lamurionline.com -- Aceh Besar -- Sejak lahirnya UU Wakaf nomor 41 tahun 2004, kebijakan perwakafan terus mengalami perkembangan yang luar biasa. Pembentukan Badan wakaf Indonesia, tata kelola data secara digital, kerja sama strategis dengan lembaga terkait dan pengamanan aset wakaf adalah sederet kebijakan yang telah memberi warna baru pengelolaan wakaf di Indonesia.
Salah satu di antara kebijakan yang terus di kembangkan adalah program sertifikasi tanah wakaf. Program ini bertujuan memfasilitasi tanah wakaf yang belum bersertifikat untuk mendapatkan sertifikat dari Badan Pertanahan (BPN). Kebijakan sertifikasi tanah wakaf di dasarkan pada angka tanah wakaf yang terus berkembang setiap tahun. Namun sampai saat ini belum ada data yang valid tentang progres sertifikasi tanah wakaf.
Pelaksanaan sertifikasi tanah wakaf samping prosesnya melalui Kemenag kemudian di ajukan ke BPN, ada juga nazir wakaf yang mengurus secara mandiri di BPN, ada juga melalui program PTSL sehingga Kemenag tidak memiliki kendali terhadap data. Di samping itu masih banyak obyek tanah wakaf yang belum memiliki legalitas surat atau akta ikrar wakaf sehingga belum masuk dalam data base.
Untuk itu Kantor Kementerian Agama Kabupaten Aceh Besar melakukan program update data tanah wakaf dengan menugaskan kepala KUA selaku pejabat pembuat akta ikrar wakaf (PPAIW) untuk membentuk tim pendataan secara maksimal ke seluruh gampong. Validasi tanah wakaf bertujuan untuk memudahkan rekapitulasi terhadap tanah wakaf yang telah bersertifikat, telah ber AIW atau yang tidak memiliki legalitas surat.
Kepala Kankemenag Aceh Besar yang di wakili Plt Penyelenggara Zakat dan Wakaf Ruhul Akram SAg bersama Kasubbag tata usaha H Khalid Wardana dan staf Zawa Ihsan SE melakukan monitoring dan pembinaan terhadap tim pendataan di Kecamatan Kuta Baro dan Blang Bintang, kamis (8/8).
Dalam kegiatan monitoring terungkap bahwa masih banyak keuchik, imam gampong dan nazir wakaf yang tidak peduli terhadap tanah wakaf. Bahkan ketika penyuluh agama menjumpai aparatur gampong untuk proses pendataan, masih ada ungkapan untuk apa di data atau di sertifikatkan nanti tanah wakaf akan di ambil alih oleh negara. Ada juga kasus ketika pemilik tanah/wakif menjumpai pengurus masjid untuk di wakafkan malah di arahkan untuk di hibah dengan alasan lebih fleksibel, bisa di jual untuk operasional masjid, tentu pemahaman seperti ini sangatlah keliru, ungkap Khalid Wardana, yang juga aktivis BWI Aceh Besar.
Kantor Kementerian Agama Kabupaten Aceh Besar menghimbau kepada seluruh keuchik, aparatur gampong, imam dan tokoh masyarakat untuk pro aktif menjaga, menyelamatkan dan memberdayakan tanah wakaf. Jika tanah wakaf belum memiliki legalitas surat dapat menghubungi petugas di kantor KUA, sehingga dapat di proses akta ikrar wakaf dan proses sertifikat.(Cek Man/*)
0 facebook:
Post a Comment