Oleh Dr. Johansyah, MA

Dosen STIT Al-Washliyah Aceh Tengah

Israk Mi’raj merupakan perjalanan spiritual yang fenomenal. Hingga kini, masih banyak orang yang meragukan peristiwa ini, terutama mereka yang mengikuti jejak pemikiran Abu Jahal, yang menganggapnya sebagai dongeng yang dikarang oleh Nabi Muhammad SAW. Sebagai muslim sejati, kita haqqul yakin, peristiwa ini benar-benar terjadi. Seiring perkembangan teknologi yang semakin pesat, tidak menutup kemungkinan mereka yang sebelumnya meragukan akhirnya akan mempertanyakan keraguan mereka sendiri dan menyadari peristiwa seperti itu bisa saja terjadi.

Terlepas dari perdebatan tersebut, banyak hikmah yang dapat dipetik dari Israk Mi’raj. Pertama, peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan bukti nyata Allah SWT Maha Agung. Memperjalankan seorang hamba dengan jarak tempuh yang tak terhingga dalam waktu yang sangat singkat adalah sesuatu yang mustahil bagi manusia, tetapi bukan bagi Allah. Jika menciptakan langit, bumi, dan planet-planet tanpa tiang saja mampu dilakukan oleh-Nya, maka memperjalankan seorang hamba dari satu tempat ke tempat lain dalam waktu singkat tentu jauh lebih mudah. Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa kekuasaan Allah melampaui logika dan akal manusia.

Israk Mi’raj juga menjadi antitesis bagi mereka yang terlalu "menuhankan" sains dan filsafat. Ilmu pengetahuan modern sering kali hanya menganggap sesuatu sebagai kebenaran jika rasional dan didukung oleh bukti empiris. Filsafat, di sisi lain, menganggap sesuatu benar jika dapat diterima oleh akal. Isra’ Mi’raj harus dilihat dengan kacamata iman, yang bersifat supra-rasional. Peristiwa ini mengajarkan, ada dimensi ilahiah yang melampaui hukum alam.

Kedua, perjalanan Nabi Muhammad saw yang bertemu dengan para nabi dan menyaksikan berbagai peristiwa aneh di perjalanan merupakan bukti, dunia ini fana dan ada kehidupan setelah mati. Dalam perjalanan tersebut, Rasulullah saw diperlihatkan gambaran tentang hari pembalasan, mengingatkan kita setiap perbuatan manusia akan dipertanggungjawabkan. Ini adalah salah satu rukun iman yang harus diyakini. Betapa banyak manusia, sebagaimana digambarkan Al-Qur’an, yang tidak mempercayai hari kebangkitan dan hari pembalasan.

Nabi Muhammad saw juga bertemu langsung dengan Allah Swt. Kedekatan Nabi dengan Allah merupakan salah satu bukti beliau adalah hamba yang taat dan memiliki hubungan yang sangat istimewa dengan Sang Pencipta. Allah berfirman dalam Al-Qur’an: “Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia beramal saleh dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun dalam beribadah kepada-Nya” (QS. Al-Kahfi: 110).

Ketiga, dalam peristiwa ini, Nabi Muhammad saw menerima anugerah terindah berupa kewajiban shalat lima waktu setelah melalui beberapa proses negosiasi atas saran dari Nabi Musa AS. Shalat disebut sebagai “kado terindah” karena ia adalah media komunikasi langsung antara manusia dan Allah. Melalui shalat, manusia dapat memohon petunjuk, kekuatan, dan bimbingan untuk menjalani kehidupan sesuai jalan yang diridhai-Nya.

Shalat bukan hanya kewajiban, tetapi juga kebutuhan utama manusia. Shalat lebih penting daripada kebutuhan makan dan minum. Melalui shalat, seorang hamba dapat menjalin kedekatan dengan Allah Swt. Kedekatan inilah yang menjadi pintu terbukanya rahmat dan karunia Allah.

Ibarat seorang pejabat tinggi negara yang memberikan nomor telepon pribadinya kepada kita dan bersedia dihubungi kapan saja, tentu kita merasa senang dan memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menjaga hubungan baik. Begitu pula shalat, Allah telah membuka pintu komunikasi-Nya dengan manusia sepanjang waktu. Seharusnya kita merasa gembira dan menggunakan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya.

Karena itu, mari kita jadikan shalat sebagai mi’raj pribadi untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt dan memperoleh bimbingan-Nya dalam kehidupan. Wallahu a’lam bish-shawab.

SHARE :
Next
This is the most recent post.
Previous
Older Post

0 facebook:

Post a Comment

 
Top