LAMURIONLINE.COM I BANDA ACEH - Pembimbing manasik haji dan umrah, sebagai pendamping yang senantiasa hadir bersama jamaah, harus memiliki sikap toleran dan berkomitmen membantu jamaah dalam menghadapi, menghargai perbedaan pendapat, dan cara dalam menjalankan ibadah haji dan umrah.

Kepala Pusat Kerohanian dan Moderasi Beragama (PKMB) UIN Ar-Raniry, Saifuddin A. Rasyid, menyampaikan hal itu saat mewakili Rektor UIN Ar-Raniry membuka Pelatihan Sertifikasi Pembimbing Manasik Haji dan Umrah angkatan ke-4 tahun 2024, di Hotel Diana, Banda Aceh, Sabtu (7/12/2024) malam.

Pelatihan sertifikasi ini diselenggarakan oleh Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Ar-Raniry bekerja sama dengan Kementerian Agama. Program yang berlangsung 7-14 Desember 2024 ini diikuti secara mandiri oleh 33 peserta, lima di antaranya perempuan.

“Tak bisa dipungkiri, saat jutaan orang dari berbagai latar belakang negara, etnis, budaya, dan gaya hidup bertemu di Mekkah, pasti ada perbedaan dalam melaksanakan prosesi ibadah haji dan umrah. Jamaah harus siap menerima perbedaan itu sebagai bagian dari indahnya mozaik keberagaman dalam beragama,” jelas Saifuddin.

Bendahara ICMI Orwil Aceh ini menambahkan, keberagaman dalam praktik ibadah tersebut muncul karena perbedaan pemahaman terhadap ajaran agama yang dikaji melalui berbagai referensi dan metodologi ilmu agama.

“Tidak bijak jika kita saling merendahkan, menyalahkan, atau mengklaim kebenaran terhadap perbedaan cara beribadah. Ibadah yang kita jalankan adalah bentuk upaya mendekatkan diri kepada Allah sesuai pemahaman dan keyakinan kita,” tegas Saifuddin.

Ia juga menekankan, moderasi dalam haji dan umrah merupakan inti dari spirit toleransi yang harus dipahami oleh pembimbing manasik. Pendekatan yang bijak bagi para pembimbing adalah bermusyawarah untuk menemukan solusi yang tidak memberatkan dan segera mengamalkannya, tanpa memperpanjang diskusi yang dapat memperlebar perbedaan.

Dekan FDK, Prof. Kusumawati Hatta, dalam sambutannya mengatakan, sertifikasi ini sangat penting, karena menjadi salah satu syarat bagi calon pembimbing haji dan umrah. Ia juga mengapresiasi keikutsertaan peserta perempuan dalam pelatihan ini.

“Sangat penting ada pendamping perempuan, mengingat banyak jamaah perempuan menghadapi masalah yang tidak hanya terkait ibadah, tetapi juga persoalan pribadi yang tidak dapat ditangani oleh pendamping laki-laki,” ujar Kusumawati.



Ia menjelaskan, FDK UIN Ar-Raniry berkomitmen untuk menyelenggarakan pelatihan ini dua kali setahun. “Sertifikatnya ditandatangani oleh pejabat terkait dari Kementerian Agama Pusat dan Rektor UIN Ar-Raniry. Oleh karena itu, pihak Kemenag wilayah maupun pusat turut mengawasi dan memberikan materi dalam pelatihan ini,” tambahnya.

Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Aceh, Drs. Arijal, M.Si, mengapresiasi pelatihan ini. Menurutnya, jamaah sangat membutuhkan pembimbing yang cerdas dan tangkas, terutama untuk menyelesaikan berbagai persoalan di lapangan.

“Banyak isu yang membutuhkan sikap bijak dan cerdas, seperti perbedaan pandangan tentang pengambilan miqat di Yalamlam atau Jeddah, perdebatan Mina Jadid dan Mina Qadim, serta tema-tema lain dalam prosesi haji dan umrah,” jelasnya.

Sementara itu, ketua panitia, Dr. Abizal Muhammad Yati, dalam laporannya menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung pelaksanaan pelatihan ini. Ia menambahkan, 33 peserta yang lolos seleksi merupakan individu terbaik yang siap menjadi pembimbing manasik secara mandiri. (Sayed M. Husen)

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top