Founder Nanggroe Institute, Muhammad Zikri, S.IP, menyampaikan , pilkada seharusnya menjadi ajang pendidikan politik, bukan dirusak oleh praktik pragmatis, seperti politik uang dan jual-beli kursi calon kepala daerah.
“Karena itu, diskusi ini dilatarbelakangi keresahan atas dinamika pilkada Aceh yang dinilai masih riuh dengan berbagai persoalan,” ungkapnya.
Kegiatan yang berlangsung di Aula Dinas Sosial Aceh, Minggu, (24/11/2024), ini dihadiri 70 peserta dari kalangan mahasiswa, LSM, komunitas, ormas perempuan, hingga pemilih pemula.
Menurut Muhammad Zikri, diskusi yang dimoderatori oleh Ladia Septiandini Kepala Divisi Kursus Pembinaan Kader Putri Korwil Korps PII Wati Aceh, ini memberikan wawasan penting tentang pentingnya pendidikan politik menjelang pilkada demi terwujudnya demokrasi yang berkualitas dan berintegritas.
Sementara Ketua Korwil Korps PII Wati Aceh, Husnul Amalia Soleha, dalam pemaparannya menyoroti pentingnya peran perempuan dalam politik.
"Diskusi ini bertujuan mengedukasi perempuan menjelang pilkada, agar mereka mampu memperjuangkan aspirasi dan hak-hak perempuan serta anak. Pemimpin amanah tidak lahir dari sistem yang batil, mari teguhkan integritas dan tolak politik uang," tegasnya.
KIP Banda Aceh, Muhammad Zar, S.E, menjelaskan pentingnya menjadi pemilih cerdas. "Pemilih harus memperhatikan visi-misi pasangan calon dan tidak golput. KIP terus mengedukasi pemilih, termasuk remaja di sekolah, pesantren, kampus, dan kalangan disabilitas," ungkapnya.
Pengacara senior Mukhlis Mukhtar, S.H, menyoroti pilkada sebagai bagian dari komitmen damai Aceh-Jakarta yang diatur dalam UUPA.
"Pilkada harus berjalan sesuai UUPA, terutama Pasal 7 ayat 1 dan Pasal 56-73. Masih banyak persoalan dalam penyelenggaraan yang perlu dibenahi," pungkasnya. (Sayed M. Husen)
0 facebook:
Post a Comment