Oleh Dr. Johansyah, MA
Dosen STIT Al-Washliyah Aceh Tengah.
Ada pohon yang tumbuh tinggi menjulang, dengan dahan dan ranting yang menjangkar ke segala arah, dihiasi daun-daun hijau nan rindang. Ketika tiba waktunya, bunga bermekaran, diikuti putik yang berkembang menjadi buah. Saat buah-buah itu matang, ia dipetik dan dinikmati manusia.Di bagian bawahnya, terdapat akar yang menancap kuat ke dalam bumi. Akar ini adalah nyawa pohon, menyuplai makanan yang dibutuhkan tanpa henti. Jika akarnya sehat, maka seluruh bagian pohon akan sehat. Sebaliknya, jika akarnya sakit, pohon pun akan merana, bahkan bisa mati.
Sayangnya, peran akar sering kali terabaikan. Penikmat buah durian, misalnya, hanya akan memuji kelezatan buahnya tanpa pernah menyebut peran akar dalam proses pembesaran pohon hingga menghasilkan buah nikmat tersebut. Akar hanya dicari ketika memiliki nilai tambah tertentu, seperti untuk obat-obatan, contohnya akar ginseng, bajakah, atau alang-alang.
Kalaupun ada tanaman dengan "buah" yang tumbuh di akar seperti kentang atau wortel, akar tersebut tetap dianggap sebagai hasil utama tanaman, bukan akar itu sendiri.
Allah menciptakan segala sesuatu di dunia ini dengan penuh hikmah bagi orang-orang yang mau berpikir (QS. Al-Ankabut: 44). Akar pohon, misalnya, memberikan pelajaran tentang ketulusan.
Akar adalah ilustrasi orang-orang yang berbuat baik dengan ikhlas, tanpa pamrih. Mereka menolong tanpa pernah kesal jika kebaikannya tidak dibalas. Mereka bersedekah bukan untuk dipuji atau dikagumi, melainkan karena hati mereka selalu tergerak melihat orang-orang yang membutuhkan. Dalam pandangan mereka, memberi bagian dari fitrah manusia yang membawa keberkahan.
Beruntunglah orang-orang yang memiliki karakter seperti akar pohon. Mereka tidak haus akan pujian, tidak marah saat diabaikan dan tidak kecewa menghadapi orang-orang yang lupa berterima kasih.
Dalam ungkapan indah disebutkan, "Jika engkau menunggu balasan kebaikan dari manusia, suatu saat engkau akan kecewa, namun jika engkau mengharapkan ridha Allah, pasti engkau akan mendapatkan balasannya."
Begitulah ketulusan sejati, seperti akar yang terus berjuang menopang pohonnya hingga menjulang tinggi dan berbuah, tanpa pernah beranjak dari tempatnya.
Perjuangan orang tua kita adalah contoh nyata dari filosofi akar pohon ini. Mereka bekerja keras tanpa lelah, pergi pagi dan pulang petang, bahkan hingga larut malam, demi memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Setelah anak-anaknya sukses, mereka tidak pernah meminta imbalan atas semua pengorbanan itu. Yang mereka harapkan hanyalah perhatian dan kasih sayang di hari tua.
Mungkin, dalam hidup, kita juga akan sering bernasib seperti akar pohon: tidak dikenang, apalagi diberi penghargaan atas peran besar yang telah kita jalankan, namun hal itu seharusnya tidak membuat kita berhenti berbuat baik.
Allah menegaskan dalam firman-Nya: "Siapa yang mengerjakan kebaikan sebesar zarrah, dia akan melihat balasannya. Dan siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar zarrah, dia akan melihat balasannya" (QS. Al-Zalzalah: 7-8).
Yakinlah, setiap kebaikan akan menjadi indah pada waktunya. Wallahu a’lam bishshawab.
0 facebook:
Post a Comment