Oleh Saifuddin A. Rasyid
Kapus PKMB UIN Ar-Raniry Banda Aceh
Tetapi pada sisi lain Aceh juga termasuk bagian dunia yang dipilih oleh Allah untuk membangkitkan masyarakat dunia untuk belajar, sebagai laboratorium dunia (world laboratory), mengutip Dr. Idwan Suhardi, dosen UI, penulis buku Berkelindan Struktur dan Kultur; Sistem Peringatan Dini Tsunami, yang dibedah di UIN Ar-Raniry pada 24 Desember 2024 lalu. Betapa peristiwa tsunami tidak meniscayakan sedikitpun kemampuan manusia. Full Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini seperti yang diucap oleh bapak Azwar Abubakar, Gubernur Aceh in charge kala tsunami itu terjadi, dalam sesi round table itu.
Peristiwa dahsyat, tsunami, 20 tahun lalu itu memang tidak bisa disangkal telah menelan kerugian demikian besar. Jiwa dan harta benda. Semua cerita soal itu sudah terekam dengan baik dalam lembaran tinta emas sejarah. Para korban syuhada juga sudah tenang di syurga, dalam kemurahan dan ridha Allah SWT. Kita sudah melewatinya. 20 tahun adalah masa yang lama untuk tetap dalam duka. Dan itupun tentu harapan masyarakat dunia yang terus melihat kita. Terus membantu kita. Senyum kita adalah bahagia mereka.
Aceh International Forum (AIF) 2024 diinisiasi oleh UIN Ar-Raniry bekerjasama dengan UTU (Universitas Teuku Umar) Meulaboh, dengan dukungan penuh pemerintah propinsi Aceh, adalah untuk menapaktilasi perjalanan Aceh sejauh 20 tahun pasca tsunami – dan juga perdamaian – Aceh dan berupaya melihat ceceran sejarah apa yang belum dikerjakan untuk membangun Aceh 20 tahun – bahkan 25 tahun -- berikutnya.
Para delegasi AIF yang hadir (duta besar, juga lembaga internasional, dari setidaknya delapan Negara), para pejabat nasional dan lokal, akademisi, aktifis kemanusiaan, aktifis pemberdayaan, pemimpin perusahaan dan mahasiswa, dalam forum internasional -- yang dihadiri sekira 700 peserta di Anjong Mon Mata Banda Aceh -- itu seperti bersepakat untuk menentukan jalan baru Aceh pasca 20 tahun tsunami dan damai.
Jalan Baru
Adalah suatu anugerah Aceh mendapatkan dukungan dalam bentuk solidaritas dunia yang demikian kuat pada masa itu. Tidak kurang dari 53 negara melakukan gerak cepat (quick response) bencana untuk membantu warga Aceh yang menderita kehilangan sekira 170 ribu jiwa hilang dan meninggal dunia dan kerugian harta benda senilai tidak kurang dari Rp 51,4 triliyun atau USD 3,5 milyar. Solidaritas itu anugerah, uluran tangan dunia untuk kemanusiaan, dan spirit kebersamaan.
Solidaritas masyarakat dunia itu masih menyala sampai saat ini, setidaknya dalam forum AIF 2024 yang lalu. Tidak sedikit lembaga dan aktifis dunia, duta besar bahkan kepala negara, menyahuti undangan AIF 2024, tanggal 23 sd 24 Desember 2024, yang kami posting melalui instagram AIF 2024. Meskipun tidak semua hadir namun mengapresiasi, mendoakan dan membangun harapan baru (new hope) untuk kemajuan Aceh setelah 20 tahun melewati bencana itu.
Konjen Jepang di Medan, bapak Takonai Susumu, dalam kesempatan meresmikan Pusat Edukasi Tsunami Aceh bantuan Jepang di UTU Meulaboh, sekira pertengahan Desember 2024 lalu, mengisahkan pelajaran dari Jepang dalam melakukan mitigasi bencana tsunami. Dalam poin khusus beliau mencatat gempa dan tsunami Kobe tahun 2011 mengenerate jumlah korban meninggal dalam jumlah relative kecil setelah mendalami pelajaran dari tsunami Aceh tahun 2004.
Aceh juga sudah mengajari dunia dengan rentang waktu masa kepulihan pasca bencana dalam waktu relative singkat. Tak sampai dua tahun, Aceh kembali normal. Tentu disini ada rahasia modal sosial yang dimiliki masyarakat Aceh yang mampu menyembuhkan dengan cepat luka luka. Tak perlu berlama lama dalam duka. Prof Eka Sri Mulyani, bersepakat dengan Dr. Idwan Suhardi, mangatakan modal itu adalah kultur dan spirit keislaman.
Di masyarakat Aceh ada akar budaya yang tumbuh dalam segenap diri individu yang menjadi sumber kekuatan komunitas untuk bergerak bukan hanya untuk memproteksi diri dari terjangan “tsunami” perusak dari luar tetapi juga secara proaktif bergerak maju mengelola dan menghadang tantangan (challenge) yang datang menerpa. Itu historis. Masyarakat Aceh dalam sejarah adalah dijastifikasi sebagai masyarakat yang kuat.
Ini adalah jalan baru Aceh. 20 tahun setelah tsunami 2004. Dari sini kita bangun titik start yang baru, mengubah diri, menyesuaikan orientasi. Ini juga makna kebangkitan, jalan baru, yang disepakati Bapak PJ Gubernusr Aceh, Dr. Safrizal, dalam menyimpulkan sesi round table meeting AIF 2024 yang beliau pimpin. Beliau mengatakan tema peringatan 20 tahun tsunami Aceh tahun 2024 ini adalah “ Thanks To The World”, agar kita tidak melupakan jasa solidaritas dunia. Sekaligus juga beliau mendeclair tema tahun depan adalah “From Aceh Shared to The World”, dari Aceh untuk dunia.
AIF 2025
Menyahuti itu panitia AIF 2024 tahun ini yang dilaksanakan dengan tema “religion, togetherness and humanity”, sebagai upaya untuk menyambung spirit moderasi beragama dalam membangun kehidupan damai dunia. Spirit ini juga didorong oleh pemerintah RI melalui Keputusan Presiden RI nomor 58 tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama yang perlu dijalankan oleh segenap komponen bangsa untuk menata kehidupan hamoni berbangsa di tengah kemaslahatan dunia dan menatap kemajuan bersama dalam bingkai keberagaman manusia.
AIF 2025 disiapkan sejak dini, hari ini, untuk mengusung “From Aceh Shared To The World”. Segenap komponen terkait sepatutnya dikelola untuk menuju titik itu, tentative; Senin 22 sd 24 Desember 2025 di Banda Aceh. Sesuai butir round table, tim AIF perlu bekerja keras melakukan konsolidasi dan mengubah hasil refleksi ke tataran operasional berupa konsep dan tawaran solusi yang akan disampaikan kepada dunia. Dalam berbagai bidang, berbagai sisi. Termasuk menatap tahun 2045, 25 tahun yang akan datang. Saat bulan sabit Indonesia Emas terbit, Aceh ada dimana? Wallahu A’lam. <saifuddin.rasyid@gmail.com>
0 facebook:
Post a Comment