Namun tidak sedikit tanah wakaf yang terbengkalai dan tidak terurus, bahkan belum memiliki legalitas hukum berupa akta ikrar wakaf dan sertifikat tanah wakaf, sehingga rawan terjadinya sengketa dan penyalah gunaan.
Melihat permasalahan tersebut dua lembaga di Aceh Besar yaitu Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Kejaksaan Negeri melaksanakan perjanjian kerja sama penanganan masalah hukum bidang perdata dan tata usaha negara, jumat (10/2) di aula Kejari, Kota Jantho.
Penanda tanganan perjanjian kerja sama di lakukan oleh Ketua BWI Drs H Salahuddin MPd dan Kepala Kejaksaan Negeri Basril G, SH MH.
Menurut Ketua BWI Aceh Besar Salahuddin, perjanjian kerja sama ini bertujuan untuk melakukan sosialisasi, advokasi dan penanganan bersama terhadap permasalahan tanah wakaf berupa pendampingan hukum, penanganan hukum dan tindakan hukum. Dengan adanya kerja sama ini para nazir wakaf dan masyarakat di harapkan akan lebih tergugah untuk menjaga dan mengelola tanah wakaf, tidak perlu ragu dan takut untuk menyampaikan kepada BWI dan Kejaksaan jika ada sengketa atau nazir yang tidak amanah.
Terhadap tanah wakaf yang bersengketa dan di salah gunakan, maka pihak BWI, Kementerian Agama dan Kejaksaan akan melakukan proses advokasi, untuk itu para nazir, aparatur gampong harus lebih pro aktif, laporkan segera jika ada permasalahan tersebut.
Kepada keuchik dan imum meunasah di minta untuk mendata seluruh tanah wakaf, jumlah persil, yang bersertifikat dan yang belum memiliki sertifikat bahkan luasnya. Berdasarkan pengamatan, banyak gampong tidak memiliki data dan sistem pengelolaan tanah wakaf. Untuk itu di minta kepedulian dan kerja sama para aparatur gampong. Para wakif telah mewakafkan harta dan kekayaannya untuk kemaslahatan ummat, maka kita harus mewakafkan waktu dan tenaga untuk menjaga dan mengelola aset wakaf dengan baik, harap H Khalid Wardana, wakil ketua BWI.
0 facebook:
Post a Comment