Oleh: Juariah Anzib, S.Ag

Penulis Buku Wawasan Religius dan Inspirasi


Pangkat dan jabatan bukanlah jaminan kebahagiaan seseorang. Bahkan sebaliknya, kekayaan yang melimpah dan kedudukan yang tinggi kerap kali membuat seseorang lupa diri dan terjebak dalam sifat riya'. Hal ini tidak berlaku bagi seorang mukminah yang zuhud ini. Justru jabatan sebagai keluarga kerajaan ia jadikan sarana untuk mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta.

Wanita mulia yang terukir dalam sejarah dengan tinta emas ini adalah Rabi'ah Khatun binti Ayyub, saudara kandung Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi. Ia berasal dari keluarga besar yang berpengaruh, dengan tiga puluh lima saudara yang menjadi raja dan gubernur. Kemuliaan hati dan sifat dermawan telah menjadi perhiasan jiwanya. Manisnya iman telah memberikan ketenangan yang jauh lebih berharga dibandingkan kemewahan istana dan kebesaran keluarganya.

Dalam bukunya 66 Muslimah Pengukir Sejarah, Ummu Isra' binti Arafah mengisahkan kepribadian mulia Rabi'ah Khatun. Ia dikenal dengan gelar "Sitti Asy-Syam," yang berarti "Nyonya Besar Negeri Syam." Gelar tersebut tidak menjadikannya angkuh atau merasa lebih tinggi dari yang lain. Ia merasa sederajat dengan sesama muslim. Sayyidah Rabi'ah memiliki jiwa sosial yang tinggi dan penuh kasih sayang terhadap fakir miskin. Setiap tahun, rumahnya dijadikan pusat pengumpulan emas, makanan, obat-obatan, dan kebutuhan lainnya, yang kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan di Syam. Sebuah kemuliaan yang patut diteladani.

Sebagai ulama di kalangan wanita muslimah, Sayyidah Rabi'ah sering menjadi tempat rujukan dalam ilmu dan hadits. Para ulama besar kerap meminta pendapatnya terkait berbagai persoalan. Syaikh 'Athiyyah Muhammad Salim pernah menemukan manuskrip Sunan Dawud yang memuat komentar dari kalangan Al-Mubarak, yang ternyata berasal dari Sayyidah Rabi'ah. Pencapaian ini tentu tidak mudah dan hanya diraih oleh mereka yang memiliki kapasitas keilmuan tinggi.

Menurut Ummu Isra', Sayyidah Rabi'ah menjadikan rumahnya sebagai pusat pendidikan muslimah. Ia dibantu oleh seorang ahli ilmu, Amatullathif binti An-Nashih Al-Hanbali, seorang wanita berilmu yang memiliki banyak karya dalam bidang hadits. Atas saran Amatullathif, Sayyidah Rabi'ah mewakafkan sebuah sekolah bermazhab Hanbali di Qasioun, Suriah.

Kehidupan istana yang megah tidak membuat Rabi'ah terlena. Ia adalah seorang bangsawan yang zuhud, yang senantiasa peduli terhadap nasib rakyat dan fakir miskin. Ia bagaikan dewi penolong bagi mereka yang sedang kesulitan. Tiada hari tanpa sedekah yang ia niatkan untuk membantu mereka yang membutuhkan.

Meskipun hidup dalam lingkungan kerajaan yang penuh kemewahan, Sayyidah Rabi'ah tetap sederhana dan taat kepada Allah Swt. Kesederhanaan adalah ciri khas kepribadiannya. Ia tidak silau dengan kemerlap harta, sehingga ia dicintai oleh rakyat negeri Syam. Kehadirannya membawa keberkahan dan perubahan positif di tengah-tengah kaum muslimah. Banyak yang datang untuk menimba ilmu dan meneladani kesalehannya.

Keluarga besar Al-Ayyubi adalah keluarga yang terdiri dari orang-orang shalih. Dari keluarga ini lahir para pemimpin adil dan zuhud, seperti Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi, ksatria tangguh dalam Perang Salib. Sebuah keberuntungan besar yang patut disyukuri.

Sayyidah Rabi'ah meninggal dunia di rumahnya sendiri, rumah yang ia jadikan sebagai madrasah ilmu dan kebajikan. Semoga kita dapat meneladani pribadi mulia ini, sebagaimana mulianya jiwa beliau di sisi Allah Swt.

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top