Oleh Hamdani, S.Pd Guru SMAN 1 Lhokseumawe, Pemerhati Sejarah Islam dan Pegiat Literasi di Forum Penulis Aceh |
“Masa
hijrah Nabi Muhammad
Neutinggai teumpat Mekkah mulia
Bak watee suboh Nabi beurangkat
Dua ngon sahbat ngon Abu Bakar”
Artinya :
“Masa hijrah Nabi Muhammad
Meninggalkan tempat Mekkah Mulia
Ketika waktu subuh Nabi berangkat
Berdua dengan sahabat Abu Bakar”
(Kasidah Aceh karya Tgk. M. Thaib Abu Bakar)
Memahami Dike Aceh
Sebait
senandung kasidah Aceh di atas sering dilantun pada acara meudike ketika memperingati
Maulid Nabi Muhammad Saw. Dike berasal dari kata zikir dalam bahasa Arab
yang berarti puji-pujian kepada Allah yang diucapkan berulang-ulang. Zikir juga
sebuah aktivitas ibadah umat Islam untuk mengingat Allah.
Dike Aceh mengalami
pergeseran makna yang meluas yang berarti seni membaca puji-pujian kepada Allah
Swt, shalawat kepada Rasul, dan membaca sejarah Islam dengan ragam bahasa
sastra yang indah. Sedangkan kasidah adalah seni suara yang bernapaskan Islam, di mana
lagu-lagunya banyak mengandung unsur-unsur dakwah Islamiah dan nasihat-nasihat
baik sesuai ajaran Islam.
Aceh daerah yang berjuluk Serambi Mekkah
merupakan sebuah wilayah yang sangat kental dengan nilai-nilai Islam. Syiar
Islam di Aceh terlihat dari berbagai sisi kehidupan. Ajaran Islam yang luhur
telah menyatu dalam tatanan masyarakat Aceh di segala bidang.
Sanusi M.
Syarif (2005) memaparkan bahwa adat istiadat yang tumbuh, hidup dan berkembang
di masyarakat hakikatnya merupakan refleksi daripada nilai-nilai agama Islam
sesuai dengan hadih maja, (peribahasa Aceh sebagai falsafah hidup) rakyat Aceh “Hukom
Ngon Adat, Lage Zat Ngon Sifeut,” bermakna bahwa antara adat dengan hukum adalah seperti zat
dengan sifat, menjadi satu dan tidak boleh dipisahkan.
Denyut nadi syiar Islam telah menyatu
dalam darah masyarakat Aceh. Salah satu syiar Islam yang terlihat begitu kental
di Aceh dapat ditemukan pada acara perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw yang
diperingati setiap tahun.
Kemeriahan Peringatan Maulid di Aceh
Dalam perayaan maulid di Aceh, momen
religius ini telah menjadi tradisi bagi masyarakat Aceh yang dalam kehidupannya
sehari-hari melekat dengan nilai adat dan budaya. Maka tidak mengherankan
apabila memasuki bulan Rabiul Awal, perayaan maulid Nabi terlihat sangat
meriah.
Filolog Aceh Hermansyah, M.Th, M.Hum
ahli manuskrip memaparkan bahwa Maulid Nabi di Aceh merupakan perayaan penting
dan semarak. Kecintaan masyarakat Aceh terhadap maulid terlihat dengan
banyaknya kitab-kitab tentang maulid yang ditulis dengan bahasa yang indah,
dipenuhi dengan hiasan yang memiliki keistimewaan.
“Kitab sanjungan kepada Rasulullah
seperti kitab Dalailul Khairat, Barzanji, dan Syaraful Anam sangat istimewa di
Aceh dibacakan pada perayaan maulid,” ungkap Filolog Hermansyah yang juga Dosen
UIN Ar-Raniry Banda Aceh itu menjelaskan.
Di Aceh, peringatan maulid Nabi Muhammad
Saw dikenal dengan istilah "maulod". Dalam pelaksanaan itu, warga
menggelar kenduri besar dengan mengundang anak yatim dan kerabatnya. Warga
kampung tetangga sebelah juga ikut diundang untuk menikmati lezatnya kenduri.
Salah satu perayaan maulid Nabi terlihat jelas dari warga Gampong Sumbok Rayeuk,
Kecamatan Nibong, Kabupaten Aceh Utara.
Umumnya, perayaan maulid tidak hanya
digelar pada hari sebagaimana ditetapkan dalam kalender saja. Namun juga tetap
digelar selama 3 bulan berturut-turut. Dapat dikatakan bahwa, perayaan maulid
di Aceh merupakan perayaan kenduri dengan waktu terlama.
Berdasarkan penanggalan dalam kalender
Islam, tradisi perayaan maulid dimulai dari Rabiul Awal, Rabiul Akhir dan
Jumadil Awal. Pada bulan Rabiul Awal, perayaan maulid disebut dengan Meulod
Awai, kemudian Rabiul Akhir disebut Meulod Teungoh dan Jumadil Awal disebut
Maulod Akhe.
Perlu diketahui, tradisi perayaan maulid
di Aceh dengan kenduri besar. Bagi masyarakat yang mampu melakukan kenduri,
maka akan berkenduri dan membagikan makanan kepada masyarakat lain yang
berkumpul di meunasah-meunasah (surau).
"Maulid diperingati sebagai rasa
cinta kepada Baginda Rasulullah Muhammad Saw. Bagi masyarakat Aceh, jika tidak
melakukan kenduri maulid merasa ada sesuatu yang kurang. Sehingga tidak
mengherankan apabila pada bulan maulid masyarakat berbondong-bondong membawa
makanan yang telah dimasak ke meunasah," kata Sri Wahyuni, S.Pd.I salah
seorang guru Pendidikan Agama Islam yang bertugas di MAN 6 Aceh Utara pada
Kamis (28/9/2024).
Saat membawa makanan, ada tempat khusus
yang disebut "dalong", yaitu wadah khusus berbentuk selinder.
Ukurannya pun beragam, rata-rata berkisar 30 hingga 50 cm. Dalong inilah wadah
pengisian nasi lengkap dengan lauk pauk. Uniknya lagi, sajian nasi dan lauknya
pun ditata rapi dan berlapis-lapis atau dikenal "Dalong Meulapeh".
Dalong inilah yang diantar warga ke meunasah-meunasah yang akan dibuka untuk
disantap bersama anak yatim dan fakir miskin.
“Pada momen peringatan maulid ini kita
juga harus meneladani akhlak rasul sebagai uswatul hasanah, teladan terbaik yang
memberikan suri teladan bagi seluruh umatnya,” sambung Sri Wahyuni guru yang
juga pemerhati Sejarah Islam sebagai narasumber.
Menu yang dihidangkan pada perayaan
maulid sangatlah istimewa. Salah satu menu khas Aceh adalah "bu
kulah" atau nasi kulah, nasi yang dibungkus dengan daun pisang. Bentuk
bungkusan nasi ini seperti piramida, sangat menarik. Nasi bungkus berciri khas
Aceh. Nasi ini dimasak secara khusus dengan paduan rempah-rempah seperti
cengkeh, kapulaga dan aneka rempah lainnya.
Lebih menarik lagi, formasi “bu kulah”
berbentuk piramida ini dibungkus dengan daun pisang yang terlebih dahulu dilayu
di atas bara api. Sehingga sajian makanan Aceh dengan rasa dan aroma khas Timur
Tengah ini kian terasa. Sementara menu yang disajikannya juga khas dan jarang
ditemui pada perayaan lainnya. Salah satunya adalah "kuah pacri".
Dalam kuah ini, tersedia buah nanas yang dimasak dengan kuah encer dengan
paduan cengkeh, kapulaga, cabai merah yang diiris halus dan daun pandan untuk
menambah aroma. Menu lainnya adalah aneka daging sapi, kambing, ayam dan bebek.
Selain menu yang disebutkan diatas, ada
hidangan khas pada kenduri maulid. Yakni bulukat. Nasi ketan yang diberi kelapa
dan dibungkus daun pisang dan berbentuk limas.
Nah, sebelum menyantap hidangan maulid,
masyarakat menggelar zikir dan doa bersama diiringi salawat. Setiap perayaan
maulid di Aceh, kenduri digelar pada siang hari, kemudian malam dilanjutkan
dengan ceramah agama yang disampaikan oleh dai-dai kondang.
Pada
malam hari, warga berbondong-bondong menuju ke meunasah untuk mendengar ceramah
maulid.
Kemeriahan pelaksanaan tradisi maulid di
Aceh, seluruh warga larut dalam berbagai proses pelaksanaannya. Bagi masyarakat
Aceh, maulid telah menjadi tradisi dan dilaksanakan secara turun temurun.
Pelaksanaan peringatan maulid merupakan salah satu contoh semangat kecintaan
terhadap Nabi Muhammad Saw, yang telah membawa perubahan dalam hidup manusia ke
jalan yang benar.
Menurut Miksalmina (2020) dalam
tulisannya Melihat Kemeriahan Warga Aceh Sambut Maulid Nabi
kemeriahan perayaan Maulid Nabi di Aceh memiliki dasar sejarah yang kuat. Ini
sebagaimana termaktub dalam sebuah surat wasiat Sultan Aceh yang diterbitkan
pada 12 Rabiul Awal 913 Hijriah atau 23 Juli 1507, oleh Sultan Ali Mughayat
Syah yang ditemukan Tan Sri Sanusi Junid. Salah satu poinnya adalah mengenai
pelaksanaan Maulid Nabi yang dapat menyambung tali silaturrahmi antar warga gampong
di Kerajaan Aceh Darussalam.
Nilai Pendidikan Islam Pada Peringatan
Maulid
Dengan demikian, berarti perayaan maulid
di Aceh sarat dengan nilai-nilai pendidikan Islam. Karena dengan adanya
perayaan maulid dapat menumbuhkan rasa cinta yang mendalam di hati umat Islam kepada
baginda Rasulullah Muhammad Saw, mengandung nilai pahala dengan membaca zikir
dan shalawat, memahami sejarah perjuangan dakwah Nabi dan Rasul dengan menyimak pembacaan
syair dan kasidah, mengandung nilai ibadah dengan menyantuni anak yatim dan
fakir miskin, mengandung nilai sosial dengan berbagi rasa kebersamaan dan
tolong-menolong, mengandung nilai kearifal lokal, serta mengandung seni sastra
melalui senandung syair kasidah yang dilantukan oleh Syeikh Dike dan para anggota
kelompok grup Dike Aceh. Semoga tradisi Islam yang luhur ini terus lestari
sepanjang masa sebagai khazanah tamadun Aceh yang gemilang.(tengkuhamdani@yahoo.com).
0 facebook:
Post a Comment