Oleh: Ustaz Fakhruddin Lahmuddin 

Ketua  PW DMI Aceh

Rasulullah saw bersabda: "Seandainya engkau tahu sebagaimana aku tahu, niscaya engkau akan lebih banyak menangis daripada tertawa." (HR Bukhari dan Muslim).

Rasulullah memberikan gambaran tentang kondisi akhirat, terutama siksa neraka yang sangat mengerikan. Rasulullah saw, sebagai manusia yang mendapatkan wahyu dari Allah, memiliki pemahaman mendalam tentang azab neraka. Beliau melihat langsung bagaimana pedihnya siksa bagi orang-orang yang ingkar dan lalai dalam kehidupan dunia. 

Karena itu, beliau menasihati umatnya agar lebih banyak menangis dalam kehidupan ini, yaitu menangis sebagai bentuk introspeksi, penyesalan, dan ketakutan terhadap azab Allah. Namun realitas saat ini berbanding terbalik. Jika kita jujur menilai, kebanyakan orang lebih banyak tertawa daripada menangis. Di mana-mana, manusia sibuk dengan canda tawa, sering kali tanpa menyadari dunia ini tempat persiapan kehidupan akhirat.

Fenomena Tertawa Berlebihan 

Kita sering menyaksikan tertawa berlebihan telah menjadi kebiasaan umum dalam kehidupan modern, bahkan dalam situasi yang seharusnya merenung, seperti saat takziah atau pemakaman, masih banyak orang yang bercanda dan tertawa.

Dalam banyak kesempatan, ketika seseorang meninggal dunia, para pelayat berkumpul di rumah duka, namun, alih-alih merenungi kematian dan mengambil hikmah peristiwa tersebut, banyak di antara mereka yang lebih sibuk membicarakan urusan dunia. 

Jika yang hadir para pejabat, mereka membahas seleksi jabatan eselon dua. Jika yang hadir kontraktor, mereka membicarakan proyek dan paket pekerjaan, bahkan sering kali percakapan itu disertai dengan tawa lepas, seolah-olah tidak ada sesuatu yang perlu direnungkan dari kematian yang baru saja terjadi.

Lebih ironis lagi, ketika jenazah sedang dimasukkan ke dalam kubur, masih ada orang yang tertawa. Seharusnya, saat itu menjadi momen refleksi dan perenungan, bahwa setiap manusia pasti akan mengalami kematian dan menghadapi kehidupan setelah mati.

Di tempat-tempat berkumpul seperti warung kopi, orang-orang lebih sering tertawa. Mereka membicarakan berbagai topik, mulai dari politik, ekonomi, hingga gosip, dengan tawa lepas. Ada yang dengan bangga menceritakan keburukan yang pernah mereka lakukan, seperti menipu orang lain, lalu tertawa seakan-akan itu sebuah prestasi.

Yang lebih mengkhawatirkan, seseorang tertawa karena melakukan dosa. Misalnya, ada yang dengan bangga menceritakan bagaimana ia berhasil menipu orang lain dalam urusan bisnis atau politik, lalu ia tertawa. Ini bentuk tawa yang sangat berbahaya, karena menunjukkan kelalaian terhadap hukum Allah dan rasa bangga terhadap kemaksiatan.

Islam Tidak Melarang Tertawa

Islam agama yang seimbang dan sesuai dengan fitrah manusia. Dalam hal ini, Syekh Yusuf Al-Qaradawi menjelaskan, Islam tidak melarang seseorang tertawa dan bercanda, karena tertawa bagian dari karakter manusia. Rasulullah sendiri pernah tertawa dan bercanda dengan para sahabatnya.

Yusuf Qardhawi memberi batasan yang harus diperhatikan dalam tertawa dan bercanda, di antaranya, pertama, tidak boleh mengarang-ngarang atau berbohong untuk membuat orang lain tertawa.  Banyak orang yang mengarang cerita atau berbohong hanya demi membuat orang lain tertawa. Ini tidak diperbolehkan dalam Islam. 

Rasulullah bersabda:  "Celakalah bagi orang yang berbicara lalu berdusta hanya untuk membuat orang lain tertawa. Celakalah dia, celakalah dia." (HR Abu Dawud dan Tirmidzi).

Kedua, tidak boleh berlebihan dalam tertawa. Rasulullah mengingatkan, terlalu banyak tertawa dapat mematikan hati. "Janganlah kalian banyak tertawa, karena banyak tertawa dapat mematikan hati." (HR Tirmidzi). 

Maksud dari "mematikan hati" adalah menjadikan seseorang lalai dari mengingat Allah dan lupa hakikat kehidupan. Orang yang terlalu sering tertawa akan kehilangan sensitivitas terhadap dosa dan kurang memiliki empati terhadap penderitaan orang lain.

Ketiga, tidak boleh mengolok-olok orang Lain. Tertawa yang diperbolehkan adalah tertawa yang tidak merendahkan atau menghina orang lain. Allah berfirman dalam Surah Al-Hujurat ayat 11: "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, karena boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok)."

Keempat, memperhatikan tempat dan waktu.  Ada tempat dan waktu tertentu yang tidak pantas tertawa dan bercanda, seperti di tempat ibadah, saat menghadiri majelis ilmu, atau ketika berada di rumah duka. Rasulullah sendiri tidak pernah tertawa terbahak-bahak, melainkan hanya tersenyum.

Kelima, tertawa dalam batas yang wajar.  Islam tidak melarang seseorang bahagia dan tertawa, tetapi harus dalam batas yang wajar. Sebab, kehidupan dunia ini merupakan ujian yang membutuhkan keseriusan dan ketakwaan.

Anjuran Lebih Banyak Menangis 

Dalam Islam terdapat banyak anjuran untuk menangis, terutama karena takut kepada Allah. Beberapa keutamaan menangis dalam Islam antara lain, pertama, menangis karena takut kepada Allah akan menyelamatkan dari neraka. Rasulullah bersabda: "Dua mata yang tidak akan disentuh oleh api neraka: mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang berjaga di jalan Allah." (HR Tirmidzi).





Kedua, menangis ciri hamba beriman. Menangis karena takut akan dosa dan azab Allah menunjukkan ketakwaan dan kelembutan hati. Sebaliknya, hati yang keras tidak akan mudah menangis dan lebih banyak tertawa.

Ketiga, menangis sifat Rasulullah dan orang-orang saleh. Rasulullah sering menangis dalam shalat malamnya. Para sahabat dan ulama juga dikenal sebagai orang-orang yang mudah menangis ketika membaca Al-Qur'an dan mengingat dosa-dosa mereka.

Kesimpulan

Islam tidak melarang umatnya tertawa, tetapi mengingatkan agar tidak berlebihan dan tetap menjaga adab dalam bercanda. Sebaliknya, menangis karena takut kepada Allah merupakan anjuran yang memiliki banyak keutamaan.

Umat Islam harus lebih banyak merenungkan akhirat, mengambil pelajaran dari kematian, dan menghindari kelalaian yang menjauhkan diri dari Allah. Dengan demikian, kehidupan dunia dapat menjadi ladang amal meraih kebahagiaan sejati di akhirat.

(Dirangkum oleh Sayed Muhammad Husen dari Ceramah Safari Subuh Berjamaah BBC di Masjid Babussalam, Lam Ujong, Aceh Besar, Minggu 16 Februari 2025).

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top