Amalia, S.H., M.E (Mahasiswi S3 Fiqih Modern konsentrasi Hukum Ekonomi Syariah UIN Ar-Raniry)


lamurionline.com -- Perbankan syariah telah menjadi salah satu pilar penting dalam ekosistem ekonomi Islam di Indonesia. Dengan berlandaskan prinsip syariah, perbankan ini tidak hanya berfokus pada keuntungan semata, tetapi juga pada kebermanfaatan sosial. Di Aceh, peran perbankan syariah semakin signifikan mengingat keunikan sistem keuangan berbasis syariah yang diwajibkan oleh qanun setempat, khususnya Qanun Aceh No. 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah yang mewajibkan seluruh lembaga keuangan di Aceh untuk beroperasi sesuai prinsip syariah. Salah satu isu yang menarik untuk dikaji adalah bagaimana perbankan syariah dapat memperkuat keuangan sosial masyarakat, terutama melalui kolaborasi dengan lembaga seperti Baitul Mal Aceh.

Pengelolaan Dana Sosial di Aceh

Baitul Mal Aceh, sebagai lembaga resmi pengelola dana zakat, infak, sedekah, dan harta keagamaan lainnya, memiliki potensi besar dalam mendukung kesejahteraan masyarakat. Data tahun 2024 menunjukkan bahwa realisasi penerimaan dana zakat mencapai Rp53,47 miliar, sementara infak mencapai Rp25,84 miliar, dan sejumlah angka ini menunjukkan bahwa jumlah penyaluran yang masih sangat jauh dari harapan. Tantangan besar ini muncul pada sisi penyaluran, di mana realisasi infak hanya mencapai 13,13% dari target, menunjukkan adanya kendala serius dalam distribusi dana.

Menurut aturan yang diatur dalam Permendagri 77 tentang Standar Akuntansi Pemerintah Daerah, proses pencairan dana Baitul Mal Aceh memerlukan persetujuan pemerintah. Karena sesuai UUPA, Qanun Aceh nomor 10 tahun 2018 sebagaimana telah diubah dengan Qanun Aceh nomor 3 tahun 2021 tentang Baitul Mal, bahwa zakat dan infak yang dikelola oleh Baitul Mal sebagai Pendapatan Asli Aceh. Sehingga mekanisme pengelolaan zakat infak pada Baitul Mal Aceh juga harus mengikuti Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 77 tahun 2020 tentang pedoman teknis pengelolaan keuangan daerah sehingga proses pencairan dana zakat infak juga harus mengikuti standard akuntansi pemerintah.

Sistem ini sering kali memperlambat penyaluran dana, bahkan menyebabkan dana menganggur (idle). Kasus nyata, seperti permohonan bantuan yang baru cair tiga bulan setelah diajukan, sungguh miris menyaksikan kenyataan yang dihadapi masyarakat kita dan inilah potret dampak dari proses birokrasi yang sangat rumit.

Menurut informasi dari pihak internal Baitul Mal Aceh, proses pencairan dana sering kali memakan waktu hingga tiga bulan setelah pengajuan. Hal ini bukan hanya memperlambat distribusi, tetapi juga menyebabkan kasus tragis, seperti mustahik yang telah meninggal dunia sebelum dana bantuan diterima, akibat berbulan-bulan menunggu setelah proses pengajuan. Kejadian seperti ini menggambarkan ketidakefisienan yang sangat mendesak untuk diperbaiki. Jika dibiarkan, kondisi ini dapat semakin merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga zakat dan infak.

Kolaborasi dengan Perbankan Syariah

Perbankan syariah, seperti Bank Aceh Syariah, memainkan peran strategis dalam mendukung pengelolaan dana sosial oleh Baitul Mal Aceh. Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) di Bank Aceh Syariah menjadi instrumen penyimpanan dana yang penting. Namun, banyak dana menganggur (idle) yang tidak dimanfaatkan secara produktif. Misalnya, dana yang mengendap selama proses birokrasi harusnya dapat dioptimalkan melalui produk perbankan seperti tabungan dan deposito syariah atau skema investasi lain yang sesuai dengan prinsip syariah. Dengan langkah ini, dana sosial tidak hanya tersimpan, tetapi juga berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi daerah.

Salah satu kritik utama terhadap pengelolaan dana idle adalah kurangnya pemanfaatan untuk kegiatan produktif. Dana yang menganggur seharusnya dapat dioptimalkan melalui produk perbankan syariah seperti tabungan ataupun deposito mudharabah, yang tidak hanya menjaga nilai dana tetapi juga memberikan imbal hasil lebih baik yang sesuai prinsip syariah. Selain itu, skema pembiayaan ataupun qardul hasan dengan melibatkan pihak lain dalam hal ini melalui Lembaga Keuangan Syariah dapat diteliti dan dikaji kembali sehingga manfaat dana tersebut bisa sekaligus mendukung program pemberdayaan ekonomi Masyarakat.

Pengembangan produk keuangan sosial berbasis syariah diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah idle fund sekaligus memperkuat dampak ekonomi. Dengan menjadikan dana sosial sebagai salah satu sumber investasi daerah, perbankan syariah dan Baitul Mal Aceh dapat berkontribusi langsung dalam pengentasan kemiskinan dan peningkatan ekonomi Aceh, yang hingga kini masih menjadi provinsi termiskin di Sumatera.

Implikasi Sosial dan Budaya

Pengelolaan dana sosial yang efektif tidak hanya memberikan dampak ekonomi tetapi juga sosial dan budaya. Di Aceh, keberadaan dana zakat dan infak yang dikelola dengan baik diharapkan dapat membantu mengurangi tingkat kemiskinan serta mendukung program-program pemberdayaan masyarakat. Namun, jika pengelolaan ini terus terhambat oleh birokrasi dan lemahnya political will dari pejabat yang berwenang, kepercayaan masyarakat akan terus menurun. Hal ini tidak hanya berdampak pada lembaga itu sendiri, tetapi juga mengancam keberlanjutan sistem keuangan sosial syariah di Aceh.

Sebagai pemimpin dan pengelola urusan umat, para pejabat terkait tentu memiliki tanggung jawab besar yang tidak hanya dipertanggungjawabkan di dunia, tetapi juga di akhirat. Prinsip kullukum ra'in wa kullukum mas'ulun 'an ra'iyyatihi (setiap pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya) harus menjadi pengingat bagi mereka untuk mengutamakan kebermanfaatan masyarakat di atas kepentingan pribadi atau golongan.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Perbankan syariah memiliki potensi besar untuk menjadi motor penggerak dalam penguatan keuangan sosial masyarakat di Aceh. Melalui kolaborasi yang erat dengan Baitul Mal Aceh, perbankan syariah dapat mempercepat penyaluran dana sosial, mengatasi kendala birokrasi, dan memaksimalkan dampak ekonomi dan sosial.

Untuk itu, beberapa rekomendasi yang dapat diusulkan antara lain: (1) Penyederhanaan proses pencairan dana sosial melalui birokrasi dan mekanisme yang lebih efisien; (2) Pemanfaatan dana idle melalui produk perbankan syariah yang inovatif, seperti tabungan ataupun deposito dengan imbal hasil yang lebih baik  (3) Peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana oleh Baitul Mal Aceh; (4) Edukasi masyarakat mengenai pentingnya keuangan sosial syariah sebagai solusi keberlanjutan ekonomi; (5) Mendorong political will dari pejabat dan pemimpin pemerintahan untuk memastikan birokrasi yang lebih sederhana terkait penyaluran dana ummat sehingga pengelolaan dana sosial yang berfokus pada kesejahteraan ummat ini mendapat kepercayaan dari Masyarakat.

Dengan langkah-langkah tersebut, peran perbankan syariah dan Baitul Mal Aceh akan semakin relevan dalam membantu mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat. Keberadaan lembaga-lembaga ini harus menjadi solusi nyata bagi persoalan sosial dan ekonomi di Aceh, bukan sekadar simbol tanpa kebermanfaatan yang nyata.

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top