Oleh: Sayed Muhammad Husen
Analis Wakaf BMA
Untuk melaksanakan ketentuan Qanun Aceh Nomor 10 tahun 2018 tentang Baitul Mal, telah dilakukan pergantian Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 137 tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Sekretariat BMA dengan Pergub Nomor 62 tahun 2020. Hal ini dilakukan karena Pergub tersebut tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, kebutuhan hukum, dan tentu saja supaya pengelolaan wakaf dapat dilakukan lebih optimal.
Salah satu indikator optimalnya pengelolaan wakaf dilihat dari kewenangan, tugas dan fungsi Sekretariat BMA yang diatur dalam regulasi, dalam konteks tulisan ini, Pergub. Organisasi dan tata laksana yang baik akan menjamin berfungsinya manajemen, tersedianya sumber daya manusia profesional dan ketersediaan anggaran untuk menjalankan kegiatan dan rincian kegiatan wakaf. Kegiatan dan rincian kegiatan wakaf yang telah disahkan oleh Badan BMA dan DPS eksekusinya dijalankan oleh Sekretariat BMA.
Menurut Pergub 62 Tahun 2020, Sekretariat BMA adalah unsur penyelenggara pelayanan dan pengelolaan zakat, infak, harta wakaf dan harta keagamaan lainnya dan pengawasan perwalian pada tingkat provinsi Aceh (pasal 1 angka 9). Dalam hal pengelolaan harta wakaf, dapat dipahami bahwa Sekretariat BMA melaksanakan fungsinya sebagai pengelola (nazir), melakukan pembinaan, pengembangan, dan pengawasan terhadap nazir dan harta wakaf.
Untuk dapat melaksanakan fungsi tersebut, Pergub ini membentuk organisasi yang terdiri dari Kepala Sekretariat, Bagian Umum, Bagian Pengumpulan dan Bagian Pemberdayaan. Masing-masing Bagian terdiri dari tiga Subbagian (pasal 3 ayat 1-4). Dari struktur organisasi ini, Bagian Umum memberikan pelayanan internal dan eksternal, Bagian Pengumpulan melaksanakan pengumpulan wakaf (harta bergerak dan tidak bergerak), sementara Bagian Pemberdayaan melaksanakan pemberdayaan, investasi dan pengawasan wakaf.
Menurut Pergub 62 tahun 2020 pasal 4 ayat (1), kedudukan Sekretariat BMA adalah unsur penyelenggara pelayanan dan pengelolaan zakat, harta wakaf, harta keagamaan lainnya dan pengawasan perwalian pada tingkat provinsi Aceh. Dalam kedudukannya sebagai penyelenggara pelayanan, Sekretariat BMA melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan penyediaan tenaga administrasi dan pembiayaan BMA yang bersumber dari APBA, dan dalam hal pengelolaan harta wakaf melaksanakaan fungsi kenaziran dari tahap perencanaan hingga monitoring dan evaluasi.
Qanun Nomor 10 tahun 2018 tentang Baitul Mal memperjelas pengertian pengelolaan, bahwa pengelolaan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, pendataan, pengumpulan, penyaluran, pengadministrasian, dan pengawasan terhadap zakat, infak, harta wakaf, harta keagamaan lainnya dan pengawasan perwalian (pasal 1 angka 52). Ini artinya pengelolaan wakaf oleh Sekretariat BMA dilakukan dari tahap perencanaan, pengumpulan wakaf, penyaluran manfaat wakaf (mauquf alaih), pemberdayaan harta wakaf hingga pengawasan terhadap nazir dan harta wakaf.
Dalam Pergub 62 tahun 2020 pasal 8 huruf c, g dan h menunjukkan tugas Sekretariat BMA yang semakin jelas di bidang pengelolaan dan pengembangan wakaf: pertama, pelaksanaan perencanaan, pendataan, pengumpulan, penyimpanan (perlindungan), penyaluran manfaat (mauquf alaih), pengadminitrasian dan pengawasan terhadap wakaf. Kedua, fasilitasi proses sertifikasi tanah wakaf dan; ketiga, penerbitan sertifikat wakaf yang tidak diatur dalam perundang-undangan.
Dari tugas tersebut, Sekretariat BMA sebenarnya dapat berfungsi sebagai nazir (pengelola) yang menghimpun wakaf dalam bentuk wakaf harta tidak bergerak, wakaf harta bergerak selain uang dan wakaf uang. Kemudian memberdayakan dan mengembangkannya supaya harta wakaf manfaatnya semakin besar dirasakan oleh penerima manfaat wakaf (mauquf alaih), sementara aset wakaf tetap dilestarikan. Hal mendesak lainnya adalah melakukan sertifikasi terhadap 8.810 persil tanah wakaf yang belum tersertifikasi di seluruh Aceh (data siwak.kemenag.go.id).
Sampai disini dapat dipahami, Pergub telah membentuk organisasi Sekretariat Baitul Mal yang dapat menjalankan tugas dan fungsinya dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf. Hanya saja jika kita baca pasal 3 ayat (4) yang menggabungkan Subbagian Wakaf dengan Perwalian, patut dipikirkan pemisahan yang tegas antara fungsi wakaf dan perwalian. Bahkan, supaya fungsi wakaf lebih optimal, jabatan Kepala Subbagian Wakaf dapat ditingkatkan menjadi Kepala Bagian Wakaf (eselon tiga).
Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 62 tahun 2020 adalah regulasi tentang susunan organisasi dan tata kerja Sekretariat Baitul Mal Aceh (BMA), karena itu, Pergub ini mengatur lebih rinci tentang tugas dan fungsi masing-masing jabatan. Tugas dan fungsi tersebut selanjutnya diterjemahkan dalam bentuk kegiatan dan rincian kegiatan, yang kemudian menjadi kinerja, termasuk kinerja di bidang pengelolaan dan pengembangan wakaf.
Pergub misalnya mengatur tugas Kepala Sekretariat BMA: memberikan pelayanan, menyelenggarakan kebijakan pengelolaan dan pengembangan zakat, infak, harta wakaf, dan harta keagamaan lainnya, serta pengawasan perwalian di Aceh (pasal 7). Terkait kebijakan pengelolaan dan pengembangan perwakafan tentu saja yang sudah mendapat persetujuan atau pengesahan oleh Badan BMA dan Dewan Pertimbangan Syariah (DPS) BMA.
Dalam menjalankan tugasnya di bidang wakaf, Kepala Sekretariat BMA melaksanakan fungsi: pelaksanaan pengendalian peningkatan kualitas sumber daya manusia pengelola dan pengembangan wakaf; pelaksanaan pengendalian penyelenggaraan fasilitasi proses sertifikasi tanah wakaf; dan pelaksanaan penyelenggaraan penerbitan sertifikat harta wakaf yang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan (Pasal 8 huruf i, k dan l).
Ada tiga hal prioritas tugas Kepala Sekretariat BMA, pertama, peningkatan kualitas SDM nazir, fasilitasi sertifikasi tanah wakaf dan penerbitan sertifikat wakaf. Peningkatan kapasitas nasir dilakukan melalui pelatihan, magang dan studi banding, serta sertifikasi nazir. Hal ini diperlukan untuk menyiapkan nazir profesional yang mampu mengembangkan wakaf secara produktif.
Sertifikasi tanah wakaf diperlukan untuk melindungi harta wakaf dari gugatan ahli waris atau pihak lain. Banyak nazir yang kekurangan anggaran untuk melakukan sertifikasi, walaupun dinyatakan gratis, namun ada saja biaya yang diperlukan dalam proses pengukuran tanah wakaf di lapangan. Untuk ini, BMA dan BMK dapat memfasilitasinya. Perlu juga diberikan legalitas atau sertifikat untuk aset wakaf yang tidak diatur oleh peraturan perundang-undangan.
Pergub mengatur lebih rinci fungsi jabatan di bawah Kepala Sekretariat seperti Bagian Pengumpulan, yaitu pelaksanaan sosialisasi terhadap wakaf; pelaksanaan edukasi terhadap pengelolaan wakaf; pelaksanaan advokasi terhadap pengelolaan wakaf; identifikasi potensi wakaf; dan pelaksanaan pengumpulan wakaf (pasal 13 huruf a, b, c, f dan g). Selanjutnya, Subbagian yang ada merinci kegiatan yang harus direncanakan dan dilaksanakan sebagai kinerja perwakafan.
Bagian Pengumpulan, misalnya, dapat mengusulkan kegiatan sosialisasi dan edukasi wakaf dalam berbagai bentuk, baik tatap muka, melalui media, termasuk media sosial, serta melakukan marketing komunikasi wakaf. Hal ini lebih mudah dilakukan, sebab BMA telah berpengalaman melalukan sosialisasi dan edukasi zakat. Dalam konteks wakaf yang berbeda hanya konten dan obyek (calon wakif) yang sedikit berbeda karakter antara muzakki dengan calon wakif. Untuk itu, fundraiser wakaf BMA perlu dibekali pengetahuan tentang wakaf yang lebih mendalam.
Advokasi wakaf dapat dilakukan melalui sinkronisasi regulasi wakaf di Aceh, advokasi wakaf sebagai pengurang pajak, dan “mempermudah” pelaksanaan sertifikasi tanah wakaf. Banyak juga perkara dan gugatan wakaf oleh ahli waris yang memerlukan advokasi. Bagian ini, selain melakukan penelitian potensi wakaf, juga melaksanakan fundraising wakaf uang yang diawali dengan lounching wakaf uang pada tingkat provinsi Aceh.
Selanjutnya, Bagian Pemberdayaan dalam konteks wakaf mempunyai tugas melakukan verifikasi (calon penerima manfaat wakaf, calon mitra dan nazir), pendistribusian (manfaat wakaf), pemberdayaan (harta wakaf), pendataan (harta wakaf dan nazir), dan pembinaan pengelolaan harta wakaf (pasal 15). Sementara fungsi Bagian ini adalah: pelaksanaan identifikasi, pendataan, pembinaan pengelolaan wakaf; fasilitasi sertifikasi tanah wakaf; dan pembinaan pengelolaan wakaf (pasal 16 huruf c, h, dan i).
Dengan demikian, dapat dipahami, bahwa Bagian Pemberdayaan selain memberdayakan zakat dan infak, juga melakukan pemberdayaan wakaf. Pemberdayaan wakaf dilakukan dengan membangun kemitraan, kolaborasi dan kerjasama saling menguntungkan, serta memanfaatkan dana zakat dan infak BMA sebagai modal awal pemberdayaan wakaf. Investasi dan stimulasi wakaf (produktif) dilakukan terintegrasi dengan pendayagunaan dana zakat dan infak.
Dari pengaturan Pergub ini, organisasi Sekretariat BMA lebih baik dibandingkan Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Badan Pelaksana dan Sekretariat BMA sebelumnya, sebab adanya Subbagian Wakaf dan Perwalian dan Tenaga Profesional di bidang wakaf. Hal ini dapat dilihat pada pasal 17 ayat (3). “Subbagian Wakaf dan Perwalian mempunyai tugas melakukan identifikasi, pendataan, pembinaan pengelolaan wakaf dan harta keagaman lainnya, serta pengawasan perwalian”.
“Tenaga profesional mempunyai tugas membantu Sekretariat BMA dalam penyelenggaraan pengelolaan dan dan pengembangan zakat, infak, harta wakaf dan harta keagamaan lainnya, serta pengawasan perwalian di Aceh” (pasal 18). Dengan tersedianya tenaga profesional di bidang wakaf, memastikan pengelolaan dan pengembangan wakaf dikerjakan oleh ahlinya, orang-orang terpilih yang memahami fikih, regulasi dan manajemen wakaf.
Kita berharap, dengan regulasi Pergub 62 tahun 2020, pengelolaan dan pengembangan wakaf dapat dilakukan lebih progresif pada tingkat provinsi, sementara pada tingkat kabupaten/kota memerlukan penyempurnaan SOTK Sekretariat yang sesuai kebutuhan daerah masing-masing. Tentu saja akan lebih baik apabila sinkron dengan Pergub SOTK Sekretariat BMA.
Catatan penting dari pemahaman wakaf menurut Pergub 62 tahun 2020: pertama, dalam pelaksanaanya memerlukan Pergub lain seperti Pergub Nazir dan Badan Kanaziran, Pergub Zakat dan Infak, dan regulasi lainnya yang membuat kinerja Sekretariat BMK mendapat kepastian hukum dan nazir pun bekerja dengan nyaman. Kedua, diperlukan sinergisitas dengan lembaga terkait seperti BWI, Kemenag dan Badan Pertanahan Nasional, sebab pengaturan wakaf dalam Qanun Aceh Nomor 10 tahun 2018 belum cukup konprehensif dan terintegrasi.
Akhirnya saya berkesimpulan, bahwa Pergub 62 tahun 2020 tentang SOTK Sekretariat BMA memberi ruang lebih luas dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf dibandingkan Qanun 10 tahun 2018. Hanya saja yang diperlukan adalah terobosan, kesungguhan, dukungan SDM, anggaran yang memadai, kepemimpinan yang afektif, serta komitmen BMA (nazir) menjadikan wakaf sebagai alternatif pemberdayaan ekonomi umat.
Sumber: baitulmal.acehprov.go.id
0 facebook:
Post a Comment