Oleh Sri Suyanta Harsa
sumber ilustrasi: kumparan.com |
Muhasabah Ke-1799, 17 Ramadhan 1441
Saudaraku, tema muhasabah hari ini mengulangkaji tentang hubungan antara puasa dan peradaban. Bila puasa dimaknai sebagai masa dan aktivitas ibadah dengan cara mengendalikan diri dari makan, minum dan "berhubungan" bagi suami dengan istri, maka sejatinya ia menjadi keniscayaan kehidupan yang berkeadaban.
Hal tersebut bisa dipahami di antaranya: pertama, karena puasa menjadi instrumen pengendalian diri (self management) yang dengannya menjadi modal utama seseorang yang pada gilirannya akan mempengaruhi seluruh aktivitas kehidupannya. Ketika management pribadinya baik, maka apapun yang keluar dari padanya pasti merupakan kebaikan, keberkahan, dan membawa kemaslahatan bagi kehidupan.
Kedua, puasa merupakan tuntunan melakukan istirahat untuk tidak makan minum dan hal yang membatalkan lainnya, sekaligus sebagai masa uzlah, meditasi, topo roso atau meditasi jiwa dan ngeposke roso atau memposisikan jiwa dengan benar sebagai tuntutan kelaziman sehingga melahirkan tatanan kehidupan yang beradab. Ketika tuntunan, tuntutan dan tatanan kemuliaan ini menjadi kesadaran kolektif, maka akan melahirkan peradaban yang adi luhung bagi umat manusia. Inilah bangunan peradaban tercipta.
Ketiga, puasa dengan serangkaian aktivitas ibadah pendukungnya dapat menjadi kondisioning bagi terbukanya hati sehingga mampu menjemput dan memeluk "suara kebenaran" yang pada gilirannya dapat memandu kehidupannya dalam meraih kesuksesan demi kesuksesan, kemuliaan demi kemuliaan, dan kebahagiaan demi kebahagiaan.
Lalu peradabannya mewujud dalam bentuk apa saja? Pertama, keluhuran akhlak. Bulan Ramadhan dan ibadah puasa menyediakan banyak peluang kepada orang-orang beriman untuk menjadi pribadi yang lebih bergairah dan berghirah ibadah, menjadi lebih istiqamah, sabar, disiplin, tawakal, ridha, cerdas, dan sifat takwa lainnya. Di samping itu juga, lebih peduli, suka menolong, memaafkan, mengasih sayangi pada sesamanya. Dari sini keshalihan personal dan keshalihan sosial inilah pada gilirannya akan tercipta suatu masyarakat atau negeri yang utama, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Kedua, perkembangan ilmu pengetahuan yang bermula dari budaya tulis baca. Ramadhan dan puasa juga menyediakan waktu yang relatif memadahi bagi Al-Qur'an dan hadis untuk dibaca, dipahami, diinternalisasi, diamalkan dan ditransfer ke anak cucu, handai tolan dan sesamanya. Demikian juga buku dan literatur keislaman lainnya.
Ketiga, teknologi yang dengannya manusia menjadi mudah dan berkah dalam menjalani hidup di dunia ini. Karya-karya besar gilir gumanti telah diracik, ditemukan dan diwariskan oleh umat Islam kepada anak cucu antar generasi sehingga bisa beribadah dan beraktivitas hari-hari lebih mudah, nyaman dan aman. Peralatan hidup semakin canggih, IT mengglobal, ragam bangunan didesain kreatif, kesenian dan ragam budaya berkembang dan kemudahan lain bagi kehidupan diupayakan.
Kesemua hasil cipta, rasa dan karsa orang-orang Islam yang istiqamah dalam ketaatan seperti dikukuhkan selama Ramadhan dan berpuasa, merupakan bukti keberislamannya sehingga melahirkan tatanan masyarakat yang beradab di bawah ridha Allah ta'ala. Semoga kita menjadi bagian penting dalam pengemban estafet dan tumbuh kembangnya peradaban Islam. Aamiin