Oleh Dr. Johansyah, MA
Dosen STIT Al-Washliyah Aceh Tengah
Kini kita berada di akhir Ramadhan. Saatnya melakukan evaluasi seberapa berkualitas ibadah puasa dan ibadah lainnya yang kita jalankan selama bulan Ramadhan. Secara umum, kita bisa merasakan sendiri apakah ada peningkatan kualitas dan kuantitas ibadah dan sejauh mana mampu mengubah perilaku keseharian kita.Tujuan akhir ibadah puasa adalah menjadikan seseorang bertakwa. Lalu bagaimana mengukur kadar ketakwaan ini sebagai indikator keberhasilan puasa. Tentu banyak tolok ukurnya. Di antaranya kita dapat merujuk pada surah ali-Imran ayat 133-136. Pada ayat 133 ditegaskan, agar orang-orang yang beriman bersegera memohon ampunan tuhannya dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, dipersiapkan untuk orang-orang yang bertakwa.
Maka pada beberapa ayat selanjutnya disebutkan indikator-indikator orang yang bertakwa. Pertama, orang yang senantiasa menafkahkan sebagian hartanya dalam keadaan lapang dan sempit. Seseorang yang dekat dengan Allah Swt adalah dia yang memiliki kepedulian sosial. Sikap ini dia tunjukkan bukan hanya dalam kondisi ekonomi mapan, tapi juga dalam kondisi ekonomi sulit. Dia jarang mengeluh dan tidak merasa sebagai orang yang paling susah hidupnya, sehingga tetap ingin membantu orang lain walau pun hanya sekedarnya.
Kedua, mampu menahan amarah. Puasa berfungsi sebagai rem pengendali berbagai perilaku buruk, salah satunya amarah. Maka orang yang bertakwa itu, dia yang tidak mudah terpancing emosi ketika menghadapi situasi yang rumit. Perkara ini bukanlah perkara mudah, apalagi bagi orang yang secara fisik kuat, kaya dari segi ekonomi, dan memiliki kewenangan. Kelebihan seperti ini kerap membuat orang mudah melakukan tindakan yang berlebihan. Maka ketika orang mencapai level takwa, dia tidak akan terkecoh oleh kelebihannya, tetap berhati-hati dalam berbicara, bersikap, dan bertindak.
Ketiga, tolok ukur orang yang bertakwa itu mau memaafkan orang lain. Ini merupakan satu paket dengan kriteria sebelumnya, yakni menahan amarah. Banyak orang yang mampu menahan amarah, tapi menyimpan dendam. Dia tahan amarah karena tidak mampu melawan. Suatu saat dia akan tumpahkan amarahnya ketika dia memiliki kesempatan untuk melakukannya. Tetapi orang bertakwa tidaklah demikian, dia akan memaafkan. Persis seperti Rasulullah saw ketika menaklukkan kota Makkah, beliau memaafkan orang Quraisy, meski memiliki peluang melakukan balas dendam pada orang-orang yang menyakitinya, tetapi dia tidak melakukannya. bahkan mengatakan kepada mereka: “Kalian sekarang bebas”.
Keempat, orang yang takwa yang apabila melakukan perbuatan keji atau menyakiti diri sendiri, segera mengingat Allah Swt dan memohon ampunan atas dosa mereka, dan berusaha tidak mengulangi perbuatannya. Artinya orang yang bertakwa itu juga memiliki ciri tawwabin (orang-orang yang bertobat). Kesadaran dirinya tumbuh dengan baik, sehingga dia mampu mengontrol sikap dan perilakunya. Ketika melakukan kekhilafan, segera mengingat Allah Swt dan memohon ampunan kepada-Nya.
Empat indikator inilah yang kemudian mengantarkan seseorang pada posisi dan mendapatkan surga sebagaimana ditegaskan dalam ayat berikutnya: “Mereka itu balasannya adalah ampunan dari Tuhan mereka dan surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. (itulah) sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang mengerjakan (amal-amal saleh).” (QS Ali-Imran: 136).
Dari itu, pada detik-detik berakhirnya Ramadhan ini, kiranya kita sisihkan waktu untuk merenung, melihat ke dalam diri apakah indikator takwa yang disebutkan di atas menjadi sifat melekat yang kita peroleh melalui ibadah puasa dengan penuh keimanan dan hanya berharap pahala dari Allah Swt. Semoga demikian adanya.
Jika tidak, betapa ruginya kita sebagai orang yang diberikan peluang mengikuti pendidikan ruhaniah ini, yang Allah Swt persembahkan kepada kita sebagai wujud kasih sayang-Nya. Lalu entah berapa Ramadhan lagi yang kita butuhkan untuk menumbuhkan karakter-karakter tersebut. Kita hanya berharap agar dipertemukan dengan Ramadhan tahun berikutnya.
Akhirnya mari berdoa sebagaimana doanya Rasulullah saw di akhir Ramadhan; “Ya Allah, janganlah Engkau jadikan puasa ini yang terakhir dalam hidupku. Jika Engkau menjadikan sebaliknya (sebagai puasa terakhir), jadikanlah aku sebagai orang yang Engkau sayangi dan janganlah jadikan aku sebagai orang yang Engkau murkai”.
0 facebook:
Post a Comment