Oleh: Juariah Anzib S.Ag
Penulis Buku Menapaki Jejak Rasulullah Dan Sahabat
Jika melihat Al-Quran, kita pasti terkenang kepada nama seseorang yang sangat terkenal dan termasyhur dalam sejarah pembukuan Al-Quran. Dia tidak asing dan sangat akrab di telinga pembaca Al-Quran. Seorang pemuda cerdas, berilmu tinggi, gagah perkasa, serta pemberani. Dialah Zaid bin Tsabit, seluruh penjuru dunia mengenalnya dengan baik.
Sosok Zaid bin Tsabit, seketaris pertama di dunia peradaban Islam dipaparkan Khalil Muhammad Khalil dalam bukunya Biografi 60 Sahabat Nabi Saw. Zaid adalah seorang Anshar dari Madinah. Ketika Rasulullah saw hijrah ke sana, Zaid masih berusia 11 tahun dan segera masuk Islam. Melalui dukungan orang tuanya, muda balia pemberani ini menawarkan dirinya ikut serta dalam perang Badar bersama Rasulullah saw. Namun beliau menolaknya karena Zaid masih terlalu anak-anak.
Zaid tidak berputus asa. Selanjutnya ia dan teman-teman sebayanya kembali minta bergabung dalam perang Uhud. Para remaja pemberani ini unjuk kebolehan di depan Rasulullah saw agar diterima dalam barisan mujahidin. Diantara mereka ada yang menampilkan kebolehan menombak, memperlihatkan tangan yang kuat dan kekar, menunjukkan otot-otot yang kuat, bahkan ada yang sampai menangis. Rasulullah bangga dengan keberanian anak-anak muda ini. Akan tetapi, beliau berjanji akan mengikutsertakannya dalam pertempuran selanjutnya, yaitu perang Khandak.
Zaid tidak hanya ahli berperang. Ia seorang yang cerdas, intelektual, dan penghafal Al-Quran serta menulisnya. Ia sangat cepat memahami dan menguasai bahasa asing, sehingga Rasulullah saw menjadikannya sebagai sekretaris penulisan surat kepada raja-raja dan kaisar dunia untuk menyampaikan dakwah ke seluruh negeri.
Khalil menulis, dengan kepribadiannya yang cemerlang, Zaid dihormati dan dihargai oleh kaum muslim sebagai seorang ulama besar. Sosok yang berilmu tinggi ini adalah seorang yang humoris dalam keluarganya dan disegani di majlisnya. Ia ahli di bidang peradilan, fatwa, qira'ah dan faraidh, sehingga banyak orang membutuhkan fatwanya.
Sejak Rasulullah saw diangkat menjadi Rasul, setiap wahyu yang diturunkan kepada beliau di ajarkan sepada para sahabat, sehingga Al-Quran tersebar menjadi hafalan para sahabat. Namun setelah Rasulullah saw wafat, timbul berbagai kemelut dalam Islam. Diantaranya muncul nabi-nabi palsu, mereka yang enggan membayar zakat, bahkan ada yang keluar dari Islam (murtad).
Hal itu perlu dibasmi untuk menyelamatkan Islam, sehingga perang demi perang terus terjadi, yang menyebabkan syahidnya para penghafal Al-Quran. Hal ini merupakan ancaman berat bagi perkembangan dunia Islam.
Untuk mengatasi memungkinan buruk terjadi, Umar bin Khathab menyarankan kepada khalifah Abu Bakar agar menyelamatkan Al-Quran dengan mengumpulkannya. Kekhawatiran Umar bin Khathab cukup beralasan, sehingga Khalifah Abu Bakar bermusyawarah dengan para sahabat supaya menemukan solusi terbaik. Karena itu, tertujulah pandangan para sahabat menjadikan Zaid bin Tsabit yang ahli menulis menjadi ketua pengumpulan Al-Quran.
Sebagai sosok yang bertanggungjawab, tugas yang diembankan kepadanya terlalu berat. Ia melukiskan kesukaran tugasnya tersebut dengan berkata, "Demi Allah, andaikan mereka memintaku memindahkan gunung dari tempatnya, sungguh lebih mudah bagiku dari pada perintah penghimpun Al-Quran." Ia berpikir, ketelitian dalam menulis Al-Quran tentu sangat berat. Seandainya terjadi kesalahan penulisan sekecil apapun walau tanpa sengaja, adalah suatu bencana besar dan kengerian luar biasa.
Namun Allah Swt mendampinginya melalui firmannya dalam Al-Quran surat Al-Hijr ayat 9, "Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Quran, dan Kami pula yang memeliharanya."
Berkat pertolongan Allah Swt, Zaid sukses melaksanakan tugas mulia dengan penuh tanggung jawab. Ttahap pertama pengumpulan Al-Quran masih berbentuk mushaf, yaitu lembaran-lembaran yang belum dibukukan dan masih memiliki perbedaan tanda baca antara satu mushaf dengan mushaf lainnya. Untuk itu, para sahabat harus menyatukan dalam satu mushaf saja.
Khalil Muhammad Khalil selanjutnya menulis, perbedaan tanda baca Al-Quran akan menjadi masalah di kalangan umat Islam. Mereka terus menerus melakukan perjuangan untuk kesempurnaan pengumpulan Al-Quran. Pada masa khalifah Utsman bin Affan, segolongan sahabat pimpinan Hudzaifah bin Al-Yaman menghadap khalifah. Mereka membicarakan tentang menyatukan mushaf Al-Quran menjadi satu pembukuan secara sempurna.
Untuk itu, khalifah Usman bin Affan kembali meminta tenaga dan pikiran Zaid bin Tsabit menangani tugas ini. Zaid bersama beberapa sahabat mengambil mushaf yang disimpan di rumah Hafshah binti Abu Bakar. Hafshah menjaganya dengan sangat baik dan penuh tanggung jawab, maka mulailah Zaid melakukan tugas mulia tahap kedua. Ia dibantu para sahabat penulis wahyu dan penghafal Al-Quran. Perbedaan tanda baca diseragamkan. Mereka berpedoman kepada petunjuk dan pendapat Zaid bin Tsabit, yang dijadikan sebagai alasan kuat dan keputusan akhir dalam pengumpulan Al-Quran.
Berkat kerja keras Zaid bin Tsabit dan beberapa sahabat, kini Al-Quran dapat di baca dengan mudah. Untuk itu, mari sejanak kita pikirkan, betapa sulitnya perjuangan para penulis mengumpulkan, menulis dan menyamakan bacaan Al-Quran. Sejatinya mereka sama dengan para mujtahid yang berjihad di jalan Allah untuk menerangi dunia dengan cahaya kesucian Al-Quran. Semoga Allah meridhai mereka. Fahala jariah akan terus mengalir kepada para mujtahid Al-Quran hingga akhir zaman. Wallahu'lam.
0 facebook:
Post a Comment