(Pengurus Mesjid Al Falah Sigli-Aceh)
Sedikit Respon terhadap tulisan Ade
Armando (AA) yang menyikapi kejadian murtad seorang Perempuan asal Aceh
berjudul " Kasus Aceh, Cut Fitri Islam ke Kristen, kenapa marah".
Tulisan ini tidak ingin membenarkan
antara perempuan yang pindah agama atau pembelaan terhadap tindakan pihak
keluarga perempuan atau ormas tertentu. Tapi hanya menyahuti logika berpikir
yang sehat dan tepat menyikapi kasus demikian. Karena orang awam yang salah
memakai akal, lumrah kadang, tapi orang yang mengaku cendikiawan tapi salah
memakai akal boleh berakibat fatal.
Apa yang dilakukan keluarga Fitri yang
digambarkan nampak emosional, sebelum dikatakan kemarahan orang islam, yang
tepat adalah kemarahan keluarga. Karena hubungan Fitri dengan mereka sebelum
hubungan akidah lebih kuat lagi adalah hubungan keluarga. Kemarahan antara ibu
terhadap anaknya yang sudah keluar dari kelauarga, dan dianggap durhaka pada
orangtua, kemarahan abang terhadap adiknya yang keluar dari keluarga.
Bagi yang punya akal dan hati hal ini
sangat jelas nampak terlihat. Adakah umat islam seluruh Indonesia marah? Bahkan
tidak ada muslimin Aceh yang berunjuk rasa beramai-ramai marah atas kejadian
itu. Yang diberitakan justru pihak keluarga dan masyarakat yang dekat tempat
daerah Fitri tinggal. Nah kenapa mereka yang berlaga?
AA tidak tepat mengeneralisir dengan
kasus kecil kemudian menvonis semua orang. Ini bukan berpikir secara logis,
apalagi bijak tapi lebih pada berpikir emosinal.
Biasa kita saksikan orang yang emosi mengecam semua orang padahal masalah
kecil.
Kalau selanjutnya ada ormas yang
menyatakan sikap mengharap Fitri balik ke Aceh dan Islam, maka tepatnya sikap
ini adalah reaksi sebagian masyarakat aceh terhadap anggota masyarakat yang
mencampakkan budaya dan adat-istiadat Aceh. Karena islam selaku agama di Aceh
sudah mengakar dan membudaya. Menjadi orang Aceh secara sejarah dan budaya
adalah menjadi muslim. Ini diakui dan dirasakan oleh masyarakat Aceh. Begitu
pula mungkin dengan muslimin di derah lain di Nusantara. Seseorang keluar dari
Islam sama dengan keluar dari akar budaya dan adat istiadat Aceh yang
menyejarah. Keterkejutan dan keanehan akan sangat dirasakan oleh masyarakat.
Ada makna pengingkaran terhadap nilai sejarah dan kebudayaann berharga di sini.
Keyakinan agama dan adat budaya
inilah yang melahirkan sejarah gemilang orang Aceh saat mempertahankan para
kolonialis menjajah Aceh, dengan perjuangan para Ulama dan rakyat muslim. Jadi
bumi Aceh saat ini adalah warisan panjang perjuangan tumpah darah para ulama
dan rakyat muslim. Islam yang telah membudaya menjadi identitas sejarah dan
masyarakat Aceh. Sebab itu saat ada orang Aceh muslim, keturunan Aceh, besar
dan lahir di Aceh selaku muslim,tiba-tiba mengikrarkan kafir dari islam,
pantaslah rakyat Aceh terkejut. Ini reaksi spontanitas terhadap seseorang yang
menanggalkan identitas. Dengan sikap orang Aceh menjaga identitas keislamannya
yang sudah berbudaya, tidak bisa – lantas - orang Aceh dituduh tidakmenerima
perbedaan, tidak menerima penganut agama lain tinggal bersama mereka. Ada dua
hal yang perlu dibedakan; Orang Aceh muslim yang mengingkari islam dengan orang
pengakuan eksistensi non muslim di Aceh atau dikalangan masyarakat muslim. itu
dua hal yang jauh berbeda bila ditilik secara kal pikiran yang sehat.
Biar Nampak lebih jelas, bayangkan
saja kalau seorang gadis Aceh yang setiap hari pakai jilbab rapi, sopan santun
dan pemalu, tapi tiba-tiba esok ia memakai celana pendek di jalanan, pakai baju
yang menampakkan lemak diperutnya, di depan keramaian, akankah masyarakat
bereaksi terhadapnya? Bukankah bercelana, berbaju pendek hak setiap orang?
Kalaupun ada reaksi dari masyarakat terhadap gadis itu, bukan karena mereka
tidak menerima orang yang berpakaian demikian, tapi pelanggaran terhadap
consensus budaya dan identitas bersama yang bahkan tidak perlu ditulis. Toh,
di Aceh banyak Orang Cina beragama Budha atau kristen biasa jalan pakai celana pendek
tapi gak ada masyarakat Aceh yang bereaksi marah. Tidak bisa serta merta
divonis orang Aceh tidak mampu menerima keberadaan orang bercelana pendek di
kalangan mereka. Begitu pula tak bisa divonis orang Islam tidak menerima
perbedaan keyakinan. Akal tidak bisa digunakan secara dangkal saja. Indonesia
Negara yang mengakui ketuhanan dan agama serta budaya, adat istiadat nusantara
yang kaya raya lahir dari keyakinan agama yang luhur. Mempertahankan identitas
budaya yang luhur adalah mencintai tanah air dan identitas bangsa.
Seorang yang terlahir di Aceh selaku
muslim, ia telah dibesarkan dengan segala adat dan tatakrama serta norma sosial
yang sangat kompleks. Ia diberlakukan selaku anak, memiliki keluarga sanak
saudara muslim, lalu memiliki suami dan anak. Maka seseorang dalam masyarakat muslim
memiliki ikatan banyak yang sulit untuk terlepas begitu saja. Saat tiba-tiba
seseorang meninggalkan adat-istiadat, budaya, norma, bahkan keyakinan secara
serta merta, maka keluarga, saudara dan masyarakat secara otomatis tidak mudah
menganggap hal itu normal. Hanya orang yang tidak menjaga integritas terhadap
norma dan keyakinan serta tidak jelas identitas diri sajalah yang menganggap
hal itu biasa saja.
Beda kalau seandainya memang
seseorang dilahirkan sudah menjadi non muslim dan tinggal di Aceh.hal tersebut
sah saja dan rakyat Aceh menerimanya dengan lapang dada. Di Aceh banyak non
muslim yang beribadah ke Geraja dan hidup damai berdampingan dengan masyarakat
Aceh. taka da security yang menjaga pintu Gereja atau Vihara di Aceh. Tidakkah
ini menunujukkann masyarakat Muslim Aceh menghargai keyakinan agama yang sesuai
hati nurani masing-masing? pengamalan Undang-Undang dan penghargaan terhadap
hak asasi manusia?
Inilah kenapa ada masalah ketika orang Aceh kafir
terhadap islamyang tidak mau dipahami oleh AA. Orang Aceh atau pun muslim
seluruhnya tidak membenci orang berpindah agama, buktinya orang Kristen yang
masuk islam diterima dan tidak dibenci. Kenapa AA menunutut muslimin membenci
mereka? Dengan mereka tidak membenci orang Kristen yang masuk islam bukankah
menjadi bukti nyata bahwa asalnya memang orang islam tidak membenci orang yang
beralih agama. Lalu kenapa ada reaksi kalau orang islam masuk dalam agama
Kristen? Kalau belum dipahami juga ulangi lagi paragraph di atas beberapa kali
baca. Jangan dipikir para mualaf tidak bersusah payah menghadapi keluarga
mereka saat keluar dari Kristen ke islam. Coba saja Tanya Ustaz Felix Siaw.
Atau baca saja kisah beliau di Instagram.
Bila Seorang anak berangkat dari
rumah tanpa izin ayahnya,lalu tidak ingin pulang lagi, mau hidup bebas nun jauh
disana tidak peduli dengan kondisi ayah ibunya dan telah merasa bahagia disana
tanpa keterikatan keuluarga. bila ayah ibunya bereaksi atas sikap anaknya itu,
apakah ayah ibu tak ingin menjamin pilihan anaknya untuk hidup bebas dan merasa
bahagia dengan pilihannya yang sudah dewasa? Lalu datang pemikir memprotes si ayah demi membela hak si anak
untuk hidup sendiri dan danmeresakan bahagia dimana saja, karena ini adalah hak
asasi! Apakah yang dilakukan si anak dan pemikir yang merasa jagoan bisa
dianggap wajar dan logis? Rasanya orang berakal dan memiliki hati tidak akan menvonis
secara dangkal.
Masalah anak keturunan orang yang
keluar dari islam, berada dalam tanggungan siapa? Sedikit pandangan dalam fikih
islam.Karena islam bukan hanya keyakinan hati semata apalagi keyakinan lewat
mimpi, tapi islam punya aturan perundang-undangan dalam masalah keluarga yang
sangat sempurna. Imam Al-Kasani dalam al-Bada'I (4/42) beliau menyatakan : "kalau
seandainya si wanita (ibu) ia murtad dari islam maka batallah haknya untuk
pengasuhan anak…kalau seandainya ia bertaubat dan islam kembali, kembali ia
mendapatkan haknya kembali pula." Begitu juga Imam Al-Syarbini, dalam Mughni
Al Muhtaj (3/455) : " Tidak ditetapkan pengasuhan bagi orang kafir atas
orang muslim, karena tidak ada kewalian orang kafir atas orang muslim,
dankarena pengasuhan anak dijadikan maslahat bagi si anak, dan tidak ada maslahat
anak muslim dalam pengasuhan orang kafir" Begitu sekilas tentang fikih
islam dalam hal ini.
Kalau ada yang berpendapat bahwa semua orang akan masuk
syurga walau apa saja agamanya asal orang baik, pendapat ini bertolakbelakang dengan paham Ahlusunnah
wal Jamaah bahwa hanya orang yang meyakini agama benar (beriman) dan beramal
shalih akan bisa masuk syurga. Mana pendapat yang benar, dari kedua ini?
rujukan berpikirlah yang akan menjadikan hasil pikiran dan pemahaman berbeda. Seorang
muslim yang paham khazanah keilmuan islam, pasti merujuk pemikirannya pada
sumber utama Al-Qur'an dan Hadis. Lalu ijma' para ulama islam setiap kurun.
Adakah ayat, hadis, dan kesepakatan ulama islam yang mengatakan bahwa orang
baik akan masuk syurga walau apapun keyakinannya?
Dalam Al-Qur'an Allah berfirman yang
artinya :
"… Barangsiapa yang murtad di
antara kamu dari agamanya, lalu Dia mati dalam kekafiran, Maka mereka Itulah
yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka Itulah penghuni
neraka, mereka kekal di dalamnya." (Q.S Al-Baqarah : 217)
Dalam hadis yang shahih , Dari Abu
Hurairah, dari Rasulullah SAW beliu bersabda : "Demi yang jiwa Muhmmad
berada di tanganNya, tidaklah seseorangpun dari ummat ini mendengar tentangku,
baik ia yahudi atau nasrani kemudian ia tidak beriman dengan apa yang telah
diutuskan padaku, maka pasti ia termasuk dari penghuni neraka. (H.R.Muslim no: 240)
adakah orang Yahudi dan Nasrani saat ini mempercayai apa yang dibawakan oleh Nabi
Muhammad?
Kata Imam Al-Gahzali dalam
Al-Iqtishad fil 'itiqad, (515) : "Dasar yang sudah menjadi ketetapan bahwa
semua orang yang mendustakan Nabi Muhammad SAW maka ia kafir, yakni kekal dalam
neraka setelah mati… Pendustaan orang Yahudi, Nasrani dan ahli agama lain dari
Majusi dan penyembah berhala dianggap kafir sebagaimana tersebutkan dalam
Al-Quran dan ijma'umat.."
Ini sebagian rujukan muslimin yang
meyakini bahwa semua orang yang tidak mau ikut Nabi Muhammad dan beriman
dengannya dianggap kafir dan bila mati dengan status demikiann ia masuk kedalam
neraka. Inilah kesepakatan ulama Ahlu Sunnah wal Jamaah dari kurun- ke kurun
sampai hari ini. agama yang menjadi
kaeyakinan bukan hasil pendapat pribadi, tapi hasil dari rujukan yang kuat
mengakar pada Al-Qur'an dan Hadis. Tanpa berpegang pada Al-Qur'an dan Hadis
pendapat siapa saja tidak mewakili islam. Hal ini sangat logis dan ilmiah.
Kalau ada seorang yang baik hati berdedikasi
di masyarakat, berjasa pada Negara, meyakini bahwa pancasila dan UUD 45 bukan
dasar Negara Indonesia, cerdas dibidangnya, apakah ia akan lulus ujian CPNS? Apakah
ia nanti bisa dianugerahi gelar penghormatan dan penghargaan oleh Presiden RI?
Apabila seseorang punya karya tulis banyak di bidang ilmu politik, karyanya
banyak dijadikan rujukan di universitas, dan dia menganut paham komunis serta
mengajak orang terhadap paham tersebut, ia mengingkari pancasila dan UUD 45,
akankah ia dianugerahi gelar Professor dari UI misalkan? diakan Ilmuwan,
karyanya sangat banyak, berjasa, anak Indonesia lagi. Adakah setiap yang
berbakti pada masyarakat, berjasa pada Negara akan pantas mendapat penghargaan dari Negara walau menentang dan
mengingkari dasar negara?
Semoga Allah menganugerahi hidayah
kepada kita semua terkhusus orang yang mengaku akademisi diantara kita. Dengan
demikian mereka akan menjadi asbab hidayah bagi orang lain bukan justru
menyesatkan orang awam.wallahu'alam