Oleh: Juariah Anzib, S.Ag

Penulis Buku Wawasan Religius dan Inspirasi

Sejak wafatnya Sayyidah Khadijah, Khaulah binti Hakim dikenal sebagai perempuan yang sangat peduli terhadap kondisi Rasulullah saw. Ia memiliki jasa besar dalam mengurangi kesedihan Baginda Nabi. Khaulah sibuk memikirkan sosok yang layak menggantikan Khadijah untuk mendampingi Rasulullah. Dengan bijaksana, ia menawarkan dua perempuan mulia sebagai pelipur lara beliau: Saudah binti Zam’ah, perempuan lembut yang penuh keibuan, dan Aisyah binti Abu Bakar, gadis cerdas yang masih belia, sekaligus satu-satunya perawan yang dinikahi Rasulullah saw.

Meskipun Khadijah tidak tergantikan di hati Rasulullah saw, kehadiran Saudah dan Aisyah sedikit banyak mampu mengurangi kesedihan beliau. Khaulah menyarankan Rasulullah menikah dengan Saudah binti Zam’ah, seorang wanita dermawan, dan tak lama setelah itu, beliau juga menikahi Aisyah, putri Abu Bakar. Kebaikan hati Khaulah membawa dampak besar dalam perjalanan hidup baru Rasulullah saw.

Khaulah sendiri adalah sosok wanita shalihah, ahli ibadah, dan setia kepada suaminya, Utsman bin Madh’un, seorang laki-laki wara’, zuhud, dan juga ahli ibadah. Ketika Utsman wafat, Rasulullah saw bahkan datang untuk mencium keningnya. Khaulah mengalami kesedihan mendalam atas kepergian suaminya, sehingga hari-harinya penuh dengan air mata. Wajahnya kusam, matanya sembab, dan ia jarang keluar rumah kecuali untuk shalat atau kebutuhan penting. Dalam kesedihan, ia bersandar kepada Allah, memohon kekuatan, dan mendekatkan diri kepada-Nya.

Dalam buku Wanita-Wanita dalam Al-Qur’an Dr. Abdurrahman Umairah, menulis, suatu ketika Khaulah berkunjung ke rumah Rasulullah saw untuk mengucapkan terima kasih kepada para Ummul Mukminin yang telah membantunya saat suaminya wafat. Saat itu, ia merasakan pancaran keimanan dari wajah Rasulullah. Diam-diam, ia berharap menjadi salah satu Ummul Mukminin, wanita pilihan dunia akhirat.

Namun, sebagai wanita yang pandai menjaga perasaan, Khaulah menyembunyikan keinginannya. Ia berharap Rasulullah saw memiliki pemikiran yang sama, tetapi kenyataannya, Rasulullah hanya bersikap baik dan lembut tanpa menunjukkan minat untuk menikahinya.

Hingga suatu hari, dengan keberanian besar, Khaulah datang ke hadapan Rasulullah saw dan berkata, “Ya Rasulullah, aku serahkan diriku untukmu.” Rasulullah terdiam, tidak memberikan jawaban apa pun. Khaulah kembali ke rumah dengan perasaan menunggu takdir Allah untuk dirinya. Meskipun harapannya tidak terwujud, ia tidak pernah berkeluh kesah.

Hal menarik dari kisah ini adalah, meskipun Rasulullah tidak menerima penyerahan dirinya, Khaulah tetap setia mendampingi perjuangan beliau. Ia ikut dalam peristiwa besar seperti pembebasan Kota Mekah dan Perang Hunain yang dipimpin Rasulullah saw. Kesetiaannya mencerminkan cinta yang tulus, ikhlas, dan suci.

Khaulah adalah sosok yang sabar, lembut, dan baik hati. Keimanannya memenuhi setiap detak jantung dan nafasnya. Ia merindukan kebersamaan dengan Rasulullah saw dan senantiasa siap memenuhi panggilan jihad. Ketulusan hatinya adalah anugerah tiada banding, meskipun harapannya tidak terwujud. Ia tetap menjalani hidup dengan semangat, berharap ridha Allah, dan memohon tempat di surga Firdaus bersama Ummul Mukminin.

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top