Oleh:Nursalmi,S.Ag

Kebiasaan ummat muslim  menyambut bulan suci Ramadhan denga penuh suka cita. Persiapannya pun luar biasa. Mulai dari persiapan bahan makanan sampai persiapan finansial untuk satu bulan. Karena begitu khawatirnya kalau kalau saat puasa kehabisan stok makanan. Padahal puasa adalah untuk melatih diri hidup sederhana dengan cara mengurangi porsi makanan yang tidak seperti biasanya. 

Persiapan berbuka puasa pun kadang melimpah ruah dengan berbagai macam menu makanan dan minuman. Jajanan menu ta’jil yang di jual sepanjang jalan juga sangat menggoda, rasanya semua ingin dibeli dan semua ingin disantap saat berbuka. Secara normal kita melihat makanan dan minuman tersebut tidak mungkin habis untuk dimakan dalam satu malam. Itulah nafsu yang selalu menggoda, kalau saat sedang berpuasa rasanya semua ingin dimakan. Padahal yang dimakan hanya sedikit sekali berbanding dengan yang dipersiapkan. Selebihnya kemana ? Kalau ada yang lebih baru disedekahkan untuk kucing atau ayam di belakang rumah. Kadang kucing pun tidak mau lagi, karena binatang yang satu ini sangat selektif dalam memilih makanan, dia tidak mau diberikan makanan yang sudah basi. Akhirnya yang kita lihat tidak sedikit makanan yang dibuang ke tempat sampah. 

Itulah fenomena yang terjadi di sekeliling kita, yang tidak luput dari budaya konsumtif dan hedonisme. Menganggap barang merupakan ukuran kebahagiaan hidup, dan kebaikan yang pokok dalam kehidupan adalah kenikmatan. 

Ibadah puasa mengajarkan kita pola hidup sederhana yang ideal. Makan yang biasanya tiga kali sehari dikurangi menjadi dua kali, yaitu saat sahur dan waktu berbuka. Itupun disunnahkan dengan beberapa biji kurma dan air putih saja. Sementara di siang hari tidak mengeluarkan biaya untuk makan siang dan tidak ada ngopi atau makanan lainnya. Secara logika berarti selama bulan Ramadhan biaya hidup lebih murah berbanding dengan bulan yang lain.  Akan tetapi mengapa justru sebaliknya, di bulan Ramadhan biasanya membutuhkan biaya yang lebih besar. Karena makan yang seharusnya dua kali sehari, tetapi sudah lebih dari dua kali bahkan berkali kali, melebihi makan hari hari di saat tidak berpuasa. 

Allah menyuruh ummat-Nya berpuasa untuk menguji keimanan dengan merasakan lapar dan dahaga, mampukah kita merasakannya sebagaimana yang biasa dirasakan oleh saudara saudara kita yang kekurangan makanan. Jangankan untuk makan berulang kali atau tiga kali sehari, bahkan untuk makan sehari sekali saja belum tentu mereka punya. 

Puasa Ramadhan ini sebagai momentum untuk melatih diri dengan kehidupan sederhana. Mampukita menjalankannya selama satu bulan. Hal ini coba kita biasaka terus di luar bulan Ramadhan. Makan secukupnya saja, seperti yang dicontohkan Rasulullah, “makan ketika lapar dan berhenti sebelum kenyang”. Yang penting bukan banyaknya porsi makanan akan tetapi kualitasnya mencukupi nilai gizi yang dibutuhkan tubuh. Gizipun tidak harus mahal. 

Setiap kita hendak makan maka bayangkanlah saudara saudara kita di berbagai belahan dunia yang tidak punya makanan. Dengan demikian akan menyadari kita untuk tidak makan secara berlebihan. Allah juga melarang kita makan berlebihan, sebagaimana firman-Nya, 

‎وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ 

“Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.

Semoga puasa Ramadhan ini bisa kita ambil ibrah dalam melatih diri untuk hidup sederhana. Tidak terlalu konsuntif dan hedonis, agar kita bisa menyisihkan sebahagiannya untuk berbagi dengan orang orang yang berkekurangan, karena dalam harta kita ada hak orang lain yang harus kita tunaikan.
SHARE :
 
Top