Oleh: Nazli Hasan, MA

Penyuluh Agama Islam Fungsional Kabupaten Aceh Barat Daya

Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima, kemampuan yang menjadi syarat mutlak untuk ibadah haji ini dinamakan pula dengan rukun penyempurnaan. Seseorang dirasakan belum sempurna keIslamannya sebelum melaksanakan ibadah haji. Cita-cita berhaji bukan sekadar terdorong karena keinginan untuk melakukan ibadah di depan ka'bah secara langsung, bukan juga untuk menaikkan status sosial dan gengsi, mewujudkan sebuah gelar atau sekadar pamer kesalehan. Lebih dari itu, setiap Muslim mendambakan haji mabrur, haji yang baik, haji yang berhasil, haji yang sesuai dengan tujuan apa seseorang diperintahkan untuk berhaji, haji yang mengembalikan hamba kepada kesucian.

Ibadah haji bentuk perjalanan spiritual yang menguji keimanan, membutuhkan kesabaran dan kesungguhan dari setiap perkara yang dilalui ditanah suci. Setiap langkah kaki para jamaah haji akan menjadi momen terbaik untuk meningkatkan taqwa, mendekatkan diri kepada Allah, dan memperbaiki diri menjadi pribadi yang lebih baik.  Karena sesungguhnya kemabruran haji adalah hasil optimal dari amal ibadah yang dilakukan.  

Terdapat banyak keutamaan dan hikmah yang terkandung dari predikat haji mabrur, antaranya yaitu mendapat ampunan dari-Nya. Di sisi lain, ibadah haji dijanjikan mendapatkan pahala surga. Sebagaimana  Rasulullah SAW menjelaskan, Allah SWT telah menjanjikan balasan nyata bagi mereka yang mendapat mabrur, yakni surga yang abadi: "Umrah ke umrah berikutnya merupakan pelebur dosa antara keduanya. Dan tiada balasan bagi haji mabrur, melainkan surga" (HR Bukhari-Muslim).

Keistimewaan lainnya adalah penghapusan dosa-dosa masa lalu. Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang haji dan tidak berkata jorok dan berbuat fasik, maka akan keluar dosa-dosanya seperti hari dilahirkan dari ibunya (HR. Bukhari -Muslim).

Haji Mabrur 

Dikutip dari keterangan hadis dalam buku Fiqih Sunnah 3 oleh Sayyid Sabiq bahwa terdapat tiga amal yang paling utama dan dicintai oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW adalah beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, berjihad di jalan Allah SWT, dan haji yang mabrur.

Abu Hurairah RA yang meriwayatkan bahwa pada suatu ketika Rasulullah SAW pernah ditanya tentang amal yang paling utama. Rasulullah SAW menjawab, "Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya." Beliau ditanya, "Kemudian apa lagi?" Beliau menjawab, "Kemudian berjihad di jalan Allah." Beliau ditanya, "Kemudian apa lagi?" Beliau menjawab, "Kemudian haji yang mabrur."

Dalam buku Sayyid Sabiq disebutkan  bahwa haji termasuk ke dalam jihad di jalan Allah SWT. Sedangkan Ibnu Hajar Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Haji disebut jihad karena di dalam amalan tersebut terdapat mujahadah (jihad) terhadap jiwa.”

Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah mengatakan, “Haji dan umrah termasuk jihad. Karena dalam amalan tersebut seseorang berjihad dengan harta, jiwa dan badan. Sebagaimana Abusy Sya’tsa’ berkata, ‘Aku telah memperhatikan pada amalan-amalan kebaikan. Dalam shalat, terdapat jihad dengan badan, tidak dengan harta. Begitu halnya pula dengan puasa. Sedangkan dalam haji, terdapat jihad dengan harta dan badan. Ini menunjukkan bahwa amalan haji lebih afdhal’.”

Inilah keutamaan haji, yaitu haji yang mabrur. Jihadnya tidak selesai dengan berakhirnya ibadah di tanah suci, namun sejatinya sebuah jihad baru dimulai sekembalinya jamaah haji ke tanah air. Orang yang kemudian digolongkan sebagai haji mabrur adalah seseorang yang pasca melaksanakan haji mampu bertransformasi menjadi lebih baik bagi dirinya, namun tidak cukup itu saja, perubahan yang positif juga dirasakan oleh orang-orang atau lingkungan di sekitar mereka. Terkait pemaknaan terhadap haji mabrur tersebut, meskipun pada prinsipnya merupakan kewenangan sepenuhnya dan merupakan rahasia bagi Allah SWT, namun secara manusiawi memiliki beberapa tanda yang dapat diamati.

Tanda haji mabrur sebagaimana yang digambarkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad : "Para sahabat berkata, 'Wahai Rasulullah, apa itu haji mabrur?' Rasulullah menjawab, 'Memberikan makanan dan menebarkan kedamaian.”

Memberikan makanan bermakna memiliki rasa jiwa sosial tinggi, terutama kepada orang-orang di sekitar yang kurang mampu dengan memperbanyak sedekah, infak, maupun menyantuni anak yatim serta fakir miskin. 

Tanda haji mabrur dapat terlihat dari sikap seseorang yang semakin gemar menebar kedamaian sehingga tidak ada rasa benci, iri, atau hal-hal lain yang mengundang pertengkaran, perselisihan dan permusuhan. Semoga Allah selalu membimbing kita dalam kebaikan.

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top