Oleh: Syahrati, M.Si
Penyuluh Agama Islam Kabupaten Bireuen
PP tersebut terdiri dari 1.072 pasal yang meliputi penyelenggaraan upaya kesehatan, aspek teknis pelayanan kesehatan, pengelolaan tenaga medis dan tenaga kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan, serta teknis perbekalan kesehatan dan ketahanan kefarmasian alat kesehatan.
Beberapa aturan progresif dalam PP Kesehatan menarik perhatian masyarakat. Salah satunya adalah poin yang mengatur mengenai penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. Aturan tersebut tertuang dalam Pasal 103 yang mengatur soal pelayanan kesehatan reproduksi.
Pasal 103 ayat (1) menyebutkan, upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi. Lalu, ayat (4) menyatakan bahwa pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja, paling sedikit terdiri atas deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi.
Penyediaan Alat Kontrasepsi
Dilansir dari beberapa media, disebutkan bahwa alat kontrasepsi yang dimaksud dalam PP tersebut tidak diperuntukkan bagi semua remaja, melainkan untuk mereka yang sudah menikah dengan kondisi tertentu dan berencana menunda kehamilan karena masalah ekonomi atau kesehatan. Di beberapa daerah, masih banyak masyarakat yang menikah di usia sekolah. Oleh karena itu, pemerintah menargetkan mereka untuk diberi alat kontrasepsi.
Meskipun ada alasan yang diberikan oleh pemerintah, kebijakan ini tetap menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat. Berbagai multitafsir yang muncul berpotensi memunculkan banyak celah penyalahgunaan di lapangan. Dikhawatirkan aturan ini akan menjadi pintu bagi seks bebas di kalangan remaja Indonesia, atau bahkan menjerumuskan remaja atau anak usia sekolah ke dalam pergaulan bebas karena fasilitas yang diberikan oleh pemerintah.
Dampak Negatif
Indonesia saat ini sedang menghadapi kondisi darurat pornografi dan seks bebas. Kasus konten pornografi menduduki peringkat kedua di skala Asia Tenggara. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat membawa dampak positif sekaligus negatif. Kemudahan komunikasi dan penyebaran informasi menjadi sangat mudah, termasuk penyebaran pornografi melalui media elektronik dan online yang dapat dikonsumsi oleh segala usia tanpa batas.
Dalam situasi seperti ini, seharusnya pemerintah memperkuat pendidikan seksual dan pengembangan penyuluhan kesehatan reproduksi pada anak di sekolah. Oleh karena itu, pelayanan kesehatan reproduksi terkait deteksi dini penyakit, pengobatan, rehabilitasi, dan konseling lebih diutamakan daripada penyediaan alat kontrasepsi.
Lebih tepatnya, penyediaan alat kontrasepsi diperuntukkan bagi pelayanan kesehatan reproduksi orang dewasa sebagaimana terdapat dalam Pasal 104 atau pada Pasal 105 terkait upaya kesehatan sistem reproduksi calon pengantin untuk menghindari kesalahpahaman di masyarakat.
Sebagai negara dengan mayoritas muslim, peraturan ini urgen untuk ditinjau kembali demi terwujudnya norma-norma agama tanpa perlu membuat aturan turunan untuk menginterpretasikan PP tersebut. Karena PP ini adalah perjalanan panjang yang akan menentukan tegaknya nilai-nilai moral anak bangsa. Sekecil apapun celah dalam sebuah aturan akan mudah dipermainkan oleh orang-orang yang menginginkan keburukan atas negeri ini.
Pendidikan Seks
Pendidikan seks di Indonesia masih dianggap tabu untuk diberikan kepada anak-anak dan remaja. Orang tua dan orang dewasa sering merasa risih dan enggan saat anak-anak dan remaja menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan seks, memilih untuk mengalihkan pembicaraan atau mengatakan bahwa mereka akan tahu dengan sendirinya saat dewasa.
Tidak memberikan jawaban yang baik, benar, dan jelas tentang seks kepada anak-anak dan remaja akan menimbulkan masalah baru di masyarakat. Perubahan fisik dan hormonal pada remaja membuat mereka ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan tubuh mereka. Remaja yang dipenuhi rasa ingin tahu akhirnya akan mencari tahu sendiri atau bertanya ke teman yang tidak sedikit memberikan pengetahuan yang salah mengenai seks.
Oleh karena itu, memberikan pendidikan seksualitas pada anak-anak sedini mungkin menjadi sangat dibutuhkan. Orang tua harus menjadi teman baik bagi anak-anak mereka untuk berkomunikasi terkait persoalan yang sering dihadapi remaja saat ini. Perlu menciptakan lingkungan masyarakat yang ramah bagi anak. Lingkungan yang ramah terhadap anak akan menentukan kualitas pertumbuhan anak, baik secara sosial maupun psikologisnya.
Penting juga memasukkan pendidikan seksualitas dalam kurikulum di sekolah. Ruang kelas harus dipenuhi dengan diskusi tentang seksualitas yang menyenangkan, dan guru perlu dibekali informasi yang benar tentang seksualitas sehingga mereka mampu mendidik siswanya agar tidak malu mendiskusikan tentang seksualitas. Selama ini, guru sering memaknai seksualitas sebagai pornografi dan tidak pernah melihatnya dari sudut keilmuan.
0 facebook:
Post a Comment