Oleh Sri Suyanta Harsa
sumber ilustrasi: medcom.id |
Muhasabah Yaumul Bidh, Hari Putih Ke-2, 14 Syakban 1441
Saudaraku, seperti sebulan lalu, bulan purnama hadir lagi sebentar malam sampai esok hari. Ya, purnama itu rembulannya tampak sesempurna wujud penciptaan yang Allah tetapkan baginya sebagaimana sunatullahNya. Saat-saat purnama inilah rembulan yang putih akan tampak seputih-putihnya; yang bundar akan kelihatan sebundar-bundarnya, yang terang akan menerangi malam seterang kekuatannya, yang indah seindah-indahnya.
Mengingat tampilannya yang utuh seutuh-utuhnya, maka membawa suasana yang berbeda dengan sebelum atau sesudahnya. Insan dan segenap makhluk di bumi merasakannya menjadi bagian dari karunia Allah ta'ala. Betapa tidak! Hampir semua bisa mensyukurinya dengan ragam perasaan dan aktivitas yang berbeda-beda.
Bagi tuan puan yang tinggal di perkotaan yang gebyar dan hingar bingar lampu merkuri yang hampir ada di setiap sudut jalan, barangkali tidak begitu merasakan terangnya purnama, tetapi bagi tuan puan yang tinggal di desa-desa akan terasa indahnya malam hari diterpa sinar lembayungnya pernama.
Sebagaimana sebelum kebijakan lockdown dan social distancing diberlakukan, lazimnya anak-anak begitu riang sepulang mengaji dari balai semebeut atau rangkang desa terdekat, kini mereka menikmati purnama usai mengaji dan belajar di rumah masing-masing. Dengan diawasi orang tua, mereka bersuka ria sembari bermain perak umpet atau main sepeda di halaman. Demikian juga para pihak lainnya.
Bila secara lahiriah, kehadiran purnama begitu "mempesona", maka sejatinya secara substantif, purnama juga mengajarkan banyak hal. Di antara yang paling penting adalah, purnama mengajarkan proses atau siklus kehidupan, menerangi bumi saat gulita sekalipun, dan akhirnya kembali ke peraduannya..
Pertama, purnama itu sebuah pase yang sambung menyambung dengan sebelum dan setelahnya. Sesempurna bentuk dan keadaannya merupakan pragmen atau capaian dari proses tertentu berawal bulan sabit di tanggal 1 dan nantinya setelah purnama juga terus surut surut mengecil sampai bulan sabit kembali di tanggal 29 atau 30 dan akhirnya kembali ke peraduannya.
Barangkali semua kita, meski tidak menyadari sepenuhnya, juga melalui fase-fase dimaksud, lahir kecil, balita, remaja, dewasa sebagai puncak kematangan, lalu menua dan meninggal dunia. Pragmen dari masa-masa itu terjadi sesuai dengan dinamikanya. Cepat sekali rasanya masa demi masa ini berlalu. Masing-masing diri tentu berdoa dan berusaha melalui masa demi masa untuk tetus berbenah di masa kini, dan terus meningkatkan kualitas iman-ilmu-amal di masa depan.
Begitu juga halnya, purnama juga mengajarkan bahwa masa itu ada orangnya dan seseorang itu ada masanya. Di samping itu tentu purnama juga mengajarkan bahwa masa itu ada sesuatunya dan sesuatu itu ada masanya. Misalnya covid 19 yang akhir-akhir ini menggejala atau menunjukkan keberadaannya, bermula di suatu wilayah negeri China lalu menyebar ke berbagai-bagai negeri sampai klimaks sempurna penyebarannya, tentu kemudian susut surut dan habis atau menjadi laten yang sewaktu-waktu bisa muncul kembali lantaran sunatullahNya.
Kedua, purnama juga mengajarkan bagaimana kehadiran dirinya dapat menyinari seluruh makhluk dan planet di jagat raya ini, terutama yang ada di bumi. Dalam hal ini, kita mengingat tuntuntan Nabi Muhammad saw bahwa orang baik itu adalah orang-orang yang kehadirannya dapat memberi manfaat kepada sesamanya
Ketiga, kembali ke haribaanNya. Setelah kehadirannya menyinari seluruh planet di jagat raya ini, maka di ujung siklusnya, rembulanpun kembali ke peraduannya sesuai sunatullah atasnya. Demikian juga manusia. Sungguh semua bermula dan berasal dari Allah dan akhirnya kepadaNya jua kita kembali.
Ketika dapat menangkap ibrah sesempurna bulan purnama, maka sudah selayaknya kita mensyukurinya, baik di hati, lisan maupun perbuatan nyata. Pertama, meyakini sepenuh hati bahwa kesempurnaan wujud makhlukNya merupakan pragmen dari proses atau siklus mengikuti sunatullahNya. Kedua, memperbanyak mengucapkan alhamdulillahi rabbil 'alamin, semoga Allah menganugrahi pemahaman sempurna atas agamnya sehingga dapat menerangi diri, keluarga dan sesamanya. Ketiga, melakukan perbuatan konkret sebagai bukti rasa syukurnya. Di antaranya memperindah wajah dan tampilan lahiriah dengan memperindah dan memperbagus hati dan bathiniah kita agar tampak purnama. Semakin baik dan indah hatinya, akan semakin bagus dan indah wajah dan tampilan lahiriahnya seperti saat purnama. Di samping itu, kita dituntun untuk menghindari segala perilaku yang akan mengakibatkan bopeng hati dan wajah kita. Bila hati dan wajah dalam kondisi baik berseri dapat dipertahankan selama hidup di dunia ini, maka suatu saat kelak ketika datang hari kiamat, akan dibangkit dengan wajah berseri-seri bercahaya sesempurna cahaya bulan purnama, sehingga menjadi penanda yang jelas akan jati diri kita.
Oleh karena itu sesuai dengan tema muhasabah hari ini, maka pengkodisian hati untuk menjemput hidayah Allah ta'ala adalah membasahi lisan dengan melafalkan Allah ya Razzaq, Allah ya Wahhab, Allah ya Nuur ya Haadiy. Ya Allah, zat yang maha pengaruniai, zat yang maha memberi rezeki, zat yang maha bercahaya, zay yang maha menunjuki, tunjuki kami ke jalan untuk meraih keridhaanMu ya Rabb. Aamiin ya Rabb.