lamurionline.com -- Sesuai dengan penerapan Kurikulum Merdeka yang telah disahkan oleh pemerintah, Kepmendikbudristek No. 262 Tahun 2022 Pedoman Penerapan Kurikulum dalam rangka Pemulihan Pembelajaran (Kurikulum Merdeka), memuat salah satu unsur pembentukan karakter yang berasal dari kearifan lokal. Dengan demikian, setiap guru di tanah air harus memahami secara baik kearifan lokal yang dimaksud.
Setiap daerah memiliki karakter dan kearifan lokal masing-masing. Tak kalah dengan provinsi lain di Indonesia yang mempunyai kearifan lokal yang beragam, di Aceh sendiri memiliki kekayaan kearifan lokal yang bercorak khas, warisan leluhur yang mengandung kebijaksanaan. Hampir di setiap kabupaten di Aceh pula memiliki karyanya masing-masing.
Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal (local wisdom) biasanya diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi melalui cerita dari mulut ke mulut. Kearifan lokal ada di dalam cerita rakyat, peribahasa, lagu dan permainan rakyat. Kearifan lokal sebagai suatu pengetahuan yang ditemukan oleh masyarakat lokal tertentu melalui kumpulan pengalaman dalam mencoba dan diintegrasikan dengan pemahaman terhadap budaya dan keadaan alam suatu tempat.
Nah, berangkat dari keberagaman kearifan lokal tersebut, buku Bahasa dan Sastra Aceh dipandang sangat layak menjadi referensi pembelajaran kearifan lokal di sekolah di Aceh. Buku tersebut berjudul Bahasa Indatu Nenek Moyang Ureueng Aceh karya Hamdani Mulya dan Razali Abdullah. Materi yang terkandung dalam buku Bahasa Indatu Nenek Moyang Ureueng Aceh sebagai buku yang berisi kearifan lokal dapat menjadi salah satu referensi dalam pembelajaran kurikulum Merdeka.
Jadi, kearifan lokal merupakan salah satu pilar dari Kurikulum Merdeka yang telah disahkan oleh pemerintah berdasarkan Kepmendikbudristek No.262 Tahun 2022 tersebut.
Sejalan dengan itu, agar bisa mengenal lebih dalam tentang buku tersebut, sebaiknya kita mengenal lebih akrab buku Bahasa Indatu Ureueng Aceh yang menjadi referensi bagi kurikulum merdeka yang saat ini digunakan di tanah air dan di Aceh khususnya. Adapun data tentang buku tersebut adalah sebagai berikut.
Buku ini ditulis berdasarkan pengamatan yang mendalam terhadap perkembangan bahasa Aceh. Buku ini ditulis menganut ragam dialek pesisir utara Aceh. Karena bahasa Aceh secara umum sangat dipengaruhi oleh dialek pesisir utara Aceh. Dalam berkomunikasi secara formal masyarakat Aceh lebih banyak menggunakan dialek ini. Dialek pesisir yang dimaksud dalam buku ini adalah dialek Pasai, Peusangan, dan Pidie. Berdasarkan pertimbangan bahwa dialek daerah inilah yang lazim secara umum digunakan oleh masyarakat Aceh saat berkomunikasi dalam forum resmi.
Perlu juga dipahami bahwa asal mula perkembangan bahasa Aceh berasal dari dialek Pasai. Karena Pasai merupakan pusat perkembangan Bahasa dan Sastra Aceh yang menjadi pusat peradaban Islam di Asia Tenggara. Mengingat di jejak Kerajaan Islam Samudra Pasai ini banyak peninggalan warisan tradisi tulis-menulis oleh para sastrawan dan ahli bahasa Aceh.
Dialek dalam buku ini merupakan dialek yang mudah dipahami oleh masyarakat Aceh secara menyeluruh. Serta dianggap sebagai dialek yang standar. Buku ini ditulis dalam kurun waktu yang lumayan panjang. Dimulai sejak tahun 2010 sampai tahun 2017 baru selesai, rampung sekitar 7 tahun. Ini disebabkan karena dalam mengumpulkan bahan-bahan isi buku harus akurat dan terpercaya.
Buku ini ditulis sebagai bahan referensi bagi siswa, mahasiswa, guru, dosen, dan masyarakat umum pemakai bahasa Aceh dalam pembelajaran tentang bahasa Aceh. Buku ini berisi teori-teori mengenai bahasa Aceh yang ditulis dengan pendekatan sosial dan budaya (socio-culture). Sebagai salah satu ragam corak bahasa yang ada di nusantara dan dunia. Tujuan penulisan buku ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran kurikulum muatan lokal (mulok) dan kurikulum merdeka di provinsi Aceh. Serta menambah ragam khazanah buku bahasa Aceh dalam katalog perpustakaan nasional.
Menulis sebagai tradisi intelektual muslim perlu dilestarikan. Salah satu cara yang harus ditempuh adalah dengan menulis buku ini. Untuk mengulang kembali kegemilang Aceh sebagai pusat peradaban ilmu pengetahuan. Buku ini penulis beri judul Bahasa Indatu Nenek Moyang Ureueng Aceh.
Memahami Isi Buku Bahasa Indatu Ureueng Aceh
Buku ini mengulas keunikan Bahasa Aceh sebagai salah satu ragam bahasa yang ada di dunia. Bicara sapaan dari Cah-cah sampai Nek Tu. Mengulas makanan dari Breuh bu sampai Sira Dapu. Menjelaskan alat pertanian dari Cangkoi Blang hingga Peurontok Pade serta Moto Mu Ue.
Buku ini membahas berbagai kearifal lokal dalam masyarakat Aceh yang dipengaruhi oleh Islam sebagai agama yang dianut oleh orang Aceh yang 100 persen Islam. Seperti perayaan maulid Nabi Muhammad Saw yang selalu diperingati setiap tahun. Serta dilengkapi dengan syair-syair seperti Dike Aceh, Qasidah, dan syair Aceh lainnya.
Sebuah buku yang layak dibaca untuk semua kalangan. Serupa bahasa Indonesia yang mampu mempersatukan nusantara, Bahasa Aceh pun memiliki peranan yang sangat penting dalam komunikasi sesama perkumpulan dalam tatanan masyarakat Aceh yang harmonis. Kiranya Bahasa Aceh perlu dilestarikan dan diperkenalkan kepada masyarakat luas.
Sesuatu yang memprihatinkan jika hari ini ada anak-anak Aceh yang tidak mampu lagi berbahasa Aceh. Baik dari segi menulis maupun membaca, Bahasa Aceh telah menjadi suatu hal yang sukar dilakukan bagi kalangan orang Aceh sendiri saat ini. Hal ini dikhawatirkan akan membawa dampak kepada kehilangan identitas pribadi bagi orang Aceh.
Selain itu, dalam buku yang terbilang unik ini dilengkapi dengan teori-teori mengenai Bahasa Aceh dari pelajaran 1 sampai 11. Yang berisikan ungkapan utama dalam Bahasa Aceh, kata sapaan, kekerabatan, istilah kata sukar hewan dan tumbuhan, unsur serapan asing sampai dialek Bahasa Aceh.
Jika dibaca dari pelajaran 1 sampai 11 buku ini akan didapati bagian-bagian yang mirip dengan Kamus Bahasa Aceh. Sedangkan pelajaran 12 sampai 20 buku ini sengaja langsung ditulis dalam Bahasa Aceh. Antara lain seperti pelajaran Jak Beut U Dayah (Pergi Mengaji ke Pesantren), Jak Dengo Dakwah (Pergi Mendengar Ceramah), Uroe Raya (Hari Raya) dll. Cerita-cerita dalam buku ini mirip cerita pendek (cerpen) dalam sastra Indonesia. Dalam buku ini kisah-kisah tersebut diberi nama oleh penulis ceurita paneuk (cerpan).
Buku ini, merupakan sebuah buku kearifan lokal masyarakat Aceh yang patut menjadi koleksi pembaca di seluruh nusantara. Juga dilengkapi dengan istilah kata sukar serta berisikan soal-soal. Sangat cocok untuk pelajaran kurikulum muatan lokal di sekolah dan materi ajar Kurikulum Merdeka. Buku ini juga berisikan alat-alat teknik, elektronik, sarana transportasi, dan alat-alat kantor dalam Bahasa Aceh. Selamat membaca. Orang pintar menghargai bahasa dan budaya nenek moyang yang mengandung kearifan lokal serupa Bahasa Aceh.
Tulisan ini disampaikan pada acara bedah buku yang diselenggarakan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Aceh Utara, 16 November 2022.
Riwayat Singkat Penulis :
Hamdani, S.Pd. atau dengan nama pena Hamdani Mulya adalah Pemateri Pelatihan Guru MGMP Bahasa Indonesia tahun 2021. Penulis buku Cerdas Berbahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Unimal Press Lhokseumawe tahun 2011, penulis buku Bahasa Indatu Nenek Moyang Ureueng Aceh yang diterbitkan oleh Afkaribook Banda Aceh tahun 2017, novel Pengantin Surga diterbitkan oleh Magzha Pustaka Pati, Jawa Tengah tahun 2018, dan Jejak Dakwah Sultan Malikussaleh, diterbitkan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh, Banda Aceh tahun 2020. Karya Penelitian Tindakan Kelas yang telah dihasilkan antara lain Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Materi Menulis Laporan Observasi Pada Siswa Kelas X MAN Lhokseumawe tahun 2015 dan Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Materi Menulis Laporan Observasi dengan Menggunakan Metode Sosiodrama di MAN Lhokseumawe Pada Siswa Kelas X IIS 2 Semester 1 Tahun Ajaran 2017/2018. Hamdani Mulya adalah Guru SMAN 1 Lhokseumawe, Pegiat Literasi, Pengamat Bahasa dan Sastra Aceh.
0 facebook:
Post a Comment