Oleh Sri Suyanta Harsa
sumber ilustrasi: swarnanews |
Muhasabah Yaumul Bidh Ke-3, 15 Rajab 1441
Saudaraku, bila muhasabah yang baru lalu mengulangkaji tentang larangan mendekati pohon dusta, maka hari ini, kita akan terus berhati-hati untuk tidak mendekati pohon fitnah. Jadi titah "walaa taqraba haadihi al-syajarah", dipahami jangan kamu sekalian mendekati pohon - fitnah - ini!
Fitnah merupakan akhlak tercela, bahkan dalam al-Qur'an dinyatakan sebagai kejahatan yang melebihi daripada pembunuhan, karena fitnah disetarakan dengan perilaku syirik seperti yang disebut dalam al-Qur'an surat al-Baqarah 191.
Adapun secara umum, fitnah dipahami sebagai tindakan menjelek-jelekkan orang lain dengan mengarang cerita bohong tanpa fakta kebenarannya. Sementara menyebarkan fakta akan kekurangan orang lain disebut dengan ghibah. Baik fitnah maupun ghibah merupakan akhkak tercela yang harus dijauhi.
Allah berfirman yang artinya, wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.(Qs. Al-Hujurat 12)
Dengan fitnah murahan yang sengaja dihembus-hembuskan oleh orang jahat, maka orang baik-baik bisa tercemar namanya, dapat terhenti kariernya, bisa diturunkan dari jabatannya, dapat terbunuh karakternya dan seterusnya. Kalau seperti ini, apa tidak lebih berbahaya daripada pembunuhan?
Oleh karena itu, setiap orang harus ekstra hati-hati, terutama saat-saat berkumpul dengan sesamanya seperti di kantor, kantin, cafe, atau warung kopi. Rasanya kalau tidak membicarakan orang lain, kok bukan ngopi, rasanya. Bahkan ada yang pergi ngopi ya untuk ngerumpi atau membicarakan orang lain. Nah inilah yang rentan disusupi dengan ilham fujur, sehingga tak disadarinya sudah menggunjing, bahkan memfitnah sesamanya. Seolah-olah, ngopi tanpa ngrumpi bagaikan makan tanpa lauk pauk penyedapnya.
Coba, kalau minum kopi itu setiap hari dan yang ngopi itu identik dengan kaum laki-laki, maka jangan-jangan ngrumpi, ghibah atau bahkan fitnah lebih sering terjadi pada laki-laki. Artinya tidak seperti opini stereotipe bahwa ngrumpi dan nggunjing itu identik dengan kaum perempuan. Tetapi tetap saja, bahwa ngrumpi, ghibah dan fitnah bisa dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, bagaimanapun medianya.
Ketika dapat menjauhkan diri dari ngrumpi, ghibah apalagi fitnah, maka layak mensyukurinya. Mensyukurinya baik di hati, lisan maupun perbuatan nyata. Pertama, mensyukuri di hati dengan meyakini sepenuhnya bahwa ngrumpi, ghibah dan fitnah merupakan akhlak tercela yang harus dihindari karena dapat lebih kejam daripada "membunuh" sesamanya. Kedua, mensyukuri di lisan dengan senantiasa memujiNya seraya memperbanyak mengucapkan alhamdulillahi rabbil 'alamin. Dengan memujiNya, semoga Allah menjauhkan diri kita dari ghibah dan fitnah. Ketiga, mensyukuri dengan perilaku konkret yaitu istiqamah berlaku dalam ketaatan kepadaNya seraya menghindari langkah-langkah atau aktivitas yang meniscayakan ghibah apalagi fitnah. Misalnya mengurangi kumpul-kumpul yang tidak jelas keperluannya.
Sehubungan dengan tema muhasabah hari ini, maka dzikir pengkodisian hati penyejuk kalbu guna menjemput hidayahNya adalah membasahi lisan dengan lafal ya Allah ya Haq ya Allah ya Syaahid. Ya Allah, zat yang maha benar, yang maha menjadi saksi, kami berlindung kepadaMu ya Rabb dari ghibah dan fitnah.
Fitnah merupakan akhlak tercela, bahkan dalam al-Qur'an dinyatakan sebagai kejahatan yang melebihi daripada pembunuhan, karena fitnah disetarakan dengan perilaku syirik seperti yang disebut dalam al-Qur'an surat al-Baqarah 191.
Adapun secara umum, fitnah dipahami sebagai tindakan menjelek-jelekkan orang lain dengan mengarang cerita bohong tanpa fakta kebenarannya. Sementara menyebarkan fakta akan kekurangan orang lain disebut dengan ghibah. Baik fitnah maupun ghibah merupakan akhkak tercela yang harus dijauhi.
Allah berfirman yang artinya, wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.(Qs. Al-Hujurat 12)
Dengan fitnah murahan yang sengaja dihembus-hembuskan oleh orang jahat, maka orang baik-baik bisa tercemar namanya, dapat terhenti kariernya, bisa diturunkan dari jabatannya, dapat terbunuh karakternya dan seterusnya. Kalau seperti ini, apa tidak lebih berbahaya daripada pembunuhan?
Oleh karena itu, setiap orang harus ekstra hati-hati, terutama saat-saat berkumpul dengan sesamanya seperti di kantor, kantin, cafe, atau warung kopi. Rasanya kalau tidak membicarakan orang lain, kok bukan ngopi, rasanya. Bahkan ada yang pergi ngopi ya untuk ngerumpi atau membicarakan orang lain. Nah inilah yang rentan disusupi dengan ilham fujur, sehingga tak disadarinya sudah menggunjing, bahkan memfitnah sesamanya. Seolah-olah, ngopi tanpa ngrumpi bagaikan makan tanpa lauk pauk penyedapnya.
Coba, kalau minum kopi itu setiap hari dan yang ngopi itu identik dengan kaum laki-laki, maka jangan-jangan ngrumpi, ghibah atau bahkan fitnah lebih sering terjadi pada laki-laki. Artinya tidak seperti opini stereotipe bahwa ngrumpi dan nggunjing itu identik dengan kaum perempuan. Tetapi tetap saja, bahwa ngrumpi, ghibah dan fitnah bisa dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, bagaimanapun medianya.
Ketika dapat menjauhkan diri dari ngrumpi, ghibah apalagi fitnah, maka layak mensyukurinya. Mensyukurinya baik di hati, lisan maupun perbuatan nyata. Pertama, mensyukuri di hati dengan meyakini sepenuhnya bahwa ngrumpi, ghibah dan fitnah merupakan akhlak tercela yang harus dihindari karena dapat lebih kejam daripada "membunuh" sesamanya. Kedua, mensyukuri di lisan dengan senantiasa memujiNya seraya memperbanyak mengucapkan alhamdulillahi rabbil 'alamin. Dengan memujiNya, semoga Allah menjauhkan diri kita dari ghibah dan fitnah. Ketiga, mensyukuri dengan perilaku konkret yaitu istiqamah berlaku dalam ketaatan kepadaNya seraya menghindari langkah-langkah atau aktivitas yang meniscayakan ghibah apalagi fitnah. Misalnya mengurangi kumpul-kumpul yang tidak jelas keperluannya.
Sehubungan dengan tema muhasabah hari ini, maka dzikir pengkodisian hati penyejuk kalbu guna menjemput hidayahNya adalah membasahi lisan dengan lafal ya Allah ya Haq ya Allah ya Syaahid. Ya Allah, zat yang maha benar, yang maha menjadi saksi, kami berlindung kepadaMu ya Rabb dari ghibah dan fitnah.
0 facebook:
Post a Comment