Oleh: Dr Muhammad Yusran Hadi Lc MA
Hari 'Asyura Hari Agung dan Suci
Hari 'Asyura adalah hari kesepuluh dari bulan Muharram. Hari 'Asyura ini merupakan hari yang agung dan suci dalam Islam. Oleh karena itu, disyariatkanlah puasa pada hari tersebut.
Hari 'Asyura ini tidak hanya diagungkan oleh umat Islam, namun juga diagungkan oleh orang-orang sebelum Islam dari kalangan Yahudi, Nasrani, dan musyrikin Arab jahiliah. Oleh karena itu, mereka berpuasa pada bulan Muharram.
Dari Aisyah ra. ia berkata: Hari 'Asyura merupakan hari puasa orang-orang kaum Quraisy pada masa jahiliah. Rasulullah saw berpuasa 'Asyura. Ketika beliau mendatangi Madinah, beliau berpuasa 'Asyura dan memerintahkan orang-orang utk berpuasa 'Asyura. Ketika diwajibkan puasa Ramadhan beliau bersabda: "Barangsiapa yang ingin berpuasa 'Asyura maka silakan berpuasa. Dan barangsiapa yang ingin tidak berpuasa maka silakan tidak berpuasa." (Muttafaq 'Alaih).
Dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Nabi saw mendatangi Madinah, maka beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa 'asyura. Maka beliau bersabda: "Apa ini?" Mereka berkata: ini hari yang baik, Allah menyelamatkan Musa dan bani Israil pada hari ini dari musuh mereka, maka Musa berpuasa padanya. Lalu Rasulullah saw bersabda: "Saya lebih berhak berpuasa mengikuti Musa daripada kalian". Maka beliau berpuasa 'Asyura dan memerintahkan utk berpuasa 'Asyura. (Muttafaq 'Alaih)
Dari Abu Musa Al-Asy'ari ra. ia berkata: Hari 'Asyura itu diagungkan dan dijadikan hari raya oleh orang-orang Yahudi. Maka Rasulullah saw bersabda: "Berpuasalah kalian puasa 'Asyura." (Muttafaq 'Alaih).
Dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: ketika Rasulullah saw berpuasa hari 'Asyura dan memerintahkan untuk berpuasa hari 'Asyura, para sahabat berkata: "Wahai Rasulullah, Sesungguhnya hari 'Asyura itu hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Maka Rasulullah saw bersabda: "Jika tahun depan kita masih hidup, insya Allah kita akan berpuasa pada hari ke 9." Ibnu Abbas berkata: maka sebelum hari ke 9 tahun depannya tiba, Rasulullah saw telah wafat. (HR. Muslim dan Abu Daud).
Dalam riwayat lain dari Ibnu Abbas, Rasulullah saw bersabda: "Jika aku hidup hingga tahun depan maka aku akan benar-benar berpuasa pada hari ke 9." Yakni bersama hari 'Asyura (HR. Ahmad dan Muslim).
Tingkatan Puasa 'Asyura:
Para ulama menyebutkan bahwa puasa 'Asyura itu ada 3 tingkatan:
1. Puasa 3 hari yaitu hari ke 9, 10 dan 11 Muharram. Ini yang paling sempurna.
2. Puasa pada hari ke 9 dan 10 Muharram.
3. Puasa hari ke 10 Muharram saja.
Dalil mereka yaitu hadits yang diriwayakan dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Rasulullah saw bersabda: "Puasalah kalian hari 'Asyura. Dan berbedalah kalian dengan orang-orang Yahudi pada hari itu. Berpuasalah juga kalian sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya." (HR. Ahmad, Al-Baihaqi, Al-Humaidi, Ibnu Khuzaimah dan lainnya).
Hadits ini didhaifkan oleh Imam Asy-Syaukani (Nailu Al-Awthar: 4/350) dan lainnya karena sanadnya dhaif. Namun telah shahih semisal hadits ini dari Ibnu Abbas, mauquf dari perkataannya. (Al-Fiqhu Al-Muyassar fi Dhaui Al-Kitab wa As-Sunnah: 164).
Menurut Syaikh Hasan Ayyub, Hadits ini diriwayatkan oleh imam Ahmad dan Al-Baihaqi dengan sanad sangat baik. (Fiqhu Al-'Ibadat bi Adillatiha: 430).
Imam An-Nawawi berkata: "Imam Asy-Syafi'i, para sahabatnya, imam Ahmad, imam Ishaq dan lainnya berkata: "Disunnahkan berpuasa pada hari ke 9 dan ke 10 Muharram bersama, karena Nabi saw berpuasa pada hari ke 10 dan berniat berpuasa pada hari ke 9." (Syarhu Shahih Muslim: 8/254).
Imam Ibnu Al-Qayyim berkata: "Tingkatan-tingkatan puasa 'Asyura itu ada tiga: Tingkatan yang paling sempurna yaitu berpuasa sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya. Tingkatan berikutnya: berpuasa hari ke 9 dan ke 10, ini berdasarkan kebanyakan hadits-hadits. Tingkatan berikutnya: berpuasa pada hari ke 10 saja." (Zadu Al-Ma'ad: 2/76).
Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-'Asqalani berkata: "Dan sebahagian ulama berkata: Hadits Nabi saw di dalam kitab Shahih Muslim: "Jika kami masih hidup tahun depan, maka kami akan berpuasa pada hari ke 9" mengandung dua makna. Pertama: beliau ingin memindahkan hari ke 10 kepada hari ke 9 Muharram. Kedua: beliau ingin menambahkan hari ke 9 kepada hari ke 10 Muharram dalam berpuasa. Ketika beliau wafat sebelum menjelaskan itu, maka sikap kehati-hatian adalah berpuasa dua hari itu. Oleh karena itu, puasa 'Asyura itu tiga tingkatan. Yang paling rendah adalah berpuasa hari 'Asyura saja. Tingkatan di atasnya adalah berpuasa pada hari ke 9 bersama hari 'Asyura. Dan tingkatan di atasnya adalah berpuasa hari ke 9 dan ke 11 bersama hari 'Asyura. Wallahu'lam." (Fathu Al-Bari: 4/375)
Imam Ibnu Rajab berkata:
”Di antara ulama yang menganjurkan berpuasa pada hari ke 9 dan ke 10 Muharram adalah Imam Asy-Syafi’i, Imam Ahmad, dan Imam Ishaq. Adapun Imam Abu Hanifah menganggap makruh jika seseorang hanya berpuasa pada hari ke 10 saja.” (Lathaif Al-Ma’arif, hal. 99)
Imam Ibnu Hajar Al-Haitsami berkata: "Hikmah berpuasa Tasu'a adalah untuk menyelisihi orang-orang Yahudi. Dan disunnahkan berpuasa hari kesebelas." (Tuhfah Al-Muhtaj: 1/532)
Imam Asy-Syaukani berkata: "Dan zhahirnya bahwa untuk lebih berhati-hati adalah berpuasa 3 hari yaitu hari ke 9, 10 dan 11. Maka puasa 'Asyura itu ada tiga tingkatan: Pertama: puasa hari ke 10 saja. Kedua: puasa hari ke 9 bersama hari ke 10. Ketiga: puasa ke 11 bersama keduanya." (Nailu Al-Awthar: 4/351)
Syaikh Mansur Ali Nashif berkata: "Imam Asy-Syafi'i, Imam Ahmad dan lainnya berkata: Disunnatkan berpuasa pada hari ke 9 dan ke 10 karena Nabi saw meskipun berpuasa pada kedua hari itu secara terpisah masing-masing, namun beliau berniat berpuasa keduanya jika panjang umurnya. Dan karena perkataan Ibnu Abbas: "Puasalah hari ke 9 dan ke 10, dan berbedalah kamu dengan orang-orang Yahudi." Dan sebahagian ulama berpuasa pada hari ke 9, 10 dan 11. Ini lebih berhati-hati. Wallahu a'lam" (At-Taaj Al-Jaami' li Al-Ushuul fi Ahaadits Ar-Rasuul: 2/82).
Syaikh Muhammad bin Ash-Shalih Al-'Utsaimin berkata: "Di antara puasa sunnat adalah puasa di bulan Allah Muharram. Bulan Allah Muharram adalah bulan antara Zulhijjah dan Shafar. Mengenai bulan ini, Rasulullah saw bersabda: "Puasa yg paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah Muharram", terutama puasa hari ke 10 dari bulan Muharram, atau hari ke 10 dan 9, atau hari ke 9, 10 dan 11." (Syarhu Riyaadhis Shaalihin: 5/299).
Syaikh Al-Utsaimin juga berkata: "Rasulullah berpuasa 'Asyura dan memerintahkan untuk berpuasa 'Asyura, namun beliau memerintahkan untuk berbeda dengan orang Yahudi yang hanya berpuasa pada hari ke 10 Muharram seperti berpuasa hari ke 9 atau hari ke 11 bersama dengan 'Asyura. Oleh karena itu, sebahagian ulama rahimahumullah seperti imam Ibnu Al-Qayyim dan lainnya menyebutkan bahwa puasa 'Asyura itu ada tiga bagian: Pertama: Kita berpuasa 'Asyura dan hari ke 9 Muharram. Ini jenis yg paling utama. Kedua: kita berpuasa 'Asyura dan hari ke 11. Ini lebih rendah dari yang pertama. Ketiga: kita berpuasa 'Asyura saja. Ini makruh menurut sebahagian ulama, karena Nabi saw memerintahkan untuk berbeda dengan orang-orang Yahudi. Namun sebahagian ulama lain memberikan keringanan padanya. (Syarhu Riyaadhis Shaalihiin: 5/305).
Syaikh Sayyid Sabiq berkata: "Para ulama menyebutkan bahwa puasa 'Asyura itu ada 3 tingkatan: Tingkatan pertama: Puasa 3 hari yaitu hari ke 9, 10 dan 11. Tingkatan kedua: puasa hari ke 9 dan ke 10. Tingkatan ketiga: Puasa hari ke 10 saja." (Fiqhu As-Sunnah: 1/317).
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz, mufti Kerajaan Saudi Arabia di masa lalu berkata: Yang lebih utama adalah berpuasa pada hari ke 9 dan ke 10 dari bulan Muharram karena mengingat hadits Ibnu ‘Abbas, “Apabila aku masih diberi kehidupan tahun depan, aku akan berpuasa pada hari ke 9.” Jika ada yang berpuasa pada hari ke 10 dan ke 11 atau berpuasa tiga hari sekaligus (9, 10 dan 11 Muharram) maka itu semua baik. Semua ini dengan maksud untuk menyelisihi Yahudi.” (Fatwa Syaikh Ibnu Baz)
Syaikh Wahbah Az-Zuhaili berkata: "Jika tidak berpuasa Tasu'a bersama 'Asyura, disunnatkan berpuasa hari ke 11 bersama 'Asyura. Bahkan Imam Asy-Syafi'i menegaskan di kitab Al-Um dan Al-Imla' sunnatnya berpuasa pada tiga hari itu. Para ulama Hanabilah menyebutkan bahwa jika awal bulan tidak jelas bagi seorang muslim, maka dia berpuasa tiga hari, untuk meyakini puasanya." (Al-Fiqhu Al-Islami wa Adillatuhu: 3/1643)
Syaikh Hasan Ayyub berkata: "Disunnatkan menggabungkan puasa 'Asyura dengan puasa hari ke 9 dan ke 11 dari bulan Muharram untuk menyelisihi puasa orang-orang Yahudi. (Fiqhu Al-'Ibadat bi Adillatiha: 430)
Demikianlah pendapat para ulama mengenai puasa 'Asyura dan tingkatannya. Semoga kita dimudahkan oleh Allah Swt untuk melaksanakan puasa tingkatan paling sempurna dari puasa 'Asyura yaitu hari 9, 10 dan 11 Muharram. Dan semoga Allah Swt menerima puasa kita. Aamiin.
Penulis adalah Ketua Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Provinsi Aceh, Ketua Jaringan Alumni Timur Tengah Indonesia (JATTI) Provinsi Aceh, Anggota Rabithah Ulama & Da'i Asia Tenggara, dan dosen UIN Ar-Raniry .
0 facebook:
Post a Comment