Oleh Dr. Johansyah, MA
Dosen STIT Al-Washliyah Aceh Tengah
Jumlah masjid di Indonesia terus bertambah seiring perkembangan zaman dan pertambahan penduduk. Pada pertengahan tahun 2024, jumlahnya mencapai 800.000 masjid. Di Aceh sendiri, menurut data Kementerian Agama Republik Indonesia, tahun 2023 terdapat 4.450 masjid. Jika dibandingkan dari tahun ke tahun, selalu mengalami penambahan.Masjid tentu tidak saja berfungsi sebagai sarana ibadah, melainkan pusat berbagai kegiatan umat. Seperti di zaman rasulullah saw, selain untuk ibadah, masjid juga difungsikan untuk bermusyawarah, pertemuan, pusat kegiatan sosial, pendidikan, penyantunan, pengobatan, merumuskan strategi perang, dan berbagai bentuk kegiatan lainnya.
Dengan multi fungsinya ini, sejatinya setiap pengelola masjid harus terus berinovasi dalam pengembangan dan pembangunannya. Pada umumnya, selama ini pengembangan sepertinya lebih ditekankan pada aspek fisik, baik perluasan maupun renovasi untuk memperindah tampilan masjid agar indah dipandang dan pengunjung merasa nyaman.
Hal ini tentu saja penting sebagai salah satu bentuk pelayanan prima untuk para jamaah, namun demikian kiranya pengurus masjid jangan sampai hanya terfokus untuk aspek fisik semata. Ada aspek non-fisik yang dinilai lebih substansial, yakni pengembangan potensi masyarakat masjid dalam bentuk edukasi.
Untuk itu, idealnya masjid memiliki kurikulum. Materi pengajian tidak lagi seputar ilmu fikih, tafsir, maupun hadits, tapi juga membahas tentang pendidikan dari berbagai aspek dengan memperhatikan isu-isu kekinian. Kajian seperti ini diharapkan lebih dekat pada wilayah praktis dan menjadi salah satu solusi alternatif yang berdampak langsung.
Salah satu materi penting yang perlu dikembangkan misalnya tentang bimbingan pranikah untuk para calon pengantin. Mereka diberikan pemahaman tentang cara menjadi suami maupun istri yang baik, atau bagaimana membangun keluarga sakinah, mawaddah warahmah. Intinya jangan sampai mereka salah paham tentang hakikat perkawinan yang hanya dipahami sebagai wadah menyalurkan hasrat biologis belaka, tetapi yang lebih utama, sebagai ibadah mulia seumur hidup dengan beragam persoalan yang harus dihadapi bersama-sama.
Hal ini penting dilakukan mengingat dari hari ke hari persoalan rumah tangga semakin mengkhawatirkan. Menurut Mahkamah Syar’iyah Aceh, perkara perceraian di Aceh pada tahun 2024 mencapai 7.103 kasus, yakni 1.518 kasus cerai talak, dan 5.585 kasus cerai gugat.
Persoalan lainnya adalah, banyak orangtua yang mengeluhkan perilaku anak-anak mereka yang kurang peduli dan lalai dengan android dan beragam persoalan lainnya. Beginilah kondisi ril keluarga saat ini. Betapa kita sadari, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat. Jika keluarga baik, masyarakatnya juga baik, namun jika keluarga berantakan, akan banyak muncul persoalan sosial.
Kantor Urusan Agama (KUA) memang melakukan bimbingan pranikah untuk para calon pengantin, namun belum maksimal. Berumah tangga bukanlah perkara main-main. Untuk itu, pola bimbingan yang dilakukan juga tidak sekadar saja. Di sinilah masjid hadir menguatkan peran ini, yakni peran edukasi para calon pengantin, agar mereka mengerti hakikat berumah tangga dan ketika sudah dikaruniai anak mampu mendidiknya dengan baik.
Masjid memiliki peluang besar merancang dan merealisasikan program ini, karena didukung anggaran umat dan fasilitas yang memadai. Sudah saatnya masjid dijadikan sebagai pusat edukasi umat dalam upaya merespon isu-isu kekinian dengan program-program nyata yang solutif. Wallahu a’lam bishawab!
0 facebook:
Post a Comment