Oleh: Apridar
Guru Besar Ilmu Ekonomi Pembangunan Universitas Syiah Kuala (USK)
Aceh, yang dikenal sebagai daerah istimewa dan menerapkan syariat Islam, masih menghadapi tantangan besar dalam hal kemiskinan. Meskipun memiliki kekayaan sumber daya alam dan budaya yang kaya, tingkat kemiskinan di Aceh masih tergolong tinggi dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan kebijakan yang inovatif dan berbasis syariah, salah satunya melalui penerapan wakaf produktif yang dikelola secara profesional.Wakaf, sebagai instrumen ekonomi Islam, memiliki potensi besar untuk memberdayakan masyarakat miskin. Berbeda dengan wakaf tradisional yang biasanya digunakan untuk pembangunan masjid atau kuburan, wakaf produktif mengarahkan aset wakaf untuk kegiatan ekonomi yang menghasilkan keuntungan. Keuntungan ini kemudian dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya kelompok miskin. Dengan kata lain, wakaf produktif tidak hanya bersifat konsumtif, tetapi juga investatif.
Penerapan wakaf produktif di Aceh dapat dilakukan melalui beberapa langkah strategis. Pertama, diperlukan sosialisasi yang intensif kepada masyarakat tentang pentingnya wakaf produktif. Banyak masyarakat Aceh yang masih memandang wakaf sebagai bentuk sedekah biasa tanpa memahami potensi ekonominya. Karena itu, edukasi tentang manfaat wakaf produktif harus dilakukan secara masif, baik melalui ulama, tokoh masyarakat, maupun media sosial perlu dilakukan secara masif.
Kedua, diperlukan pengelolaan wakaf yang profesional. Pengelolaan aset wakaf harus dilakukan oleh lembaga atau badan yang memiliki kompetensi di bidang manajemen keuangan dan bisnis. Lembaga tersebut bertanggung jawab mengelola aset wakaf, seperti tanah, bangunan, atau uang, agar dapat menghasilkan keuntungan yang berkelanjutan. Misalnya, tanah wakaf dapat dikembangkan menjadi lahan pertanian modern, pusat perdagangan, atau properti yang disewakan. Hasil dari pengelolaan ini kemudian didistribusikan kepada masyarakat miskin dalam bentuk program pemberdayaan, seperti pelatihan keterampilan, modal usaha, atau bantuan pendidikan.
Ketiga, Pemerintah Aceh perlu mendukung penerapan wakaf produktif melalui regulasi yang jelas dan insentif yang memadai. Regulasi di Aceh harus menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan wakaf, sehingga masyarakat mempercayai ketentuan cerdas tersebut. Selain itu, pemerintah dapat memberikan insentif fiskal, seperti keringanan pajak, kepada lembaga atau individu yang berkontribusi dalam pengembangan wakaf produktif.
Keempat, kolaborasi antara pemerintah, lembaga wakaf, dan sektor swasta juga sangat penting. Sektor swasta berperan dalam memberikan pendampingan teknis, modal, atau akses pasar untuk produk-produk yang dihasilkan dari aset wakaf. Dengan adanya sinergi, wakaf produktif menjadi motor penggerak ekonomi yang signifikan di Aceh.
Dengan menerapkan wakaf produktif yang profesional, Aceh memiliki peluang besar menekan tingkat kemiskinan secara signifikan. Selain memberikan dampak ekonomi, wakaf produktif juga sejalan dengan nilai-nilai syariat Islam yang dianut oleh masyarakat Aceh. Hal ini akan menciptakan keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pengamalan syariat Islam, sehingga kesejahteraan masyarakat dapat terwujud secara holistik.
Wakaf produktif dalam jangka pangjang akan mengurangi kemiskinan, sekaligus membangun kemandirian ekonomi masyarakat Aceh. Dengan pengelolaan yang tepat, wakaf produktif menjadi solusi berkelanjutan mengatasi masalah kemiskinan di daerah yang menerapkan syariat Islam sebagai pegangan hidup, sehingga dapat menggapai kesuksesan dunia akhirat.
Editor: Sayed M. Husen
0 facebook:
Post a Comment