LAMURIONLINE.COM I BANDA ACEH - Baitul Mal Aceh (BMA) telah menyalurkan zakat dan infak sebanyak Rp89,46 miliar untuk 29.859 mustahik dan penerima manfaat di seluruh Aceh selama tahun 2024.
Penyaluran zakat dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan, diantaranya untuk sektor kesehatan, pendidikan, sosial, ekonomi, dan syiar Islam, baik yang bersifat memenuhi kebutuhan mendesak maupun produktif.
Untuk dana Infak, BMA telah menyalurkan bantuan dalam bentuk pemberdayaan ekonomi masyarakat, investasi, penyertaan modal dan kemaslahatan umat.
“Penyaluran zakat dan infak tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan ketentuan tata kelola keuangan berdasarkan regulasi yang berlaku mengingat zakat dan infak merupakan bagian dari Pendapatan Asli Aceh,” kata Ketua Badan BMA, Mohammad Haikal, Jumat (21/02).
Mohammad Haikal mengatakan penyaluran zakat dialokasikan kepada tujuh senif, melalui program-program yang dirancang untuk mewujudkan kemuliaan para mustahik dan mengantarkan mareka menjadi muzakki. Semua ini berlandaskan pada ketepatan, dampak dan keberlanjutan.
Sedangkan untuk penyaluran dana infak dengan berbagai kegiatan yang disusun pada tahun 2024 diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan kaum dhuafa dan pengembangan kelembagaan BMA.
“Pada tahun 2024, BMA telah menyalurkan dana zakat sejumlah Rp64,59 miliar kepada 29.217 mustahik. Sedangkan di tahun yang sama dana infak yang telah disalurkan sebanyak Rp24,87 miliar kepada 642 penerima manfaat,” kata Mohammad Haekal.
Ia menjelaskan dana zakat tersebut disalurkan untuk tujuh senif, di antaranya senif fakir mencapai Rp5,23 miliar, senif miskin Rp42,33 miliar, senif amil Rp1,25 miliar dan senif muallaf Rp2,38 miliar.
Kemudian, untuk senif gharimin Rp2,19 miliar, senif fisabilillah Rp2,76 miliar dan senif ibnu sabil Rp8,41 miliar.
Sedangkan dana infak disalurkan untuk kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat sebanyak Rp7,85 miliar, kemaslahatan umat Rp16,94 miliar dan biaya operasional kegiatan ZIWaH Rp79,42 juta.
Adapun untuk kegiatan investasi dan penyertaan modal yang digunakan sebagai basis dana berkelanjutan untuk mendukung pendidikan, ekonomi dan kemaslahatan umat belum dapat dilaksanakan. Hal ini dikarenakan regulasi yang mengatur mekanisme pelaksanaan kegiatan tersebut belum efektif sehingga terdapat sisa dana sebesar Rp89,2 miliar yang akan disalurkan kembali pada tahun 2025.
Mohammad Haekal menambahkan dalam upaya optimalisasi pencapaian program dan kegiatan yang telah direncanakan, BMA juga menghadapai berbagai kendala dan hambatan, diantaranya fleksibilitas dalam pengelolaan dan pengembangan.
Zakat dan infak sebagai PAD terikat dengan aturan keuangan negara sehingga untuk keperluan kelenturan penyaluran seharusnya diberi ruang yang cukup untuk pemanfaatan dana secara lebih luas.
“Kemudian pengajuan akun khusus Belanja Zakat dan Belanja Infak sampai dengan saat ini masih berproses untuk kemudian akan disahkan oleh Kemendagri. Untuk saat ini, penganggaran pendistribusian dan pendayagunaan Zakat serta Infak umumnya dilakukan pada rekening Bantuan Sosial yang memiliki ketentuan tertentu,” jelasnya.
Hambatan lainnya terkait dengan regulasi dan kebijakan. Dalam pelaksanaan kegiatan terdapat disharmoni regulasi dimana terdapat perbedaan antara peraturan-peraturan yang berlaku di tingkat nasional (UU, Permendagri) dengan regulasi di tingkat daerah (Qanun, Pergub).
Kemudian juga adanya multi-tafsir regulasi, dimana terdapat perbedaan pandangan atau pemahaman mengenai maksud, cakupan atau implementasi dari sebuah regulasi sehingga menciptakan ketidakpastian dalam penerapan regulasi tersebut.
“Tentunya segala hambatan dan kendala tersebut akan kita carikan solusinya. Selain itu untuk mengatasi sumbatan-sumbatan tersebut, kami sedang bekerja keras untuk menemukan solusi yang efektif. BMA berkomitmen untuk menjadikan zakat dan infak sebagai instrumen utama dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat Aceh dengan terus meningkatkan pelayanan dan transparansi,” pungkasnya. (Murdani)
0 facebook:
Post a Comment