Dalam kesempatan itu, Ustaz Aslan menekankan perlunya kebanggaan para santri Nuu Waar, yang mayoritas berasal dari wilayah Indonesia Timur, dalam menempuh pendidikan untuk menjadi penghafal Alquran.
"Seorang anak yang telah menghafal Alquran telah memberi garansi, tiket ke surga untuk orang tuanya," ujar Ustaz Aslan.
Ustaz Aslan juga menggambarkan realitas di Fakfak banyak generasi muda yang belum mampu membaca Alquran. Akibatnya, ketika orang tua mereka wafat, anak-anak tersebut tidak dapat membacakan ayat-ayat suci, seperti surah Yasin, untuk mendoakan mereka.
"Di Fakfak, banyak orang tua yang meninggal, namun anak-anaknya tidak bisa membaca Alquran, tidak bisa membaca Yasin. Akhirnya mereka harus mencari orang lain untuk melakukannya," jelas Ustaz Aslan.
Ia juga menyoroti tantangan lain yang dihadapi generasi muda di Fakfak, seperti pengaruh negatif penggunaan gadget. Berbeda dengan kondisi di Pondok Pesantren Nuu Waar santri dilarang menggunakan gadget dan fokus pada pendalaman ilmu agama.
Lebih lanjut, Ustaz Aslan menegaskan, Alquran memiliki peran penting dalam memberikan syafaat di alam kubur. Ia menggambarkan Alquran sebagai pedoman dan jalan hidup yang harus dipegang teguh.
Dalam pesannya, Ustaz Aslan juga menyinggung kondisi krisis ulama yang tengah melanda Fakfak. Ia menceritakan betapa sulitnya mencari khatib menjadi salah satu tantangan besar di daerah tersebut.
"Untuk menyusun jadwal khatib saja kami kesulitan. Kadang kami meminta orang yang belum lancar membaca Alquran untuk menjadi khatib, meski saat di mimbar mereka terbata-bata," ungkapnya.
Oleh karena itu, Ustaz Aslan berharap para santri Pondok Pesantren Nuu Waar dapat menjadi generasi penerus yang berilmu dan berdakwah di Fakfak dan wilayah Papua lainnya. "Semoga dari sini akan lahir calon-calon alim ulama yang akan membawa cahaya Islam ke tanah Papua," pungkasnya. (Sayed M. Husen)
0 facebook:
Post a Comment