"Penting kita selamatkan (penyu)," ujar Saiful Bahri.
Ia mengatakan dunia menaruh perhatian pada konservasi di Aceh yang salah satunya penyelamatan penyu. Karena itu ia mengajak serta masyarakat untuk menjaga kelestariannya.
"Semangat gotong royong masyarakat agar terus ditingkatkan. Dengan demikian hal-hal positif dalam rangka konservasi seperti ini bisa terus terlaksana." ujarnya.
“Kegiatan konservasi ini adalah kegiatan utama LEPA, kami berharap agar kegiatan konservatif ini terus dapat kita lanjutkan dengan dukungan berbagai elemen masyarakat dan juga pemerintah Aceh” ujar Ketua LEPA, Firdaus.
Pon Yaya, sapaan Saiful Bahri, meminta agar masyarakat Pulo Aceh agar menyusun konsep konservasi agar nantinya bisa ia bawa dalam sidang paripurna di DPRA.
"Saya berharap masyarakat bisa buat satu rencana tertulis, apa yang harus dibantu pemerintah Aceh. Insya allah akan kita kawal," ujar Pon Yaya.
"Dan butuh 30 tahun bagi ia (penyu) untuk kembali kemari dan bertelur," ujar Pon Yaya.
“Ini merupakan apresiasi yang sangat luar biasa bagi kami mendapatkan dukungan langsung dari pimpinan DPRA terhadap. Kegiatan konservatif ini, ini adalah semangat tambahan untuk kami agar terus berkampanye tentang ancaman kepunahan penyu ini”sebut Muliad Azis, pemuda Pulo Aceh.
Sementara itu, Kris Handoko dari Badan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang wilayah kerja Aceh, mengatakan apa yang dilakukan masyarakat dan Lembaga Ekowisata Pulo Aceh (LEPA) merupakan sebuah torehan sejarah.
"Kami bangga dengan apa yang dilakukan kelompok LEPA ini. Mereka berhasil menetaskan penyu dan hari ini melepasliarkan kembali ke laut," ujar Kris.
Pada proses pelepasan tukik tersebut, ratusan masyarakat datang untuk menyaksikan. Sekitar limapuluhan lebih tukik kemudian dilepas oleh sebagian besar anak-anak. Mereka kata Kris menjadi saksi sejarah nantinya. Di mana jika tukik-tukik itu selamat di lautan, maka sekitar tiga puluhan tahun lagi, penyu dewasa akan kembali ke tempat ia menetas. (rizky/rel)
0 facebook:
Post a Comment