Oleh: Dr. Nurkhalis Mukhtar, Lc, MA
Dosen Al Washliyah Banda Aceh dan Penulis Buku tentang Ulama Aceh
Abu Daud Lhok Nibong memulai pengembaraan ilmunya berguru kepada Teungku Abdurrani yang dikenal dengan sebutan Teungku di Aceh. Beliau belajar pada Teungku Di Aceh selama tiga tahun, namun karena suasana Aceh ketika itu sedang konflik, beberapa kali harus mengungsi.
Tepatnya pada 1960 Abu Lhok Nibong melanjutkan belajar pada seorang ulama yang merupakan murid dari Teungku Syekh Muda Waly al Khalidi, yang dikenal mencetak banyak para ulama yaitu Abon Samalanga.
Kehadiran Abu Daud di Dayah Mudi Mesra ketika itu bak gayung bersambut, yang kemudian Abu Daud menjadi tangan kanan dan ajudan gurunya dalam banyak hal. Sekitar 11 tahun kebersamaan guru dan muridnya ini, Abon mengizinkan Abu Lhok Nibong yang telah alim mendirikan dayah baru, yang dikenal dengan Dayah Darul Huda Lhok Nibong.
Disebutkan, dalam tiga tahun pertama dayah ini hanya memiliki belasan santri saja. Namun, setelah Abon Samalanga menerapkan “sistem dapur umum”, banyak para santri yang pindah dari Dayah Mudi Mesra Samalanga ke dayah lainnya, termasuk dayah yang banyak dituju adalah Darul Huda dan Dayah Malikussaleh Panton.
Selanjutnya berdatangan banyak santri dari Aceh dan luar Aceh belajar ke Dayah Darul Huda Lhok Nibong, sehingga tidak mengherankan jika Dayah Darul Huda berkembang begitu pesat, bahkan sekarang Dayah Darul Huda telah memiliki lebih dari 40 cabang yang berafiliasi sebagai lulusan Darul Huda Lhok Nibong. Dayah Darul Huda Julok yang dipimpin oleh Abu Muhammad Ali Paya Pasi juga memiliki kaitan dengan Dayah Abu Daud Daud Lhok Nibong.
Dengan penuh dedikasi dan ketulusan dalam memimpin dayah, Abu Daud telah mengorbit banyak ulama yang terpandang dewasa ini, sebut saja ketika beliau di Samalanga di antara muridnya adalah Abu Mudi Samalanga, Waled Nu Samalanga, Ayah Caleu dan umumnya para abu yang memimpin dayah lulusan Mudi Samalanga dipastikan pernah belajar dengan Abu Daud Lueng Angen.
Bahkan, di Dayah Darul Huda juga banyak murid Abu Daud yang kemudian menjadi ulama terpandang di antaranya adalah Abi Ja'far Lueng Angen, Abu Muhammad Ali Paya Pasi dan para teungku yang bertebaran di seluruh Aceh.
Adapun ulama yang meneruskan estafet Dayah Darul Huda adalah Abi Ja'far Lueng Angen. Selain dikenal sebagai guru besar Dayah Mudi Mesra dan tangan kanan Abon Samalanga, Abu Daud juga menguasai banyak disiplin ilmu keislaman, bahkan disebutkan beliau ahli dalam ilmu qira'at.
Setelah Abu melewati masa sakitnya yang agak lama, pada tahun 2016, beliau mengadakan pertemuan dengan seluruh alumni Dayah Darul Huda, dimana hampir semua santrinya hadir ketika itu. Dalam video unggahan ketika itu ada Abu Paya Pasi, Abu Abdullah Kruet Lintang dan para teungku lainnya yang telah menjadi ulama dan pimpinan dayah.
Saat itu, Abu Lueng Angen berbicara dengan begitu semangat menyampaikan berbagai pesan keislaman dengan mengutip banyak ayat, hadits dan matan-matan kitab yang diucapkan dengan begitu fasih dan lancar.
Di akhir pidatonya, Abu Daud memohon maaf kepada seluruh muridnya barangkali dulu ketika beliau mendidik mereka ada kekeliruan dalam ucapan maupun tindakannya. Itulah Abu Lueng Angen seorang ulama yang 'alamah dan insaf. Setelah pertemuan besar itu, Abu Lueng Angen lebih banyak diam dan jarang beliau berbicara ke publik. Beliau lebih memilih mendoakan masyarakat Aceh dalam diamnya, karena beliau adalah seorang yang mustajab doa.
Tahun 1969 masyarakat di kawasan tempat tinggalnya dilanda oleh kemarau yang panjang, namun saat beliau memimpin shalat istisqa', maka di malam harinya turunlah hujan yang begitu lebat.
Sekarang, ketika Allah memanggil kembali Abu Daud ke hadhiratNya, Ahad, 19 Juni 2022 bertepatan 19 Zulkaidah 1443 H, telah berusia lebih dari 80 tahun. Telah banyak kebaikan yang beliau persembahkan untuk ummat, dunia pendidikan dan bangsa ini. Telah dihabiskan usia remaja dan mudanya untuk berkhidmah kepada gurunya, telah dipersembahkan untuk Islam akalnya yang cerdas, fisiknya yang gagah, hatinya yang bijaksana.
Allahummaghfirlahu, warhamhu, wa’afihi wa’fua’anhu. (editor: smh)
0 facebook:
Post a Comment