Oleh: Juariah Anzib, S.Ag
Penulis Buku Wawasan Religius dan Inspirasi
Ketika Rasulullah saw akan diangkat menjadi rasul, di tanah Arab ada dua tokoh yang dikenal sangat cerdas. Menurut pandangan orang-orang Yahudi saat itu, merekalah yang lebih layak menjadi rasul. Mereka adalah Walid bin Al-Mughirah dari Mekkah dan 'Urwah bin Mas'ud Assaqafi dari Thaif. Walid, ayah dari Khalid bin Walid, sahabat Rasulullah yang dijuluki "Pedang Allah" karena kehebatannya dalam strategi perang.
Kecerdasan Walid dan 'Urwah diakui masyarakat Arab dan sekitarnya. Selain cerdas, mereka juga dikenal baik dan dermawan. Oleh karena itu, ketika Muhammad saw diangkat menjadi rasul, banyak yang mempertanyakan mengapa bukan Walid atau 'Urwah yang dipilih. Allah Swt kemudian berfirman: "Sesungguhnya Tuhanmu akan melakukan apa yang Dia kehendaki" (QS Al-Qashash: 68).
Dalam pengajian muslimah di Dayah Thalibul Huda, Abi Hasbi Al-Bayuni menjelaskan, di balik kecerdasan mereka, tersembunyi keburukan besar. Allah tidak akan memberikan kerasulan kepada orang-orang yang sombong dan buruk perangainya. Mereka bahkan menghina Muhammad saw, sehingga Allah menurunkan ayat dalam Surah Al-Qalam ayat 10-20 yang mengungkap keburukan Walid bin Al-Mughirah.
Dalam ayat tersebut, Allah menyebutkan sepuluh sifat buruk Walid, yaitu suka bersumpah palsu, menghina, mencela, menghalangi kebaikan, melampaui batas, bertabiat keras, angkuh, sombong, serta ternyata ia juga merupakan anak zina.
Mendengar ayat tersebut, Walid terkejut dan segera bertanya kepada ibunya. Betapa terkejutnya ia ketika ibunya mengakui dirinya bukan anak Al-Mughirah, melainkan hasil hubungan gelap. Sang ibu menyembunyikan fakta ini demi menjaga kehormatan keluarganya. Namun, kebusukan tidak dapat disembunyikan dari Allah Yang Maha Mengetahui. Al-Quran dengan terang-terangan mengungkap aib Walid bin Al-Mughirah, membuktikan bahwa kerasulan adalah anugerah yang diberikan kepada manusia pilihan yang terpelihara dari segala cela.
Berbeda dengan Walid, 'Urwah bin Mas'ud Assaqafi berasal dari suku Tsaqif di Thaif. Wajahnya dikatakan mirip dengan Nabi Isa as, sebagaimana disaksikan Rasulullah saw dalam peristiwa Isra Mikraj. Ketika masih kafir, ia termasuk tokoh yang melarang Rasulullah saw dan para sahabat melakukan umrah, yang berujung pada Perjanjian Hudaibiyah. Namun, pengingkaran terhadap perjanjian ini justru membuka jalan bagi penaklukan Mekkah oleh kaum Muslimin.
Dalam pertemuan di Hudaibiyah, 'Urwah hendak menyentuh jenggot Rasulullah saw sebagai bentuk penghormatan, namun dihalangi oleh Mughirah bin Syu'bah dengan sarung pedangnya. Perbuatan ini berulang kali dilakukan hingga 'Urwah marah. Saat itu, hatinya mulai terbuka terhadap Islam, meskipun ia masih dalam keadaan kafir.
Menurut kisah yang disampaikan Abi Hasbi, dalam Perang Hunain, pasukan 'Urwah mengalami kekalahan telak. Ia terkejut melihat kekuatan pasukan Rasulullah saw yang begitu tangguh. Kekalahan ini justru menuntunnya kepada kebenaran Islam. Ia segera pergi ke Madinah untuk menyatakan keislamannya di hadapan Rasulullah saw.
Setelah masuk Islam, 'Urwah meminta izin untuk kembali ke Thaif guna berdakwah. Rasulullah saw sempat melarangnya karena khawatir akan keselamatannya, tetapi 'Urwah bersikeras. Ia merasa kaumnya membutuhkan bimbingannya dan yakin bahwa dirinya tidak akan diganggu.
Ketika 'Urwah mulai berdakwah di Thaif, penduduk menolak ajarannya dengan keras. Mereka bahkan mengancam nyawanya. Akhirnya, 'Urwah terbunuh dan mati syahid di tangan kaumnya sendiri. Seorang tokoh besar yang sangat dihormati di negerinya, namun akhirnya dibantai oleh kaumnya karena kebenaran yang ia sampaikan.
Demikianlah kisah yang penuh hikmah ini. Semoga kita tergolong orang-orang yang mendapatkan petunjuk dan hidayah dari Allah Swt.
Editor: Sayed M. Husen
0 facebook:
Post a Comment