Oleh: Haffiqurrahman
Kehadiran sistem transportasi sering memicu pengembangan infrastruktur lainnya seperti jalan raya, jembatan, pelabuhan, dan bandara. Infrastruktur yang baik dapat mendukung konektivitas dan pertumbuhan ekonomi lebih lanjut. Transportasi yang baik adalah kunci untuk mencapai fasilitas pendidikan dan layanan kesehatan. Ini memungkinkan anak-anak mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan orang dewasa untuk mengakses layanan kesehatan yang diperlukan.
Pada tahun 1980-an, labi-labi menjadi transportasi umum yang populer di Aceh, memudahkan masyarakat dalam aktivitas sehari-hari seperti mencapai pendidikan dan layanan kesehatan. Labi-labi, berbentuk mobil losbak dengan tempat duduk dan penutup, digunakan luas di Kota Banda Aceh dan wilayah lainnya. Namun, pasca tsunami Aceh dan seiring pertumbuhan ekonomi yang memicu peningkatan penggunaan kendaraan pribadi, popularitas labi-labi menurun meskipun masih beroperasi dengan rute dan tarif khusus di beberapa kota.
Pasca Tsunami Aceh 2004, Kota Banda Aceh mengalami peningkatan jumlah penduduk dan perekonomian yang berimbas pada meningkatnya kendaraan pribadi dan masalah kemacetan. Untuk mengatasi permasalahan ini, Pemerintah Provinsi Aceh melalui Dinas Perhubungan mengoperasikan Bus Trans Kutaraja sebagai alternatif transportasi umum. Kehadiran Trans Kutaraja diharapkan dapat mengurangi kemacetan dan menciptakan ketertiban lalu lintas di Kota Banda Aceh.
Bus Trans Kutaraja, yang mulai beroperasi sejak 2016, adalah Bus Rapid Transit (BRT) pertama di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar, menawarkan fasilitas lengkap dan pelayanan ramah. Awalnya hanya melayani Kota Banda Aceh, namun karena tingginya permintaan, layanannya diperluas oleh Dinas Perhubungan Aceh dengan membuka empat rute baru untuk memenuhi kebutuhan mobilitas masyarakat di wilayah yang lebih luas.
Sejak tanggal 1 September 2022, Bus Trans Kutaraja telah memiliki rute pengumpan (feeder) baru yang meliputi Ulee Lheue – Simpang Rima, Simpang Rima – Simpang 3 PU, Simpang Rima – Lampuuk, dan Pusat Kota – Lambaro melalui Lueng Bata. Bus Kutaraja beroperasi setiap harinya dari pukul 06.30 WIB hingga pukul 20.00 WIB. Perubahan dan penambahan rute bertujuan untuk memperluas jangkauan layanan serta memudahkan mobilitas masyarakat dengan lebih baik.
Namun, tampaknya Bus Trans Kutaraja belum sepenuhnya memberikan fasilitas mapan dalam mobilitas warga Kota Banda Aceh. Trans Koetaradja sendiri memiliki kapasitas penumpang hingga 75 orang yang mengharuskan masyarakat Kota Banda Aceh untuk mengantri atau memilih transportasi lain sebagai media perjalanan.
Fasilitas dan kualitas pelayanan yang baik akan mendorong pelanggan menggunakan jasa tertentu. Fasilitas akan mempermudah pelanggan menggunakan jasa yang ditawarkan, kualitas pelayanan akan menghasilkan kepuasan pelanggan, sehingga berpengaruh pada keputusan untuk menggunakan jasa. Melihat permasalahan baru, pemerintah Aceh berencana akan menghadirkan MRT (Mass Rapid Transit) atau Transportasi Cepat Massal pertama di Aceh. MRT ini diharapkan dapat memudahkan mobilitas warga. Selain itu, kunjungan wisatawan diharapkan meningkat tajam dengan kehadiran MRT.
Proyek MRT di tanah Rencong sudah digaungkan sejak tahun 2019. Namun dana yang dibutuhkan tentu sangat besar sehingga tidak hanya mengandalkan dana APBD saja. Proyek pembangunan MRT di tanah Rencong akan menghabiskan dana sekitar 5 – 6 triliun yang bersumber dari APBN, APBA, hingga APBK. Perencanaan proyek ini harus terhenti saat pandemi covid-19 melanda dunia. Tulisan ini akan membahas apakah Aceh perlu MRT sebagai moda transportasi? Bagaimana pengaruh MRT terhadap pengembangan ekonomi di Aceh?
Kehadiran Mass Rapid Transit (MRT) atau Transportasi Cepat Massal dalam perekonomian masyarakat dapat memiliki dampak yang signifikan. MRT adalah sistem transportasi umum yang menyediakan layanan kereta cepat untuk mengangkut penumpang dalam jumlah besar secara efisien. Dampak perekonomian dari MRT dapat mengurangi kemacetan lalu lintas dan waktu perjalanan yang panjang, sehingga memungkinkan orang untuk bekerja, beraktivitas, dan berbisnis dengan lebih efisien. Ini dapat membantu mengurangi biaya operasional dan waktu yang terbuang akibat kemacetan lalu lintas.
MRT memungkinkan tenaga kerja untuk mencapai tempat kerja dengan lebih mudah dan cepat, bahkan jika mereka tinggal di luar kota. Ini dapat membuka peluang bagi orang untuk bekerja di area yang lebih luas, meningkatkan fleksibilitas karier, dan mengurangi tekanan pada pasar tenaga kerja di pusat kota. Selain itu, kehadiran MRT dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, dapat membantu mengurangi polusi udara dan lalu lintas, serta dampak lingkungan negatif lainnya. Ini dapat mengarah pada biaya yang lebih rendah untuk kesehatan masyarakat dan lingkungan.
Pembangunan MRT bukan hanya sebatas meningkatkan mobilitas masyarakat Aceh dengan waktu tempuh yang lebih singkat, melainkan MRT dapat menyumbang pertumbuhan ekonomi di Aceh dengan peningkatan tenaga kerja baik itu pada tahap pembangunan dan operasional MRT, pengembangan hunian terjangkau, hingga pertumbuhan nilai properti dalam kawasan.
Hal ini dapat mengurangi angka pengangguran yang terjadi di Aceh. Upaya untuk meningkatkan layanan transportasi, seperti pengoperasian MRT memiliki potensi untuk mengurangi angka pengangguran di Aceh. Data yang dikutip dari Badan Pusat Provinsi Aceh menunjukkan bahwa pada Februari 2023, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Aceh sebesar 5,75%. Jumlah angkatan kerja juga mengalami peningkatan, dan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) mengalami kenaikan sebesar 0,97 persen poin.
Ini menunjukkan bahwa dengan adanya inisiatif transportasi seperti MRT ada potensi untuk menciptakan peluang kerja baru yang dapat membantu mengurangi angka pengangguran di Aceh. Lebih banyak layanan transportasi dapat memungkinkan orang untuk bekerja di area yang lebih luas dan mengakses peluang pekerjaan yang mungkin tidak tersedia sebelumnya. Karena itu, inisiatif ini memiliki dampak positif tidak hanya dalam hal mobilitas masyarakat, tetapi juga pada aspek ekonomi dan ketenagakerjaan di wilayah tersebut.
Kehadiran Mass Rapid Transit (MRT) tidak hanya mempermudah mobilitas masyarakat dan mendukung perekonomian, tetapi juga dapat menarik minat wisatawan untuk mengunjungi ibu kota. Dengan menyediakan aksesibilitas yang lebih mudah dan nyaman, MRT mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi dan online, serta mengurangi kemacetan lalu lintas. Waktu tempuh yang singkat dan terprediksi memungkinkan wisatawan merencanakan perjalanan dengan lebih baik dan mengunjungi lebih banyak tempat dalam waktu yang lebih efisien.
Selain itu, stasiun-stasiun MRT yang dilengkapi dengan peta rute dan informasi wisata memudahkan wisatawan menjelajahi tempat-tempat menarik di sekitar. Perjalanan dengan MRT juga memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk merasakan pengalaman lokal yang otentik dan berinteraksi dengan penduduk setempat. Wisatawan yang menggunakan MRT turut berkontribusi pada upaya keberlanjutan lingkungan dengan mengurangi polusi dan lalu lintas, menjadikan destinasi yang peduli lingkungan sebagai daya tarik tambahan bagi mereka yang sadar akan pentingnya keberlanjutan.
Dapat disimpulkan bahwa pengenalan MRT (Mass Rapid Transit) di Aceh diharapkan dapat mengatasi masalah kemacetan dan mempermudah mobilitas penduduk. MRT memiliki dampak positif terhadap perekonomian dengan mengurangi biaya dan waktu perjalanan, serta membuka peluang kerja lebih luas bagi masyarakat Aceh. Kehadiran MRT juga dapat meningkatkan minat wisatawan dengan menyediakan aksesibilitas yang lebih mudah dan nyaman untuk menjelajahi kota, serta memberikan pengalaman lokal yang otentik.
Pembangunan proyek MRT dapat bervariasi tergantung pada bagaimana MRT diimplementasikan, dikelola, dan diintegrasikan dengan sistem transportasi yang sudah ada. Perencanaan yang baik, pengelolaan yang efisien, dan partisipasi aktif dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat akan sangat penting dalam memastikan bahwa MRT memberikan manfaat ekonomi yang signifikan bagi masyarakat. Sehingga transformasi Kota melalui pembangunan MRT (Mass Rapid Transit) memberikan dampak dan manfaatnya bagi ekonomi, mobilitas, dan lingkungan.
Penulis merupakan Mahasiswa UIN Ar-Raniry Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam
0 facebook:
Post a Comment