Oleh: Abu Lampanah
Saya mengatakan tak ada yang berbeda. Pada umumnya ceramah terkait hikmah puasa dan koreksi terhadap kehidupan sekarang, seperti dampak negatif media sosial, narkoba dan akhlak kaum muda yang belum mendapat pembinaan intensif. Pada pertengahan Ramadhan penceramah akan membahas tema membumikan Al-Quran dan akhir Ramadhan membicarakan topik kepedulian sosial, termasuk kewajiban zakat fitrah.
Sebagai respon terhadap pencanangan Gerakan Nasional Wakaf Uang oleh Presiden Joko Widodo, Januari lalu, saya meminta pendapat Abu Sulaiman, bagaimana jika wakaf dijadikan salah satu materi ceramah. “Saya setuju,” katanya, dengan catatan penjelasan tentang wakaf tetap dikaitkan dengan kewajiban berzakat, ibadah sunnah sedekah dan infak. “Dengan begitu, wakaf bukan sesuatu yang baru dan tak terpisah dengan sedekah, infak dan bentuk kepedulian lainnya,” tambahnya.
Dia menyarankan, sebaiknya penceramah memulai dengan menjelaskan firman Allah SWT yang terkait dengan wakaf: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imran: 92).
Lalu, menguraikan bahwa Umar bin Khattab bertekad mengamalkan ayat tersebut, untuk mencapai kesempurnaan imannya. Beliau berkonsultasi kepada Rasulullah SAW tentang bagaimana mengamalkannya. Dalam hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, Umar bin Khattab berkata kepada Rasulullah SAW, ''Ya Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki sebidang tanah di Khaibar, yang aku belum pernah memiliki tanah sebaik itu. Apa Nasihat engkau kepadaku?''
Rasulullah SAW menjawab, ''Jika engkau mau, wakafkanlah tanah yang ada di Khaibar (sekitar kota Madinah) itu dengan pengertian tak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Umar bin Khattab kemudian menyedehkahkan hasil tanah itu kepada fakir miskin, kerabat serta digunakan pula untuk memerdekakan budak, kepentingan di jalan Allah SWT, orang terlantar dan tamu.
Materi lain ceramah wakaf dapat menggunakan hadits Rasulullah SAW: “Apabila anak Adam (manusia) wafat, maka terputuslah semua (pahala) amal perbuatannya kecuali tiga macam perbuatan, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya." (HR Muslim). Imam Nawawi mengartikan sedekah jariyah pada hadits ini dengan wakaf.
Berikutnya penceramah perlu menjelaskan, wakaf harus dijaga kelestariannya, tak boleh dimiliki, diwarisi, dijual, dijadikan agunan dan bahkan tak boleh disita jika ada masalah hukum. Wakaf adalah harta agama yang harus dilindungi dan dikelola oleh nazir yang amanah, sehingga manfaatnya dirasakan oleh mauquf alaih, yaitu peruntukan wakaf yang telah ditentukan oleh wakif.
Penceramah perlu memotivasi jamaah dengan pahala yang besar dan berlipat ganda jika wakaf dilakukan pada bulan Ramadhan. Apalagi sekarang dapat berwakaf dengan mudah menurut kemampuan masing-masing. Program wakaf pun semakin inovatif, sehingga wakif bisa memilih wakaf yang diinginkan misalnya: wakaf produktif, wakaf hutan, wakaf asuransi, wakaf sumur, wakaf Al-Quran, wakaf rumah sakit, wakaf tanah, wakaf gedung, wakaf uang, wakaf masjid, wakaf sukuk, wakaf media, wakaf saham dan wakaf lainnya.
“Di akhir ceramah, tentu saja penceramah mengajak jamaah berwakaf sekarang juga, di bulan yang pahalanya berlipat ganda. Bulan Ramadhan adalah bulan wakaf,” tutup Abu Sulaiman di akhir obrolan kami.*
0 facebook:
Post a Comment