Oleh: Juariah Anzib, S.Ag 

Penulis Buku Wawasan Religius dan Inspirasi


Siswa-siswi kelas enam MIN 13 Aceh Besar berziarah ke makam Teungku Chiek Lampeneuen di Gampong Leugeu, Sabtu, 22 Februari 2025. Kegiatan ini dalam rangka wisata religi dan tadabbur alam. Pelaksanaan kegiatan dipandu oleh guru kelas dan guru agama, yang diawali dengan pengarahan, yasinan, doa bersama, dan tausiah. Kegiatan diakhiri dengan makan bersama di lokasi pemakaman Leugeue, Darul Imarah, Aceh Besar.

Di gampong kecil ini terletak makam seorang ulama besar yang disebut Teungku Chiek Lampeneuen, didampingi oleh makam muridnya yang dikenal sebagai Teungku Chiek Kutakarang. Teungku Abdullah Kan'an, ulama karamah yang memiliki kelebihan luar biasa. Waliullah yang zuhud ini sangat berjasa dalam mendirikan kerajaan Islam pertama di Aceh, ketika kebanyakan masyarakat masih menganut kepercayaan Hindu.

Syaikh mulia ini bernama Teungku Abdullah Kan'an atau Syaikh Hudan, yang lebih dikenal dengan sebutan Teungku Chiek Lampeneuen. Ia bertempat tinggal di Gampong Lampeneuen sehingga disebut Teungku Chiek Lampeneuen. Banyak kisah religi menarik yang dapat dikupas dari ulama karamah ini. Mari kita telusuri sekilas sejarah singkat tentang dirinya.

Teungku Chiek Lampeneuen, ulama yang pertama kali mendakwahkan Islam di Aceh Besar. Beliau berasal dari negeri Kan'an di Palestina dan tiba di Peureulak, Aceh, pada masa pemerintahan Sultan Makhdum Alaidin Malik Mahmud Syah Johan (1173 H).

Dalam artikel yang ditulis oleh Nailan Edward AS, yang dipajang di dinding makam, disebutkan bahwa ketika berada di Kerajaan Peureulak, Teungku Syaikh Abdullah Kan'an mengusulkan kepada Sultan agar mendirikan sekolah agama dalam bentuk pesantren atau dayah. Usulan tersebut disambut baik oleh Sultan, sehingga dibangun sekolah yang dinamakan Zawiyah Cot Kala di Aceh Timur. Lembaga ini merupakan zawiyah pertama di Indonesia.

Raja Kerajaan Hindu Purba Aceh Besar, Indra Sakti, meminta Sultan Peureulak agar mengirimkan bala bantuan ke Aceh Besar untuk menghadapi serangan Maharani Nian Nio dari Kerajaan Seudu. Maharani, anak Liang Khie, panglima perang Cina yang telah menaklukkan Kerajaan Indra Jaya, sehingga wilayah tersebut berubah menjadi Kerajaan Seudu. Liang Khie menobatkan dirinya sebagai raja dan bercita-cita menaklukkan semua kerajaan Hindu di Aceh Besar.

Dalam situasi tersebut, Sultan Peureulak mengutus delegasi berjumlah 600 personel di bawah pimpinan Teungku Syaikh Abdullah Kan'an dan muridnya, Meurah Johan Syah. Peperangan berlangsung sengit hingga akhirnya Kerajaan Seudu dapat dikalahkan. Raja Indra Sakti dan rakyatnya kemudian menyatakan masuk Islam.

Selain membantu Kerajaan Indra Purba, Teungku Abdullah Kan'an juga mendakwahkan Islam. Tentara Peureulak yang terdiri dari para santri Zawiyah, di bawah komando Teungku Abdullah Kan'an dan Meurah Johan Syah, berbaur dengan masyarakat setempat. Mereka mengajarkan ilmu agama, ilmu bela diri, bertani, dan membudidayakan pala yang bibitnya berasal dari Teungku Abdullah Kan'an.

Sebelum menaklukkan Kerajaan Indra Purba, Maharani terlebih dahulu menaklukkan Kerajaan Indra Purwa di Ujong Pancu. Saat menyerang Kerajaan Indra Purba, ia membangun benteng pertahanan di Alue Naga yang dinamakan Benteng Liang Khie, diambil dari nama ayahnya. Seiring waktu, namanya berubah menjadi Lingke, yang kini menjadi salah satu nama gampong di Kota Banda Aceh.

Pasukan Maharani akhirnya dihadang oleh pasukan koalisi Kerajaan Indra Purba yang dipimpin oleh Syaikh Abdullah Kan'an dan muridnya. Maharani kalah dan ditawan. Raja Indra Sakti dan rakyatnya masuk Islam. Setelah itu, Raja Indra Sakti menikahkan anaknya, Potroe Blieng, dengan Meurah Johan Syah. Maharani dan seluruh tentaranya juga masuk Islam. Meurah Johan Syah kemudian menikahi Maharani yang kerajaannya telah ditaklukkan oleh Teungku Abdullah Kan'an dan dirinya.

Kerajaan Indra Purba merayakan kemenangan pada April 1205. Acara tersebut dihadiri oleh perwakilan kerajaan dari Peureulak, Linge, Indra Patra, Indra Puri, Indra Purwa, Langkat, dan Samudera Pasai. Dalam pertemuan tersebut, Syaikh Abdullah Kan'an mengumumkan, kerajaan-kerajaan di Aceh Besar digabungkan menjadi satu kerajaan besar bernama Kerajaan Aceh Darussalam. Raja pertama yang memimpin adalah Meurah Johan Syah, dengan Qadhi Malikul Adil Teungku Syaikh Abdullah Kan'an atau Syaikh Hudan.

Syaikh Abdullah Kan'an dan Meurah Johan Syah, dua tokoh besar yang membidani lahirnya Kerajaan Aceh Darussalam pada 22 April 1205 M. Ulama karamah ini tinggal di Gampong Lampeneuen hingga akhir hayatnya dan dimakamkan di gampong tersebut. Oleh karena itu, beliau lebih dikenal dengan sebutan Teungku Chiek Lampeneuen.

Demikian kisah religi seorang ulama besar yang sering diziarahi masyarakat. Meskipun terkadang masyarakat lebih memilih berziarah ke makam ulama di luar Aceh, keberadaan makam wali Allah yang sangat dicintai masyarakat Aceh ini tetap mendapat tempat di hati mereka. Mari berziarah dan menyaksikan secara langsung bukti sejarah tentang kemuliaan ulama karamah ini. 

Editor: Sayed M. Husen

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top