. Pujian agung kepada Allah, kali ini lis target resor wisata saya satu persatu terkabul di sela-sela bergelut dengan thesis yang runyam menggunakan Mandarin. Rekan-rekan seinternasional yang balik ke negara masing-masing dilibur musim dingin tidak membuat saya merasa kesepian, sebab saya memanjakan diri pula dengan berdarmawisata ke Harbin, China Utara yang menjadi tetangga Mongolia, Rusia, dan Korea Utara. Ibu kota Heilongjiang ini selain dijuluki “Kota Es” juga difamiliarkan pula dengan ungkapan “Oriental Moscow”, “Mutiara di Leher Angsa”, dan beberapa sebutan lainnya yang jelas menggambarkan berbagai sisi yang bisa mewakili kota tersebut.
Temperatur cuaca Harbin di hari persiapan keberangkatan sempat mencapai -24 °C. Namun syukurnya saat tiba di sana udara mulai sedikit jinak di kisaran -13 °C, walaupun salju terus saja bergulir jatuh menimbun lantai bumi. Semakin mengakhiri februari ini udara semakin membeku. Tapi bagaimanapun ini sudah menjadi kota wajib yang terurut dalam lis pertualangan saya, walau dingin dan jauh menjadi resiko untuk mencapainya. Setidaknya, tak bisa ke Rusia bisa digantikan oleh Harbin untuk saat ini, lantaran di sini terdapat beberapa bangunan khas negara beruang putih itu.
Cuacanya yang begitu saja sudah membuat jemari saya berhenti berfungsi untuk membidik objek-objek eksotis. Untungnya informasi dan rekomendasi dari teman yang pernah ke sana sangat banyak membantu. Saya pun membekali trip dengan “re tie” sejenis koyok panas yang seharusnya digunakan untuk tubuh sedang saya gunakan di jemari dan telapak tangan. Tubuh alhamdulillah tercukupi dengan hangatnya pakaian tebal dan syal yang saya kenakan, sedang tangan masih mampu ditembus dinginya suhu.
Perlu kita ketahui musim dingin berlalu sangat panjang di sini, entah bagaimana orang-orang masih mau menghuni kota ini pikir saya. Pun begitu, musim dingin di sini tidaklah lebih ekstrim dari Antartika yang mampu menyentuh -89 °C.
Tak terbayangkan sebelumnya dinginnya Harbin bakal seperti yang saya rasakan kini. Syukurnya di hotel yang saya adari dilengkapi heater dan selimut tebal. Sedang jika berada di alam terbuka hanya filled coats, scarf, gloves, long john, sweater, winter boots, lip balm, pelembab serta koyok panas jadi tameng bertahan di cuaca yang merobohkan kehangatan tubuh. Tidak saja tubuh, bahkan baterai mobile dan camera juga tak dapat bertahan panjang walaupun baru dicas.
Di saat begini, ski menjadi winter sport yang digemari. Dengan price 160 saya memperoleh dua jam-an berseluncur di Mingdu Ski Field dengan alat yang mereka akomodasi. Mingdu Ski Field terletak di Haping Road, Dongli District tak seberapa jauh dari stasiun bis Zhiyejishu Xueyuan. Mingdu adalah sebuah resor taman ski selain Yabuli Ski Resort yang sudah dikenal luas dan ramai pengunjungnya.
Jarak yang jauh dari hotel dan cuaca yang dingin menyayat bukan pilihan bagi saya untuk ke Yabuli, toh di Mingdu saja bisa memiliki kesempatan yang sama untuk bermain ski.
Mingdu juga menyediakan ski lift untuk memboyong para pemain yang ingin mencoba eksekusi dari puncak hingga berseluncur girang sampai ke dasar bukit menyusuri lautan salju. Tidak mudah memang olahraga yang satu ini untuk awal pertama mencoba, tapi ketika telah banyak mengetahui triknya pasti akan ketagihan.
Bermain ski butuh keseimbangan dan sikap yang tenang untuk mendapatkan kenikmatan berseluncur di hamparan putih yang dingin dan licin. Ski menjadi olahraga musim dingin yang menyenangkan untuk dicoba selain snow board dan ice skating.
Dengan dilengkapi dua papan seluncur yang dipasangkan di kaki dan tongkat yang dimainkan di kedua tangan guna memperoleh keseimbangan laju pergerakan saya mulai berseluncur.
Untuk keamanan dan kemudahan di sana juga ada pelatihnya jika ini menjadi awal pertama kali bagi sahabat bermain ski dan itu jelas akan dikenakan biaya tambahan.
Jelak bermain ski, next trip saya menuju Harbin Ice-Snow World dan Sun Island Park untuk melihat pahatan es yang dibuat menjadi berbagai wujud artistik menawan. Sayangnya, setiba di sana waktu kunjungan telah berakhir karena keasikan bermain ski. Alhasil, saya harus kembali pulang dalam dekapan dingin yang dahsyat.
Baru esoknya saya memiliki kesempatan untuk melihat bagaimana balok-balok es besar yang diukir dalam berbagai bentuk di Zhongyang Pedestrian Street dan Harbin Ice Light Garden Party. Ini turut menjadi target darmawisata yang tak terlupakan dalam memori.
Malahan, di Sun Island Park disetiap tahunnya menyelenggarakan International Snow Sculpture Art Expo.
Pemahatnya berasal dari berbagai negara yang saling unjuk kebolehannya dalam seni ukir, menjadikan salju dan balok-balok es menjadi berbagai wujud replika bangunan, patung, wahana mainan anak, dan sebagainya baik dalam skala kecil maupun besar. Feeling di pahatan-pahatan tersebut tambah membuai dengan ayunan musik, atraksi kembang api, dan pemasangan cahaya warna-warni lampu. Festival ini saban tahun diadakan yang setiap 5 januari menjadi gerbang awal acaranya dilangsungkan.
Ditambah ada bangunan berdekorasi Rusia tertancap elok turut menampilkan sisi berbeda dari hamparan kotanya seperti Saint Sophia dan Volga Monar.
Bagi saya, China menjadi tujuan pendidikan menarik tidak saja karena menjadi tempat belajar yang aman, jauh dari itu juga mengakomodir tempat wisata bagus lagi menarik untuk dikunjungi terlepas ada kebiasan-kebiasan penduduknya yang menurut kita kurang baik.
Tapi yang jelas dimanapun tempatnya adalah alam Allah yang terkembang luas yang gratis dinikmati untuk disyukuri siapapun. Sebab bersyukur bukan berarti harus berharta dulu, Sebab bersyukur bukan berarti harus bertahta dulu, sebab bersyukur bukan berarti harus bahagia dulu, karena mati tidak menunggu semua itu.