Oleh : Hendra Supardi

(Mahasiswa program Doktor Fiqh Modern UIN Ar-Raniry Banda Aceh⁩)

Kemiskinan telah menjadi isu global yang mendalam, menyentuh berbagai aspek kehidupan manusia. Namun, di tengah upaya modern untuk mengatasinya, muncul pertanyaan mendasar: apakah cara pandang terhadap kemiskinan sudah tepat? 

Dalam konteks Islam, konsep kemiskinan perlu direvisi untuk menghadirkan solusi yang lebih komprehensif dan sesuai dengan nilai-nilai syariah. As suyuti juga mengatakan “Kemiskinan mendekati kekufuran". 

Kemiskinan dalam Islam tidak hanya dilihat dari perspektif material, tetapi juga spiritual. Shabri dalam artikel “Mengentaskan kemiskinan dalam perspektif ekonomi Syari’ah” menegaskan bahwa kemiskinan dalam Islam haruslah dilihat sebagai konsep integral antara aspek moral (budaya dan spiritual) dan aspek material.

Konsep ini mencakup kebutuhan dasar manusia seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, serta kebutuhan spiritual yang melibatkan kedekatan kepada Allah swt. Pendekatan ini berbeda dari ekonomi konvensional yang hanya mengukur kemiskinan berdasarkan indikator moneter. 

Dalam pandangan Islam, istilah faqir dan miskin memiliki arti lebih luas. Seseorang miskin bisa jadi memiliki harta, tetapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya, sementara faqir adalah mereka yang hampir tidak memiliki sumber penghidupan sama sekali.

Meskipun Islam telah memberikan panduan yang jelas tentang pentingnya mengatasi kemiskinan, negara-negara mayoritas muslim masih bergulat dengan tingkat kemiskinan yang ekstrim. Laporan Bank Dunia yang bertajuk Riding the waves: The East Asian Miracle in the 21st century.” Menunjukkan ada negara muslim tingkat kemiskinan paling ekstrim sebesar 7.5%. dengan penduduk Islam hidup di bawah garis kemiskinan. 

Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa ajaran Islam yang komprehensif tampaknya belum sepenuhnya diimplementasikan? Salah satu kendala utama adalah pendekatan yang masih konvensional dalam melihat kemiskinan, yang hanya berfokus pada aspek material. 

Padahal, kemiskinan dalam Islam bersifat multidimensi, mencakup aspek sosial, budaya, politik, dan spiritual. Revisi konsep ini diperlukan untuk membangun landasan kebijakan pengentasan kemiskinan yang lebih efektif dan sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Islam mengajarkan pentingnya keadilan distribusi kekayaan sebagai kunci untuk mengurangi kemiskinan. Instrumen seperti zakat, infaq, dan sedekah memiliki peran strategis dalam memastikan redistribusi kekayaan secara merata. Namun, implementasi instrumen ini sering terhambat oleh kurangnya kesadaran masyarakat dan kelemahan dalam sistem pengelolaan.

Negara-negara Islam juga perlu mengintegrasikan nilai-nilai ekonomi Islam dalam kebijakan pembangunan. Pengelolaan sumber daya alam yang efisien, penghapusan riba, dan mendorong ekonomi berbasis keadilan sosial adalah langkah-langkah yang dapat membawa perubahan signifikan.

Strategi pengentasan kemiskinan yang efektif harus dimulai dengan edukasi dan pemberdayaan masyarakat. Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan keterampilan dapat membuka peluang ekonomi baru sekaligus meningkatkan taraf hidup masyarakat. 

Selain itu, kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, organisasi keagamaan, dan sektor swasta diperlukan untuk menciptakan program-program yang inklusif dan berkelanjutan. Teknologi juga memiliki peran besar dalam mendukung upaya ini, baik dalam meningkatkan transparansi pengelolaan zakat maupun menciptakan lapangan kerja baru melalui inovasi berbasis syariah.

Revisi konsep kemiskinan dalam ekonomi Islam bukan hanya kebutuhan akademis, tetapi juga langkah strategis untuk menciptakan kesejahteraan yang berkelanjutan. Islam, sebagai agama yang holistik, telah memberikan panduan yang jelas tentang pentingnya keseimbangan antara aspek material dan spiritual. 

Dengan mengintegrasikan nilai-nilai ini ke dalam kebijakan pembangunan, negara-negara mayoritas Muslim dapat membuktikan bahwa Islam bukanlah penghambat, melainkan solusi untuk menciptakan kesejahteraan global.

Perubahan cara pandang dan strategi yang lebih inklusif ini diharapkan dapat menghadirkan keberhasilan dalam mengatasi kemiskinan sekaligus membangun tatanan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top