lamurionline.com -- Banda Aceh -- Masyarakat sipil Aceh yang tergabung dalam Aliansi Warga Advokasi Optimalisasi Implementasi dan Revisi UU Pemerintahan Aceh (Awasi UUPA), perwakilan praktisi, dan akademisi menyampaikan kajian kebijakan (policy brief) kepada Ketua DPR Aceh terkait masukan masyarakat sipil dalam agenda revisi Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). Policy brief tersebut diterima langsung oleh Ketua DPRA Saiful Bahri, Senin, (22/5/2023), yang juga disaksikan oleh Ketua Banleg, beberapa ketua komisi, dan tim revisi UUPA.
Host Awasi UUPA Raihal Fajri menjelaskan, aliansi ini terdiri dari Katahati Instute, ACSTF, Forum LSM Aceh, Yayasan Demokrasi Perdamaian dan Resolusi Konflik, HakA, CCDE, JKMA, WALHI Aceh, Koalisi NGO HAM Aceh, Komunitas Tikar Pandan, The Aceh Institute, Forbina, Kontras Aceh, YEL, MaTA, Gerak Aceh, LBH Banda Aceh, PSUIA, Prodelat, ACCI, Flower Aceh, serta RpuK.
Dia menambahkan, kebutuhan merevisi UUPA menjadi penting, karena telah terjadi pembaharuan kondisi, baik berupa perubahan-perubahan peraturan perundang-undangan yang menyebabkan sejumlah pasal dalam UUPA tidak lagi menjadi rujukan. Selain itu, sejumlah kewenangan yang telah ditetapkan menjadi aturan para pihak pemerintah dan Pemerintah Aceh tidak berjalan secara optimal. Karenanya, koalisi Awasi UUPA memberikan rekomendasi, optimalisasi, dan revisi dalam proses usulan revisi UUPA yang sedang berlangsung.
“Revisi atau perubahan aturan perundang-undangan dalam sistem hukum nasional diperbolehkan dengan beberapa pertimbangan seperti kehendak politik untuk mempertahankan kekuasaan, penyesuaian terhadap sistem hukum nasional dan aspirasi masyarakat,” katanya.
Menurut Raihal Fajri, optimalisasi atau revisi UUPA harus dilihat secara filosofis, sosiologis maupun yuridis, sehingga tidak memunculkan penolakan karena bertentangan, tumpang tindih atau dieleminir oleh produk legeslasi lainnya. Mengingat secara hierarkinya UU ini di tingkat ketiga setelah UUD 1945 dan TAB MPR, sehingga legal standingnya merupakan lex specialis secara kewenangan dan keistimewaan yang dimiliki oleh Aceh diselenggarakan oleh Pemerintah Aceh.
Karena itu, katanya, Awasi UUPA menyampaikan dua rekomendasi penting, pertama, untuk subtansi UUPA yang sudah selaras dengan MoU Helsinki 2005 dan aspirasi masyarakat Aceh diharapkan supaya dapat dioptimalisasi pelaksanaannya. “Kedua, subtansi UUPA yang belum selaras dengan MoU Helsinki 2005 dan aspirasi masyarakat Aceh kami harapkan supaya dapat direvisi atau diubah dan ditambah pengaturannya,” pungkas Raihal Fajri. (Sayed M Husen)
0 facebook:
Post a Comment